Papua No. 1 News Portal | Jubi
Butuh waktu serta energi ekstra untuk menembus jalur Teluk Bintuni-Manokwari Selatan. Berikut catatan perjalanan Jurnalis Koran Jubi, saat menjajal jalur darat tersebut, pekan lalu.
KENDARAAN yang kami tumpangi melaju dari Manokwari sekitar pukul 14.30 Waktu Papua. Sekira empat jam kemudian, tiba di Kampung Mameh, Distrik Tahota, Manokwari Selatan
Mobil bergardan ganda tersebut berhenti pas di ujung jalan berlumpur. Supir memutuskan menghentikan laju kendaraan karena tidak ingin ambil risiko. Dia ogah terjebak di tengah kemacetan parah.
Di depan kami, sederetan mobil mengantre untuk melintas. Dua mobil yang terperosok di kubangan lumpur menghalangi mereka.
Perjalanan lantas dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh sekitar 1 kilometer. Kami harus mengarungi kubangan berlumpur tebal dan licin sebelum mendapat tumpangan kendaraan.
Perjalanan berikutnya pun tidaklah mulus. Mobil sempat tertahan sekitar dua jam. Supir harus berjibaku untuk melepaskan kendaraan dari perangkap lumpur sebelum memasuki wilayah Isim. Isim merupakan distrik terakhir di Manokwari Selatan sebelum memasuki wilayah Teluk Bintuni.
Karena berjibaku dengan lumpur tebal, kampas rem kendaraan menjadi aus. Supir pun menepikan mobil untuk menganti kampas rem di kawasan perkantoran Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni. Saat itu, waktu telah beranjak ke Minggu dini hari, 15 Juni 2019.
Perjalanan akhirnya dilanjutkan hingga tiba di penginapan sekitar sejam kemudian. Kami pun beristirahat setelah menempuh perjalanan melelahkan selama kurang lebih 13 jam dari Ibukota Papua Barat, Manokwari.
Tuntas tahun ini
Perjalanan kami sejatinya hanya diniatkan menjajal jalan Trans Papua lintas Manokwari-Bintuni. Kami yang terdiri delapan jurnalis dari berbagai media ingin melihat dan merasakan langsung kondisi jalan, terutama perlintasan di Kampung Mameh. Jalan sepanjang 5 kilometer tersebut selama ini menjadi momok bagi warga maupun pelintas karena kondisinya rusak berat.
Setelah cukup beristirahat, kami pun berencana balik ke Manokwari pada Senin. Namun, sebelum itu, kami menyempatkan diri meliput upacara Hari Jadi ke-16 Kabupaten Teluk Bintuni. Acara tersebut dihadiri Wakil Gubernur Papua Barat Muhammad Lakotani.
Kesempatan itu pun tidak disia-siakan. Serentetan pertanyaan mengenai nasib jalan di Kampung Mameh kami ajukan kepada Lakotani.
“Tahun ini jalan itu harus tuntas (selesai dikerjakan). Saya baru tahu ternyata jalur tersebut sudah memakan empat korban jiwa,” tegas Lakotani.
Lakotani menolak ajakan kami untuk bersama-sama menempuh jalur darat saat perjalanan pulang dari Bintuni. Dia memilih tetap menggunakan jalur udara dengan alasan masih harus menghadiri agenda lain di Manokwari.
“Kemarin, Pak Gubernur (Dominggus Mandacan) lewat jalur darat. Hampir sembilan jam terjebak di Mameh,” ujar Lakotani.
Jalan ditutup
Kondisi jalan di perlintasan Mameh-Bintuni masih dalam tahap pengerasan. Jalan pun seketika menjelma menjadi kubangan raksasa sewaktu musim penghujan.
“Pengerasan jalan terhambat oleh faktor alam (kondisi cuaca). Selain itu, jalan langsung dilewati kendaraan begitu selesai ditimbun sehingga materialnya tergerus,” kata Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah Bintuni, Benyamin Pesurnay.
Untuk mempercepat pengerjaan pengerasan jalan, PJN Bintuni akhirnya membatasi mobilisasi kendaraan di jalur tersebut. Mereka memberlakukan sistem buka-tutup setiap hari sejak pekan lalu.
“Jalur Mameh-Bintuni akan ditutup selama pengerasan jalan berlangsung. Kecuali, pada pukul 06.00-08.00, dan 16.00-18.00 (Waktu Papua),” jelas Benyamin.
Benyamin menambahkan saat ini hanya tersisa sekitar 1,5 dari 5 kilometer jalan yang masih berkubangan lumpur di Kampung Mameh. Dia memperkirakan keseluruhan ruas jalan tersebut sudah bisa dilalui kendaraan tanpa kendala pada pekan depan.
“Pengerasan jalan dipercepat untuk pengaspalan. Sejumlah alat berat sudah disiapkan untuk mempercepat pekerjaan,” ujar Benyamin. (Bersambung)
Editor: Aries Munandar