Mengutuk Trump, dari Paus hingga partai komunis Israel

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal Yerusalem pada 6 Desember lalu, telah membakar kemarahan di seluruh dunia. Kini setiap perbedaan bersatu mengutuk Trump. Masyarakat dari berbagai negara dan kalangan seperti Palestina, Arab, umat muslim di dunia, hingga kelompok pendukung Palestina menggemakan protes terhadap pengumuman itu.

Aksi unjuk rasa pun pecah di berbagai negara dari Maroko sampai ke Indonesia. Demonstrasi serupa juga terus berlanjut di Gaza dan Tepi Barat hingga sekarang. Para demonstran Palestina menuntut agar keputusan Trump soal status Yerusalem sebagai ibu kota Israel dicabut. Selama berunjuk rasa, mereka terlibat bentrokan dengan pasukan militer Israel.

Banyak peristiwa direkam oleh wartawan melalui gambar maupun video selama masa unjuk rasa. Pemandangan mengejutkan muncul di media sosial seperti anak-anak Palestina yang ditangkap, diborgol, ditutup matanya, hingga dipukul oleh pasukan keamanan.

Salah satu kasus yang menjadi ikon dan berhasil diabadikan lewat foto menimpa remaja Palestina, Fawzi al-Junadi. Fawzi seorang diri dikelilingi oleh 22 tentara Israel bersenjata berat di Kota Hebron, Tepi Barat. Meski sendiri dan dalam kondisi terancam nyawanya, Fawzi tidak tampak gentar sedikitpun.

Aksinya itu kemudian dijadikan simbol demonstrasi Yerusalem dan menjadi inspirasi bagi para seniman dan kartunis internasional untuk menciptakan karya.

Kasus lain yang menarik perhatian publik dialami oleh Abu Thurayya. Pria yang kehilangan kedua kaki dan salah satu penglihatannya karena serangan Israel pada 2008 lalu itu menjadi orang paling vokal menyuarakan protes terhadap keputusan Trump.

Dalam sebuah wawancara di mana terlihat dirinya mencoba merangkak ke atas dan mengibarkan bendera Palestina mengundang kekaguman luar biasa dari publik. Bahkan kurang dari 24 jam setelah dipublikasi, video tersebut sudah dilihat sebanyak puluhan ribu kali.

Perekam video yang merupakan wartawan Palestina, Muthanna al-Najjar, mengungkapkan bahwa sejak mengunggah kisah hidup Thurayya di media sosial, akunnya kerap menjadi target dari para peretas. Namun dia mengaku tidak takut atau terbebani. Sebab dirinya ingin seluruh dunia tahu apa yang sesungguhnya dialami oleh rakyat Palestina.

"Masyarakat internasional kini jadi tahu keadaan kami. Terlebih kami pun mendapat pelatihan khusus dari pusat media dan institusi pendidikan untuk menjadikan kami wartawan yang kredibel dan hanya mengunggah berita asli yang akurat," tambahnya.

Media sosial seperti Facebook, Twitter dan YouTube dijadikan alat yang luar biasa oleh orang Palestina untuk memancing dunia melihat mereka. Berkat teknologi ini, rakyat Palestina membuat suara mereka terdengar, penderitaan mereka disorot, dan mata dunia terbuka.

Paus Fransiskus dan Raja Abdullah mengatakan keputusan Presiden Amerika Serikat dengan mengakui status Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel berbahaya bagi proses perdamaian di Timur Tengah.

Paus bertemu dan berbincang -bincang sekitar dua menit pada Selasa, 19 Desember 2017.

"Kedua tokoh membicarakan upaya mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah terutama terkait dengan Kota Yerusalem dan peran Dinasti Hashemit sebagai Penjaga Tempat Suci." begitu bunyi pernyataan resmi Vatikan.

Raja Abdullah merupakan pewaris dari Dinasti Hashemit, yang bertugas menjaga tempat suci Muslim di Kota Yerusalem. Ini membuat Amman sensitif terhadap perubahan status dari kota yang sedang dipersengketakan itu.

Paus Fransiskus meminta semua pihak menghormati status quo dari Kota Yerusalem sesaat setelah Trump mengumumkan keputusannya untuk mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump itu menimbulkan ketegangan baru di Timur Tengah, yang sedang dalam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

Partai Komunis Israel atau yang dikenal dengan nama Maki mengutuk Trump karena pengakuan status Yerusalem berarti melancarkan serangan terhadap hak-hak rakyat Palestina serta mengacaukan proses perdamaian antara Israel-Palestina yang sudah berlangsung puluhan tahun.

“Sebuah perdamaian yang adil berdasarkan resolusi PBB yang diadopsi sebagian besar negara dan mayoritas masyarakat di seluruh dunia,” cantum Maki di laman resminya, Jumat (15/12/2017).

Maki menyerukan komunitas internasional untuk menghadapi kebijakan Trump hingga benar-benar dicabut. Maki telah menggandeng Partai Komunis Palestina, dan berharap agar komunitas internasional juga turut memberikan tekanan yang sama.

Perserikatan Bangsa-Bangsa bakal menggelar sidang umum istimewa pada Kamis, 21 Desember 2017, untuk membahas isu status Kota Yerusalem seperti diminta sejumlah negara Arab dan Muslim.

Sidang istimewa ini digelar setelah Dewan Keamanan PBB menggelar sidang untuk meloloskan draf resolusi yang melarang perubahan status Kota Yerusalem pada Senin, 18 Desember 2017. 14 negara anggota DK PBB menyetujui dengan satu menolak lewat veto yaitu Amerika Serikat.(*)

Sumber: Merdeka.com/Tempo.co/Tirto.id

 

Related posts

Leave a Reply