Paket stimulus tambahan Covid-19 dinilai memicu kenaikan harga barang di AS

Papua, kebutuhan
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Kebijakan pemerintah Joe Biden yang meluncurkan paket stimulus tambahan untuk Covid-19 sebesar US$1,9 triliun dinilai memicu kenaikan harga barang-barang di Amerika Serikat.

Read More

Hal itu terlihat dari meningkatnya indeks harga konsumen sebesar 2,6 persen year on year (yoy) pada Maret lalu yang dirilis Biro Statistik Tenaga Kerja AS.

Baca juga :  Ekonomi Samoa Amerika Serikat perlu distabilkan 

Perempuan ikon feminis ekonomi ini jadi Menkeu AS 

Trump ingin buka kembalikan aktivitas ekonomi di tengah wabah corona

CNN Business, Rabu (14/4/2021) kemarin melansir peningkatan tersebut terutama disebabkan melonjaknya harga energi, termasuk biaya bahan bakar minyak (BBM) yang naik 22,5 persen selama 12 bulan terakhir hingga Maret lalu.

Sementara, indeks harga konsumen untuk Maret 2021 berada di posisi 0,6 persen atau berada di atas ekspektasi pasar. Ini sekaligus menjadi peningkatan terbesar sejak Agustus 2012.

Kenaikan indeks harga konsumen juga ditopang peningkatan harga mobil dan truk bekas sebesar 0,5 persen pada Maret lalu, yang menandai kenaikan bulanan pertama mereka sejak Oktober. Sementara secara tahunan, harga kendaraan bekas masih naik 9,4 persen.

Selain itu, biaya transportasi lainnya termasuk tarif penerbangan dan angkutan umum juga naik melonjak 1,8 persen pada Maret setelah sebelumnya merosot dalam tiga bulan berturut-turut.

Kenaikan tersebut sebagian besar didorong oleh kenaikan harga sewa mobil dan asuransi mobil. Meski demikian, biaya transportasi secara tahunan terpantau masih turun.

Sedangkan ekonom memperkirakan inflasi akan terus meningkat menjelang musim panas, terutama karena orang-orang mulai kembali melakukan perjalanan. Ini tergambar dari laporan inflasi harga produsen pekan lalu yang berada di atas ekspektasi.

Kenaikan harga-harga tersebut tentu memunculkan kekhawatiran investor jika tiba-tiba bank sentral AS The Federal Reserve menyesuaikan kebijakan moneternya lebih cepat dari yang diharapkan.

Kepala ekonom Action Economics, Mike Englund menilai peningkatan inflasi tersebut disebabkan oleh penurunan konsumsi akibat covid-19 yang sangat parah pada kuartal pertama tahun lalu.

“Inflasi tampaknya akan meningkat pesat hingga pertengahan tahun dan menambah narasi bahwa Fed tidak melihat risiko inflasi. Kenaikan harga akan melambat pada paruh kedua tahun ini karena perbandingan historis akan lebih menguntungkan,” kata Mike. (*)

CNN Indonesia

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply