Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
INGIN belajar. Itulah sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Nobertus Awi, disela-sela kesibukannya memperbaiki sepeda motor yang rusak.
Lelaki asal Pulau Kimaam itu tak menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama. Ia putus sekolah saat duduk di kelas dua SMPN 1 Kimaam, empat tahun silam. Entah apa yang menjadi faktor penyebab, Nobertus enggan menuturkannya.
Seiring perjalanan waktu, bersama delapan teman lain dari Kimaam, mereka dititipkan Romanus Mbaraka yang kala itu masih menjabat sebagai Bupati Merauke kepada salah seorang teknisi mesin, Sarnanto Salam, agar dididik belajar membongkar mesin sepeda motor, diesel, maupun pengelasan.
Kepada Jubi, Kamis 8 September 2018, Nobertus mengatakan awalnya ia sama sekali tak mengetahui bagaimana membongkar dan memperbaiki mesin motor maupun diesel rusak. Namun secara perlahan-lahan mulai belajar.
“Saya berterima kasih kepada Bapak Sarnanto Salam karena menampung saya di sini sekaligus terus melatih bagaimana membongkar mesin maupun melakukan pengelasan,” ujarnya.
Secara perlahan, lanjut Nobertus, akhirnya sudah bisa mandiri membongkar dan memperbaiki mesin tanpa harus diawasi.
“Ya, kalau ada keinginan belajar, pasti ada jalan terbaik didapatkan kemudian nanti,” tuturnya.
Dia mengaku, awalnya ada sembilan temannya bergabung di bengkel Sarnanto Salam. Hanya saja dalam perjalanan, satu per satu memilih pulang ke kampung halaman. Sehingga tersisa dua orang.
“Jadi, hanya kami dua orang masih bertahan sampai sekarang,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan dengan modal ketekunan belajar, akhirnya sekarang sudah mampu memperbaiki mesin kendaraan bermotor. Kesabaran dan ketekunan dibutuhkan dalam bekerja di bengkel ini.
“Ya, saya tidak bangga diri, tetapi bahwa kalau ada mesin motor maupun diesel rusak, saya diberikan tugas dan tanggung jawab membongkar dan memperbaiki kembali,” ungkapnya.
Dikatakan, adanya niat ingin mandiri dengan membuka bengkel sendiri. Hanya saja, persoalan yang tengah dihadapi adalah tak ada modal usaha.
“Sudah beberapa kali saya sampaikan kepada Bapak Sarnanto untuk mandiri dengan membuka bengkel sendiri. Tetapi persoalan adalah dukungan modal. Kalau tak ada dana, bagaimana mau merintis usaha dimaksud,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Nobertus menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada Sarnanto Salam yang tak henti-hentinya mendampingi dan terus membagi ilmunya tentang cara membongkar pasang mesin.
“Tidak semua orang membagi ilmu kepada kami anak-anak asli Papua. Hanya sedikit saja, termasuk Bapak Sarnanto. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya, karena sudah bisa membongkar mesin dan lain-lain,” katanya.
Secara terpisah, Sarnanto Salam, pemilik bengkel, menjelaskan awalnya sembilan anak Kimaam dibawa dari Kimaam sekitar tahun 2014 silam.
“Saat Pak Romanus Mbaraka masih menjadi Bupati Merauke, mereka dititipkan kepada saya untuk dilatih dan dididik membongkar mesin maupun cara melakukan pengelasan,” ungkapnya.
“Oleh karena tugas dan tanggung jawab diberikan Pak Romanus, akhirnya secara perlahan saya mulai mendampingi dan melatih mereka cara membongkar mesin motor, diesel, dan lain-lain,” imbuhnya.
Seiring perjalanan waktu, dari sembilan orang, satu persatu tidak bertahan dan lebih memilih pulang ke kampung halaman di Kimaam. Sehingga sampai sekarang hanya tersisa dua orang termasuk Nobertus Awi.
“Saya melihat dua anak Kimaam yang tersisa ini, sudah sangat mahir membongkar mesin dan tidak harus didampingi. Mereka sudah bekerja sendiri. Sesekali saja saya mengawasi dan mengarahkan,” katanya.
Diakui, jika anak-anak tersebut putus sekolah di tingkat SMP. Secara umum, mereka mempunyai niat belajar. Tinggal saja bagaimana melakukan pendampingan melekat.
“Terus terang saya bangga dengan anak-anak Kimaam. Karena mempunyai kemampuan luar biasa,” ungkapnya.
Bahkan menurutnya, sekali atau dua kali ditunjuk dan dilatih, sudah mencoba tanpa didampingi terus menerus. Bisa lihat sendiri bagaimana sekarang Nobertus membongkar mesin motor rusak.
“Kurang lebih empat tahun saya bersama Nobertus dan salah seorang temannya di sini. Jika ada motor atau diesel rusak, mereka kerja sendiri. Saya hanya sesekali awasi cara kerja yang dilakukan,” katanya.
Sarnanto mengaku jika dilihat dari skill maupun sumber daya manusia (SDM), anak-anak Papua sangat hebat. Namun bagaimana pendampingan dan pelatihan diberikan secara terus menerus.
“Saya membuktikan dengan dua anak Kimaam yang kini sudah terampil membongkar pasang mesin rusak, tanpa harus dibimbing lagi,” ujarnya.
Dijelaskan, saat ini dua anak tersebut telah mandiri dan mampu membuka usaha sendiri.
“Memang untuk sementara mereka bersama saya dulu. Tetapi setiap bulan tetap mendapatkan gaji seperti biasa, sambil mencari jalan agar sekiranya ke depan mereka mandiri dengan membuka bengkel,” katanya.
Untuk membuka bengkel motor, jelas dia, minimal modal awal yang dimiliki Rp 50 juta.
“Terus terang, saya tak punya modal besar seperti begitu. Sehingga tidak bisa membantu,” ungkap dia.
Diharapkan adanya sentuhan dan perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke agar memberikan suntikan dana kepada anak-anak muda Papua yang siap mengembangkan usahanya sendiri.
“Saya jamin jika kedua anak Kimaam ini membuka bengkel, dipastikan usahanya berjalan baik, lantaran telah memahami dengan baik cara membongkar dan memasang mesin motor rusak,” ungkapnya. (*)