MRP: Perdasus pemulihan kekerasan terhadap perempuan belum maksimal

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

Jayapura, Jubi – Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP), Debora Mote mengatakan, sejak disahkannya Peraturan Khusus Daerah (Perdasus) nomor 1 tahun 2011 tentang pemulihan hak perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM pada 3 Agustus 2011, belum berdampak signifikan bagi perempuan korban kekerasan hingga kini.

"Perjalanan Perdasus ini tidak mudah diimplementasikan karena tidak ada tindaklanjut oleh lembaga atau dinas terkait bahkan lembaga yang khusus menangani kasus tersebut," kata Debora Mote kepada Jubi, Kamis (5/10/2018) di sela-sela kegiatan Pokja Perempuan MRP di Jayapura.

Dikatakan, pada tahun 2017 lalu Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Penataan Daerah, Otsus dan DPOD Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri telah melakukan evaluasi terhadap peraturan dan undang-undang Provinsi Papua dan menjadi temuan bahwa Perdasus nomor 1 tahun 2011 tidak dijalankan oleh pemerintah Provinsi Papua.

"Untuk itu saat ini kami melakukan diskusi dengan beberapa pihak diantaranya narasumber dari aspek hukum tatacara pembuatan Pergub, aspek sosial dan budaya serta aspek pendampingan korban. Kami berharap hasil diskusi ini mendapatkan pokok-pokok pertimbangan peraturan gubernur tentang pemulihan hak perempuan Papua korban kekerasan dan pelanggaran HAM," ujarnya.

Kata Debora Mote, MRP melalui Pokja Perempuan telah terlibat langsung dalam proses studi pendokumentasian hingga pembuatan Perdasus tersebut dan MRP sebagai lembaga representasi kultur orang asli Papua bertanggungjawab atas penyelesaian kekerasan dan pelanggaran HAM atas perempuan. 

"Kami juga ingin ada penjabaran yang lebih jelas soal hak-hak koban, mekanisme pemulihan, dan prosedur pemenuhan hak korban. Untuk itu kami akan mendorong adanya Peraturan Gubernur yang menjadi dasar pelaksanaan Perdasus nomor 1 tahun 2011 tersebut," katanya.

Terpisah Yoram Wambrauw yang merupakan salah satu narasumber yang diundang oleh pihak MRP mengatakan, dalam Perdasus nomor 1 tahun 2011 sudah diatur dengan jelas soal hak-hak korban tentang pemulihan dan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani para korban, namun menurutnya perlu ada penjabaran lebih detail dari pasal-pasal sehingga implementasi dari Perdasus tersebut bisa berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

"Saya contohkan di Pasal 14 dan pasal 22 seharusnya diatur lagi dalam peraturan gubernur karena ada beberapa pasal yang menurut saya masih kurang jelas penjabarannya. Saya berharap implementasi dari Perdasus ini bisa berjalan sesuai dengan pemahaman bersama," katanya.

Selain itu kata Wambrauw pada pasal 39 diterangkan tata cara pelaksanaan pengawasan masyarakat akan diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur dan juga pasal 42 terkait hak-hal teknis mengenai pelaksanaan Perdasus.

"Tindak lanjut dalam peraturan gubernur ini yang belum dilakukan. Kita berharap bahwa pasal 39, 42 dan beberapa pasal di dalam Perdasus tersebut dapat dibuatkan peraturan gubernur agar arah penanganan atau pemulihan terhadap korban kekerasan baik saat menjalani masa sidang hingga di luar persidangan,” katanya.

Menurtnya, korban dapat dilakukan pendampingan sesuai dengan peraturan gubernur. Sampai saat ini kan belum ada penjabarannya di Pergub.

“Ini yang harus di dorong oleh pihak MRP melalui Pokja Perempuan," harap Wambrauw. (*)

Related posts

Leave a Reply