Negosiasi politik di Samoa: peraturan demokrasi tidak bisa dinegosiasikan

Perdana Menteri terpilih Samoa, Fiame Naomi Mataafa, dan Menteri Kabinet terpilih, Laauli Leuatea Schmidt. - Aufai Areta Areta

Papua No.1 News Portal | Jubi

 

Oleh Dewan Editorial Samoa Observer

Read More

Dengan pemimpin-pemimpin politik berpendirian sangat berlawanan dalam krisis konstitusional Samoa saat ini, pertemuan tatap muka dan negosiasi bisa dilihat sebagai tanda yang baik.

Genap dua bulan berlalu sejak pemilu nasional Samoa pada 9 April, semua komunikasi dalam dunia politik antar kedua pihak telah dilakukan dalam bentuk serangan, hinaan, dan pernyataan yang menghina tentang demokrasi.

Perdana Menteri terpilih Samoa, Fiame Naomi Mataafa, pergi ke gedung pemerintah untuk bertemu dengan rekannya perdana menteri caretaker pada Kamis lalu (3/6/2021), adalah tanda yang kuat bahwa kita mungkin sedang bergerak maju menuju politik Samoa yang berbudaya.

Namun, selain menunjukkan ada perubahan dari kampanye politik yang umumnya negatif, ada beberapa hal menjanjikan lain yang muncul dari pertemuan hari Kamis antara kedua ketua partai yang meninggalkan pertanyaan akan seberapa produktif negosiasi berikutnya.

Apa yang dibahas oleh parpol Fa’atuatua i le Atua Samoa ua Tasi (FAST) atau Partai Perlindungan HAM (Human Rights Protection Party/ HRPP) masih tidak diketahui.

Tetapi hari berikutnya Fiame memperjelas bahwa keinginan Perdana Menteri caretaker untuk selalu memegang kekuasaan, ia bahkan tidak mau menyerahkan kekuasaan untuk sementara, adalah penghalang utama dalam negosiasi mereka.

Seperti dilaporkan dalam surat kabar pada hari Minggu lalu, Fiame menekankan bahwa Tuilaepa Dr. Sa’ilele Malielegaoi tampaknya tertarik untuk mencari solusi apapun kecuali solusi yang diputuskan untuknya berulang kali oleh aturan hukum. Dengan itu, Fiame menyinggung beberapa putusan pengadilan dan MA yang mendorong Tuilaepa untuk mengakui bahwa dia sudah kalah dalam pemilu dan mengizinkan Parlemen terpilih untuk bersidang dan melakukan pekerjaan mereka.

“Ini seolah-olah dia mau bilang, mari kita tinggalkan aturan hukum sama sekali,” ungkap Fiame. “Namun alasan mengapa dia ingin mengesampingkan hukum dalam hal ini adalah karena fakta bahwa pengadilan terus mengatakan, tidak, partai FAST telah menang dalam pemilu.

“Sekarang dia mulai mencari-cari solusi adat dan solusi dari denominasi agama; tapi saya pribadi berpikir bahwa tidak perlu melakukan hal itu, supremasi hukum saja sudah cukup.”

Bagaimana negosiasi antara mereka bisa berhasil dari sini itu tidak diketahui. Tapi Tuilaepa menegaskan bahwa dia yakin bahwa setelah beberapa kali bertemu sebuah konsensus mungkin dapat dicapai.

Tetapi kendala utama dari sisi Tuilaepa tampaknya masih sama, ia menolak untuk mengakui kekalahannya, and ia menolak untuk memberikan restu dan izin atas sidang perdana parlemen setidaknya sampai semua gugatan hukum pasca-pemilu selesai, penundaan yang bisa saja memberikannya kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan di parlemen dan mempertahankan masa jabatannya.

“Dalam pandangan kita, kita tidak dapat mengambil keputusan apa-apa sebelum ada jawaban mengenai kursi perwakilan perempuan yang ke-6. Dan ada cara-cara yang bisa kami lakukan untuk tetap menjalankan tugas kami sebagaimana diatur dalam konstitusi,” menurut Tuilaepa.

Tetapi kami menemukan bahwa yang menafsirkan hukum dan menentukan arah dari demokrasi itu bergantung pada tokoh-tokoh politik, bukan hukum.

Melakukan hal itu bukan saja berarti HRPP telah melakukan pelanggaran terhadap hukum tertinggi negara Samoa, tetapi juga, seperti yang dikatakan Tuilaepa baru-baru ini, kekuatan paling kuat dalam politik: matematika dasar.

Hasilnya sederhana: FAST memegang 26 kursi, sementara HRPP yang punya 25 kursi.

Di sebagian besar negara-negara dimana demokrasi diterapkan dengan baik, pemimpin yang akan mundur dan yang baru memang bertemu untuk saling berbagi tentang isu-isu penting dan mempermudah transfer kekuasaan.

Tetapi sampai Tuilaepa siap untuk mengakui fakta yang gampang bahwa partai FAST memiliki kursi mayoritas di Parlemen, sangat sulit untuk percaya Tuilaepa dapat melakukan diskusi yang produktif tentang bergerak maju.

Sebelumnya Tuilaepa pernah berkata kalau membentuk pemerintah itu sangat mendesak saat ia mendukung keputusan untuk melakukan pemilu baru yang kedua, karena urusan pemerintahan itu tidak dapat terus ditunda. Tetapi sekarang ia tampaknya nyaman melakukan negosiasi ini dengan proses yang pelan.

Dengan melakukan berbagai pemboikotan dan manuver di belakang layar, Tuilaepa secara aktif melanggar konstitusi Samoa dan perintah pengadilan yang mengharuskan suatu parlemen yang baru terpilih untuk melakukan pertemuan perdananya dalam waktu 45 hari setelah pemilu diadakan April lalu.

Sekarang bangsa Samoa semakin lelah mengamati drama di ruang pengadilan setelah pemilu diadakan dimana rakyat dengan jelas telah menyuarakan keinginan mereka.

Tetapi meskipun berbagai perkara pengadilan ini melelahkan, kami percaya tidak ada pilihan lain selain ahli-ahli hukum independen menentukan bagaimana pemerintah Samoa yang berikutnya dibentuk daripada politisi yang punya kepentingan sendiri.

Negosiator yang terampil tahu pentingnya membuat penawaran awal yang tinggi.

Tetapi ini bukan berjualan mobil bekas atau negosiasi kenaikan gaji. Ini adalah masa depan Pemerintah Samoa; keputusan tentang kapan dan bagaimana Parlemen akan bersidang itu harus sesuai dengan hukum, bukan kesepakatan di ruang belakang.

Tuilaepa telah berulang kali menyepelekan konstitusi dan peradilan selama dua bulan terakhir.

Menanggapi demonstrasi di luar Parlemen bulan lalu dia mengatakan dia ‘ditunjuk oleh Tuhan’ untuk memimpin Samoa, dan bahwa peradilan tidak memiliki wewenang atas pengangkatannya.

Ini mungkin pandangan yang benar-benar dipercaya oleh Perdana Menteri caretaker, tetapi ini bukan bagian dari konstitusi, dokumen yang wajib ia pegang dan patuhi. Sebaliknya, sejauh ini Tuilaepa bagaikan objek tak bergerak, ia melakukan semua yang dapat ia lakukan untuk menggagalkan pembentukan pemerintah yang dipilih secara demokratis.

Negosiasi yang paling dibutuhkan bangsa Samoa saat ini adalah diskusi internal parpol HRPP untuk mengembangkan strategi yang bisa mereka implementasikan terkait kurangnya jumlah kursi mereka di Parlemen. Mengakui itu akan menjadi satu-satunya cara bagi HRPP dan bangsa Samoa untuk maju. (Samoa Observer)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply