Muhammadiyah tak wajibkan puasa bagi pasien Covid-19 tanpa gejala, termasuk tenaga medis

Ilustrasi, buka puasa di sebuah keluarga - Jubi/Tirto.ID

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan orang positif Covid-19 tidak wajib menunaikan puasa pada bulan Ramadan tahun ini.  Hal itu berlaku bagi pasien tidak bergejala atau Orang Tanpa Gejala (OTG).

Read More

“Puasa Ramadan wajib dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik bergejala dan tidak bergejala (OTG) masuk dalam kelompok orang yang sakit,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, Senin, (12/4/2021).

Baca juga : Dampak pandemi Covid-19, pendakwah gunakan Medsos

Kapolres Merauke pimpin patroli gabungan puasa hari pertama

Putus penyebaran virus corona, MRP imbau OAP berdoa, puasa, dan jaga jarak aman

Pengecualian bagi pasien Covid-19 itu tercantum dalam Surat Edaran PP Muhammadiyah tentang Ibadah Ramadhan 1442 Hijriah. Selain pasien Covid-19, Muhammadiyah juga mengecualikan para tenaga kesehatan dari kewajiban berpuasa.

“Tenaga kesehatan dapat meninggalkan puasa Ramadan untuk menjaga kekebalan tubuh agar terhindari dari penularan Covid-19. Namun mereka harus menggantinya setelah Ramadan,” kata Haedar menjelaskan.

Menurut dia vaksinasi Covid-19 boleh dilakukan saat berpuasa dan tidak membatalkan puasa. Alasannya, vaksin Covid-19 diberikan tidak melalui mulut atau rongga tubuh lainnya, seperti hidung serta tidak memuaskan keinginan. Vaksin juga bukan merupakan zat makanan yang mengenyangkan.

Dalam surat edaran itu, Muhammadiyah juga mengimbau masyarakat di zona oranye dan zona merah Covid-19 untuk melakukan salat berjamaah, baik salat fardu, Salat Tarawih maupun Salat Jumat di rumah masing-masing. Jika tidak ada penularan Covid-19 di lingkungannya, masyarakat boleh salat berjamaah di masjid, musala, dan langgar dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Muhammadiyah mengimbau durasi kajian atau pengajian pada kegiatan salat berjamaah dikurangi agar tidak terlalu panjang.

“Namun jika di wilayah tersebut ada kasus Covid-19, kajian atau pengajian sebaiknya dilakukan secara online atau membagikan materi ke jamaah di rumah,” katanya. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply