Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Mop Papua adalah warisan sastra lisan yang harus diselamatkan. Karenanya, para pemangku kepentingan harus membuat kebijakan tertulis untuk menyelamatkan sastra minoritas ini supaya bisa berkembang bersama dengan sastra popular lainnya.
Hal ini disampaikan pengkaji Bahasa dan Sastra di Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat, Ummu Fatimah Ria Lestari, saat ditemui Jubi di Kota Jayapura, Rabu (19/8/2020).
“Mop ini satu bentuk warisan sastra lisan yang harus diselamatkan oleh pemerintah, baik melalui kajian maupun kembali melakukan pendokumentasian mop yang sedang menjamur ini,” katanya.
“Setidaknya mendorong mop menjadi bahan pembelajaran di sekolah sesuai kebutuhan. Karena mob adalah cerita atau dongeng yang mengandung unsur kelucuan, membuat pencerita dan pendengarnya tertawa,” imbuhnya.
Lebih jauh Ummu Fatimah Ria Lestari mengatakan cerita yang disampaikan lewat mop tersebut bisa berupa fakta maupun fiktif. Menyelamatkan sastra lisan minoritas ini juga berarti menghidupkan kembali kebiasaan bertutur (bercerita) di masyarakat.
“Salah satu caranya, misalnya mengadakan lomba mop virtual dalam rangka peringatan HUT ke-75 Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2020. Atau dalam rangka perayaan hari besar lainnya,” katanya.
Ummu mengatakan pemerintah harus berkeja sama dengan lembaga media untuk menghadirkan kembali program mop melalui siaran radio atau televisi.
“Kami harap hal ini diseriusi sebab selain mereka doyan dengan cerita lucu dari luar dan cerita mop bisa diselamatkan,” katanya.
Baca juga: Istana Mambesak dan stand up komedi ala Papua
Komika asal Papua, Jhon Yewen, mengatakan mop Papua dan stand up comedy hanya beda-beda tipis. Mop Papua mempunyai keunggulan dalam membuat orang tertawa. Mop adalah kearifan lokal Papua yang turun temurun serta masih dipelihara dan dijaga hingga sekarang.
“Ada yang menyebut mop adalah singkatan dari mati ketawa ala orang Papua. Ada pula yang mendefinisikan mop sebagai istilah yang digunakan sebagai representatif lelucon atau humor yang dituturkan secara lisan menggunakan logat dan aksen ala Papua,” katanya.
Yewen menambahkan mop tidak hanya membuat orang lain tertawa dan merasa terhibur, tetapi lebih dari itu, bagaimana menyampaikan pesan-pesan penting yang dapat mengubah paradigma berpikir orang yang mendengarnya.
“Dengan demikian orang-orang yang sering melakukan aktivitas mop, harus mempunyai wawasan luas yang bisa dijadikan materi untuk melawak dan memberikan kelucuan-kelucuan di tengah-tengah masyarakat,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari