Menjadi Guru Adalah Panggilan Hati

Ratusan guru di Kabupaten Jayapura ketika mengikuti upacara bendera dalam rangka HUT ke-70 PGRI di Gunung Merah, Rabu (25/11/2015)
Ratusan guru di Kabupaten Jayapura ketika mengikuti upacara bendera dalam rangka HUT ke-70 PGRI di Gunung Merah, Rabu (25/11/2015) – Jubi/Engel Wally

Sentani, Jubi – Menjadi seorang guru adalah panggilan hati, bukan karena motivasi untuk mendapatkan bayaran (gaji) yang besar.

Hal itu dikatakan salah seorang guru yang mengabdi di pedalaman Kabupaten Jayapura, Papua, Jimmy Fitowin kepada Jubi di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, usai upacara peringatan ulang tahun ke-70 tahun Persatuan Guru-guru Republik Indonesia (PGRI).

Ia bahkan menyayangkan sejumlah guru di Kabupaten Jayapura yang pindah ke daerah lain karena iming-iming gaji besar.

“Menurut saya hal ini sangat keliru, kenapa kita mau susah-susah ke daerah lain untuk mengabdikan diri kita di sana sementara anak-anak kita di sini masih membutuhkan tenaga kita? Intinya menjadi guru adalah panggilan hati,” katanya.

“Makanya kami disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa,” jelasnya.

Peringatan HUT ke-70 PGRI di Kabupaten Jayapura diperingati dalam sebuah upacara bendera di halaman upacara kantor bupati Gunung Merah, Sentani.

Bupati Jayapura, Mathius Awoitau, yang bertindak sebagai inspektur upacara, ketika membacakan sambutan Ketua PGRI Pusat, Dr. Sulistyo mengatakan, persatuan guru lahir karena adanya kesadaran dari para tenaga pendidik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara 70 tahun lalu di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kala itu juga disebut sebagai kongres guru pertama.

Dengan melatarbelakangi semangat kemerdekaan negara Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, maka persatuan guru dengan semua komponennya hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.

Memasuki 70 tahun HUT PGRI, adalah usia yang matang menjadi sebuah organisasi profesi, organisasi ketenagakerjaan, organisasi perjuangan, dan organisasi tenaga pendidik lainnya.

“Dalam usia yang matang ini, PGRI berkewajiban mengangkat harkat dan martabat serta jati diri para guru, tenaga pendidik, yang tergabung dalam organisasi perjuangan, organisasi profesi, serta organisasi ketenagakerjaan,” kata Mathius.

Ia melanjutkan, PGRI mesti bersyukur karena sudah ada pengakuan dari pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden nomor 78 tahun 1994 tentang hari guru nasional tanggal 25 November.

“Penetapan ini bukanlah sebuah ketetapan yang bersifat kebetulan, tetapi penetapan dan pengakuan hari guru nasional lahir dari dari sebuah perjuangan yang bersifat sistematis dan komprehensif bagi semua guru. Oleh sebab itu, memasuki era globalisasi yang kian meningkat saat ini, semua guru diharapkan dapat bekerja keras sesuai dengan tupoksinya guna mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara yang kita cintai ini,” katanya. (Engel Wally)

Related posts

Leave a Reply