Papua No. 1 News Portal | Jubi
Tahun depan Papua akan menjadi tuan rumah PON (Pekan Olahraga Nasional). Dipastikan ribuan atlet, pendamping, dan pengunjung akan berdatangan, termasuk ke Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura sebagai salah lokasi pertandingan.
Selain mengikuti PON mereka tentu juga akan menikmati Papua dengan berwisata ke objek-objek wisata pilihan.
Objek-objek wisata yang terkenal saat ini di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura adalah Danau Love, Bukit Tungkuwiri (Teletubbies), Danau Sentani, Pantai Tablanusu, Kali Biru Demta, dan Pantai Base G.
Ada lagi, yaitu Pantai Holtekamp, Telaga Air Panas di Kampung Mosso, Pantai Hamadi, dan paling tren saat ini yaitu Jembatan Youtefa yang di bawahnya terdapat tempat wisata Ciberry.
Apakah lokasi-lokasi tersebut sudah dibenahi dengan maksimal dan warga yang berjualan dilakukan objek-objek tersebut sudah mendapatkan sosialisasi menyambut PON?
Menurut Nonce Hanasbey, warga asli Tobati yang mendiami Teluk Youtefa sejauh ini pemerintah maupun Dinas Pariwisata, baik provinsi maupun Kota Jayapura belum melakukan koordinasi atau pertemuan dengan pemilik tempat wisata terutama di sepanjang jembatan Youtefa hingga Pantai Holtekamp.
“Kami tahu PON 2020 akan dilangsungkan di Papua, namun hingga saat ini belum ada perhatian serius dari Dinas Pariwisata maupun pemerintah daerah untuk membenah tempat-tempat wisata yang ada,” kata Mama Nonce ketika ditemui Jubi di lahan tempat wisata Holtekamp yang dikelolanya bersama keluarganya, Kamis 14 November 2019.
Sejauh ini, katanya, untuk menyambut PON belum ada perubahan signifikan yang terjadi di tempat objek wisata.
“Namun yang ada janji-janji untuk akan ada kunjungan dan bantuan kepada pemilik objek wisata,” ujarnya.
Bila melihat secara baik, belum ada objek wisata yang sekarang dibenahi atau dilengkapi fasilitas pendukungnya, terutama MCK, tempat duduk, dan pondok tempat pengunjung beristirahat.
“Ini yang paling penting harus diperhatikan pemerintah, namun hingga saat ini belum ada tindakan untuk melengkapi itu,” katanya.
Sejauh ini di tempat wisata yang ada di Kota Jayapura dikelola secara mandiri oleh masyarakat asli setempat. Mereka mengelola tempat wisata mereka sendiri, lalu memanfaatkan potensi yang ada untuk dijual kepada pengunjung.
“Sejauh ini fasilitas untuk pengunjung yang disiapkan atau dibangun pemerintah belum ada, namun semua kebanyakan dibangun oleh masyarakat sendiri secara bertahap ketika ada modal,” katanya.
Ia menjelaskan tempat rehat, parkir, MCK, tarif, tempat makan, keamanan, dan pembelian souvenir semuanya secara swadaya disiapkan oleh masyarakat.
“Namun kami juga berharap kepada Dinas Pariwisata untuk fokus melihat hal dan keluhan kami ini,” katanya.
Objek wisata tersebut, katanya, tempat masyarakat mencari nafkah, namun lahannya sudah dipakai untuk Jembatan Youtefa.
“Dan laut kami tempat mencari ikan sudah tercemar sampah plastik dan wisata ini satu-satunya tempat kami mencari nafkah untuk menghidupi keluarga,” katanya.
Mama Nonce mengatakan sejauh ini kesulitan lebih banyak dialami para pemilik objek wisata. Selain menjaga tempat wisata harus bersih dan rapi, mereka juga harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengunjung. Bila itu semua terpenuhi pasti pengunjung juga senang datang ke tempat wisata.
“Paling penting yang harus dilengkapi itu tempat rehat pondok dan kursi, serta MCK (toilet),” katanya.
Pengeloa lainnya di objek wisata milik masyarakat, Bertha Sanyi, juga meminta perhatian Pemerintah Kota Jayapura untuk memberikan bantuan fasilitas pendukung tempat wisata.
Menurutnya, pengelola butuh fasilitas pendukung seperti pondok, air, serta MCK supaya pantai menjadi destinasi wisata. Pengelola pantai menyambut baik niat pemerintah untuk survei pantai (objek wisata) yang akan diberi fasilitas pendukung agar para peserta PON 2020 memiliki pilihan untuk refreshing.
Mama Bertha mengatakan selain untuk tujuan PON 2020, pemerintah juga harus membantu perekonomian pengelola supaya ada pemasukan.
“Ini membuat pengunjung yang datang memilih singgah sebentar saja lalu melanjutkan perjalanan ke pantai lain akibat kurangnya fasilitas dan kenyamanan, baik kamar mandi dan pondok-pondok untuk bersantai bersama keluarga,” katanya.
Ia berharap perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan ekonomi pengelola, terutama masyarakat asli Port Numbay agar sektor pariwisata bisa menyejahterakan keluarga melalui destinasi wisata yang dikelola masyarakat sendiri.
Finsen Yigibalom, pengunjung di tempat wisata Holtekamp menilai sejauh ini pembangunan mulai masuk sejak Jembatan Youtefa diresmikan. Masyarakat asli secara kelompok membersihkan batas pantai mereka masing-masing.
Mulai dari pembersihan lahan objek wisata, pembuatan pondok tempat rehat, MCK, dan kios dilakukan sendiri dibantu keluarga.
“Fasilitas belum lengkap, yang ada semua darurat, dengan pengunjung yang datang, uang masuk tersebut mereka gunakan untuk melengkapi fasilitas yang dibutuhkan sehingga proses pemenuhan fasiltas akan lama tanpa campur tangan pemerintah,” katanya.
Sebenarnya di Kawasan objek wisata Teluk Youtefa, Pemkot Jayapura melalui Dinas Pariwisata pernah membangun ruang ganti atau toilet di kawasan wisata Pantai Hamadi dengan anggaran Rp220 juta.
Saat peresmian pada 10 April 2019, Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Matias B Mano, mengatakan toilet lima unit dilengkapi kloset duduk, lampu, wastafel, cermin, dinding keramik, shower, dan tandon air. Bangunan sesuai spesifikasi fasilitas umum di lokasi wisata yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata. (*)
Editor: Syofiardi