Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jakarta, Jubi – Maskapai penerbangan milik negara Argentina Aerolineas Argentinas, membatalkan semua penerbangan yang dijadwalkan pada Senin (26/11/2018) besok karena akan ada rencana pemogokan massal yang dilakukan oleh pilot dan personil lainnya. Pemogokan ini dilakukan beberapa hari jelang negara itu menjadi tuan rumah pertemuan G20.
“Lebih dari 370 penerbangan, yang mempengaruhi 40 ribu wisatawan telah dicoret dari jadwal,” kata Aerolineas dalam sebuah pernyataan, Jumat (22/11/2018).
Pada 30 November, pertemuan tahunan para pemimpin 20 negara ekonomi terbesar dunia akan diadakan di Buenos Aires. KTT G20 akan menjadi yang terbesar yang pernah diadakan di Argentina.
Negara dengan inflasi dan resesi berharap untuk menggunakan pertemuan G20 untuk memamerkan kebijakan ramah lingkungan dari Presiden Mauricio Macri. Sejak menjabat pada akhir 2015, Macri dinilai gagal menarik investasi asing yang signifikan.
Industri di Argentina sering diwarnai dengan aksi pemogokan oleh aktivis serikat pekerja. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa investor masih mempertimbangkan masik ke Argentina.
"Mengingat kebutuhan untuk melindungi penumpangnya, Aerolineas terpaksa membatalkan seluruh operasi yang dijadwalkan untuk hari itu (Senin) dan memprogram ulang penerbangan dengan cara yang paling teratur," kata pernyataan itu menjelaskan.
Dalam pernyataannya Aerolineas menuding dua serikat pilot dan Asosiasi Personel Aeronautika dan Asosiasi Tenaga Teknis Aeronautika sebagai kelompok yang akan menyerang.
"Mulai pukul 00:00 Senin pagi (03:00 GMT) 26 November akan ada penghentian total kegiatan," kata sebuah pernyataan di situs serikat pilot lokal APLA.
Pemogokan terbuka berakhir masalah termasuk apa serikat disebut upah yang tidak memadai. Sedangkan penghentian tenaga kerja adalah hal yang umum di Argentina. Mereka umumnya menuntut kenaikan gaji sesuai inflasi yang sulit dipenuhi oleh para majikan.
Tercatat Pada Oktober lalu, harga konsumen di Argentina naik 5,4 persen. Inflasi tahunan diperkirakan akan mencapai 47 persen pada akhir tahun ini, menurut jajak pendapat terbaru dari bank sentral. (*)