Merayakan karier perempuan Tonga dalam profesi yang didominasi pria

Jalan raya utama Nuku’alofa, Tonga. - RNZI / Koro Vaka'uta
Jalan raya utama Nuku’alofa, Tonga. – RNZI / Koro Vaka’uta

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh Eleanor Gee

Read More

Dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional tahun ini, surat kabar Matangi Tonga berbicara dengan dua perempuan muda, Sara Sakopo dan ‘Emeline Siale, keduanya berusia 21 tahun, yang telah membuktikan keberanian dalam menaklukkan rasa takut mereka dan menjadi ahli yang memiliki kualifikasi pendidikan, agar dapat bekerja dalam bidang-bidang keahlian bersama rekan-rekan lelakinya.

Hari Perempuan Internasional tahun ini, dirayakan pada 8 Maret setiap tahun, menyoroti ketidaksetaraan gender di seluruh dunia dengan tema ‘I am Generation Equality: Realizing Women’s Rights’ atau ‘Saya Generasi Setara: Merealisasikan Hak Perempuan’.

Di Tonga, kaum perempuan telah perlahan-lahan berpindah minatnya ke bidang yang secara umum didominasi oleh pria seperti dunia kelistrikan dan perpipaan.

Petugas lapangan dalam bidang kelistrikan

Sarah Sakopo, 21 tahun, adalah seorang petugas kelistrikan yang bekerja untuk perusahaan listrik kerajaan itu, Tonga Power Limited (TPL) sejak 2017. Sarah bukanlah petugas TPL perempuan pertama di Tonga, tetapi dia berkata terinspirasi untuk menjadi petugas TPL karena melihat contoh yang positif dari perempuan lain yang sudah mulai sebelumnya. Dalam wawancaranya, Sarah memberi tahu Matangi Tonga bahwa dia terinspirasi oleh seorang perempuan petugas TPL yang ia lihat memanjat tiang listrik.

“Suatu hari kita sedang berkendara dan saya melihat seorang petugas TPL perempuan sedang memanjat tiang listrik dan saat itu juga saya berpikir, itu dia pekerjaan yang ingin saya lakukan. Tetapi saya juga melihat bahwa dia adalah satu-satunya perempuan di situ, dan sisanya adalah laki-laki.”

Namun, Sarah tidak patah semangat dan berhasil menyelesaikan studinya di bidang kelistrikan di Technical Institute of Science and Technology (TIST) di Nuku’alofa, dan kemudian bergabung dengan Tonga Power Ltd setelah lulus.

Pada awalnya, dia merasa beberapa tugas yang harus ia lakukan terlalu menantang, tetapi rekan kerjanya yang pria selalu mendorongnya untuk terus berusaha dan jangan menyerah.

“Laki-laki secara fisik lebih kuat daripada saya, dan ketika saya baru mulai, beberapa bagian dari pekerjaan ini sangat sulit bagi saya, seperti memanjat tiang listrik. Saya ketakutan!”

“Tetapi saya lalu memperhatikan bahwa semua rekan laki-laki saya langsung saja memanjat tiang listrik tanpa pikir dua kali. Dan menyaksikan mereka melakukan itu, ini memberikan saya keberanian juga memanjat tiang listrik untuk bekerja. Seolah-olah mereka mendorong saya, bahwa tidak ada alasan untuk takut dan hal itu sangat mudah.”

“Sekarang, saya merasa pekerjaan ini mudah. Apa pun pekerjaan yang dapat dilakukan laki-laki, saya juga bisa melakukannya,” tegas Sarah.

Ahli leding yang ingin membuka usahanya sendiri

Perempuan-perempuan Tonga juga bisa ditemukan bekerja dalam bidang perpipaan sebagai ahli leding seperti ‘Emeline Siale, 21, yang saat ini sedang belajar di TIST.

‘Emeline adalah salah satu dari empat siswa magang yang baru-baru ini terpilih untuk bekerja dalam proyek yang dijalankan oleh organisasi non-pemerintahan Live & Learn di Tonga, proyek Pemulihan dan Ketahanan Water, Sanitation, and Hygiene (WASH).

Salah satu prinsip utama dari Live & Learn adalah untuk mendorong kesetaraan gender, terutama untuk memastikan perempuan sebagai kontributor yang aktif bagi masyarakat dan komunitas di mana mereka menetap.

‘Emeline telah menerapkan keahlian dalam bidang perpipaannya ini dengan mengerjakan semua pemasangan pipa leding untuk rumah baru keluarganya awal tahun ini.

Dia juga sudah memiliki rencana karier setelah lulus dengan gelar diploma bidang perpipaan tahun ini.

“Mimpi saya adalah untuk memulai usaha leding dan perpipaan saya sendiri. Saya ingin membantu perempuan-perempuan lain yang ingin mengejar mimpi mereka sebagai pekerja leding, karena kesempatan seperti ini sangat langka bagi orang-orang dari latar belakang seperti saya.”

“Saya ingin menggali dan menemukan dengan tepat bagaimana dan di mana saya bisa membawa dampak positif yang paling besar bagi negara kita, atau apa pun yang dapat membantu perempuan lain yang mungkin ragu-ragu untuk memulai karier seperti ini.”

Dia menegaskan bahwa meskipun banyak orang berpikir perempuan tidak bisa berhasil dalam pekerjaan seperti ini, “Saya yakin bahwa saya akan menjadi panutan yang baik dalam profesi ini.”

Jabatan paling senior di sektor kesehatan

Tonga juga merupakan pemimpin di antara negara berkembang lainnya setelah menunjuk seorang perempuan sebagai Menteri Kesehatan dalam enam bulan terakhir.

Secara global, meskipun perempuan mencakup sekitar 70% dari tenaga kesehatan global, hanya 25% perempuan yang berada dalam jabatan senior di sektor kesehatan, dan perempuan jarang terwakili dengan memadai dalam pengambilan kebijakan, meskipun mereka sering bekerja di garis depan sektor kesehatan.

Dr. ‘Amelia Tu’ipulotu, diangkat sebagai Menteri Kesehatan Tonga, setelah ditunjuk langsung oleh Perdana Menteri yang baru, Pohiva Tu’i’onetoa, yang bisa menunjuk hingga empat menteri dari luar parlemen terpilih, termasuk Dr. Tu’ipulotu.

Dr. Tu’ipulotu mendapatkan gelar doktoralnya dalam bidang keperawatan dari University of Sydney dan ingin meningkatkan penyediaan layanan kesehatan di Tonga.

Dia berkata kepada situs web Pemerintah Australia, mengenai dirinya sendiri, bahwa “pekerjaan dan visi doktoral saya ke depan adalah membangun fondasi keperawatan, sehingga profesi keperawatan dapat memberikan layanan kesehatan terbaik bagi orang-orang Tonga.”

Meski kesenjangan dalam ketidaksetaraan gender di Tonga masih lebar, pada 2020, lebih banyak perempuan yang berupaya melanjutkan kehidupan mereka ke profesi-profesi yang umumnya lebih didominasi oleh laki-laki. (Matangi Tonga)

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply