Menteri di Samoa tolak jawab pertanyaan kekerasaan terhadap anak

Anggota Komite Hak-Hak Anak dan pembicara di pertemuan Konvensi Hak-Hak Anak PBB bersiap-siap untuk diskusi. - Samoa Observer/ Francis Selesele
Anggota Komite Hak-Hak Anak dan pembicara di pertemuan Konvensi Hak-Hak Anak PBB bersiap-siap untuk diskusi. – Samoa Observer/ Francis Selesele

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Apia, Jubi – Menteri Kehakiman Samoa pada Senin (2/3/2020), menolak ketika diminta pandangannya mengenai kebijakan-kebijakan yang ada, untuk melakukan intervensi terhadap KDRT di keluarga-keluarga Samoa, dengan alasan dia tidak memiliki data tentang KDRT di tangannya.

Read More

Dalam konferensi Konvensi Hak-Hak Anak PBB yang diadakan di negara itu, anak-anak Samoa berulang kali mendesak adanya keadilan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) atau child street vendors dan teman-teman sebaya mereka yang menjadi korban kekerasan, baik di rumah maupun di sekolah.

Namun Menteri Kehakiman, Faaolesa Katopau Ainu’u, menjawab bahwa tanpa data yang akurat di hadapannya, dia tidak dapat memberikan komentar mengenai apakah orang-orang dewasa di Samoa serius dalam menegakkan hak-hak anak.

“Saya sungkan untuk menjawab pertanyaan itu pada saat ini,” katanya.

Ketika didesak, Faaolesa menerangkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak-anak harus dinilai secara individual – dan sering kali ditentukan oleh teknik pengasuhan anak oleh setiap orang tua.

“Saya akan mengartikan itu sebagai upaya orang tua untuk mendisiplinkan anak-anak mereka. Menurut saya beberapa anggota masyarakat bisa menafsirkan tindakan-tindakan seperti itu, yang dilakukan oleh orang tua saat mendisiplinkan anak-anak mereka, sebagai kekerasan. Itu benar-benar tergantung pada situasi,” tuturnya.

“Semua orang tua di Samoa tidak memiliki keinginan untuk menjauhkan anak-anak mereka dari sekolah. Itu tidak terjadi di Samoa, saya yakin itu.”

Menteri tersebut adalah satu-satunya wakil Pemerintah Samoa pada panel konferensi pers yang mencakup anggota-anggota dari Komunitas Pasifik (SPC), PBB, dan Komite Hak-Hak Anak.

Di ruangan lain dari Taumeasina Island Resort pada Senin, 100 anak-anak hadir dalam sesi tanya jawab antara mereka dan anggota Komite Hak-Hak Anak lainnya tentang realitas kehidupan mereka.

Anggota-anggota  komite menanyai anak-anak tentang akses mereka kepada pendidikan, makanan, dan air bersih, hubungan mereka dengan agama, dan kekerasan.

Seorang anak mengatakan kepada komite bahwa kekerasan fisik adalah bagian dari ‘rutinitas sehari-harinya.’

Berbicara kepada Samoa Observer setelah sesi itu, Pejabat Plt. Hakim Agung Samoa, Vui Clarence Nelson, yang juga merupakan anggota Komite itu, berkata ia merasa hal itu meresahkan.

“Untuk mendengarkan seorang anak berkata bahwa hukuman fisik adalah rutinitas sehari-hari? Dan itu adalah kata yang dia gunakan, tidak hanya setiap hari, tetapi itu adalah rutinitas. Jadi baginya, seperti menyikat gigi dan mencuci wajahnya di pagi hari, adalah menerima pukulan pagi yang ia terima. Dunia seperti apa ini ketika anak-anak dipukuli sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari mereka. Tidak, tidak, tidak, ini harus dihentikan,” tegasnya.

Pada akhir 2018, penelitian Ombudsman Samoa mengenai prevalensi KDRT di Samoa mengungkapkan bahwa kekerasan telah menjadi hal biasa, terutama terhadap orang muda, sehingga hanya sedikit korban yang menyadari bahwa mereka disakiti.

Ombudsman Maiava Iulai Toma berkata hal ini menyebabkan anak-anak menjadi kebal terhadap masalah tersebut. “Sebagai hasilnya, anak-anak kita tumbuh terbiasa dengan kekerasan fisik sebagai tanggapan yang diterima dalam situasi kehidupan sehari-hari.” (Samoa Observer)

Editor: Kristianto Galuwo 

Related posts

Leave a Reply