Mengungkap dugaan penyelewengan Rastra

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Merauke, Jubi – Kampung Bersehati Erom, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke memiliki 260 kepala keluarga. Warga yang tinggal di kampung tersebut adalah masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengikuti program transmigrasi puluhan tahun silam.

Mata pencarian masyarakat setempat umumnya bertani padi, umbi-umbian maupun jagung. Meskipun kebutuhan setiap hari terpenuhi, namun warga setempat masih menggantungkan harapan beras sejahtera (rastra) pemerintah.

Hanya saja, pembagian rastra  tahun 2017 silam, menuai pro-kontra. Pasalnya, Kepala Kampung Bersehati Erom, Ignasius Tana disinyalir ‘bermain mata’ dengan beberapa warga setempat , menjual  sebagian rastra kepada orang lain.

Akibatnya, jatah rastra yang harus diterima semua masyarakat di kampung tersebut terpotong. Konflik antara kepala kampung bersama warga setempat terjadi.

Sekretaris Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) Kampung Bersehati Erom, Florianus Bari kepada Jubi Senin (22/1/2018) menuturkan, sesuai Pagu yang diperoleh, dalam tiga bulan sekali, jatah rastra yang harus diterima masyarakat 9 ton. Dengan demikian, dalam setahun, rastra yang ditebus di Bulog Sub Divre Merauke 27 ton.

Sementara dalam pembagian  kepada masyarakat untuk tiga bulan sekali, katanya, hanya 30 kilogram. Harusnya 45 kilogram, karena dalam satu karung berisi 15 kilogram. Jatah rastra warga, tak diterima utuh.

“Selama ini, kami hanya memantau dan mengikuti saja. Namun, persoalan it mencuat ketika jatah rastra triwulan IV yakni bulan Oktober hingga Desember 2017,. Satu ton dijual kepala kampung ke tempat penggilingan,” ujarnya.

Akhirnya terungkap, selama triwulan I, III sampai III, ternyata kepala kampung bekerjasama dengan beberapa tempat penggilingan untuk menjual rastra  sebanyak 3 ton.

“Kami sudah menemui salah satu pengusaha penggilingan padi dan bersangkutan mengakui telah membeli rastra dari kepala kampung,” ujarnya.

Dikatakan, pihaknya tidak mengetahui secara pasti uang dari penjualan rastra yang dilakukan kepala kampung. Tetapi jelasnya, masyarakat telah dirugikan. Karena adanya pemotongan rastra setiap karung sebanyak 5 kilogram. Padahal, harus 15 kilogram diterima utuh, sesuai besarnya uang yang disetor warga.

Konflik kemudian diselesaikan dengan menghadirkan Kepala Distrik Tanah Miring. Saat itu, kepala kampung bersedia mengganti jatah rastra yang dijual.

“Kami belum tahu apakah rastra yang jumlahnya sangat banyak itu,  telah diganti atau belum. Sebagai Basmuskam, saya akan terus mengawasi. Karena jatah rastra adalah milik masyarakat yang harus diberikan,” tegasnya.

Bari juga mengaku, telah ada komitmen bersama antara kepala kampung bersama masyarakat setempat. Kedepan, penyaluran rastra  dilakukan secara transparan.

“Jika kepala kampung masih mengulangi perbuatannya dengan menjual rastra milik masyarakat, kami akan mengambil langkah hukum melaporkan bersangkutan kepada polisi agar diproses secara hukum,” ungkapnya.

Kepala Kampung Bersehati Erom, Ignasius Tana mengakui ada persoalan tentang penyaluran rastra, sehingga sempat membuat hubungan antara Bamuskam bersama aparatur kampung serta masyarakat setempat, kurang harmonis.

“Jadi, saya menebus dengan uang pribadi dan mengalihkan dengan menjual kepada salah seorang pengusaha penggilingan. Itu karena warga tak menyetor uang saat akan menebus beras,” katanya.

“Saya jelaskan juga  kepada Bamuskam bahwa puluhan karung beras, saya jual ke pengusaha. Karena saya menebus di Bulog Sub Divre melalui distrik, menggunakan uang pribadi. Kalau masyarakat tidak terima dengan cara yang saya lakukan, silahkan saja,” tuturnya.

Ditanya kalau pada penyaluran sebelumnya juga rastra 1 ton tak diberikan kepada masyarakat, Ignasius mengakui. Itu karena masyarakat tak menyetor uang juga. Sehingga ia harus mencari jalan dan meminjam uang kepada orang lain agar dibawa ke distrik.

“Seingat saya, pernah ada kekurangan uang sampai Rp2 juta lebih. Sehingga saya meminjam kepada salah seorang warga di kampung dengan jaminan, setelah rastra diambil dari Bulog, akan diberikan kepada warga itu dengan menyesuaikan uangnya,” kata dia.

Penjelasan kepala kampung membuat warga berang. “Ya, saya terima dan mungkin itu adalah kesalahan yang saya lakukan,” katanya polos.

Terhadap permasalahan tersebut,Ignasius mengaku telah dipanggil Kepala Distrik Tanah Miring dan membuat surat pernyataan pengembalian beras yang terlanjur dijual.

“Saya sudah tindaklanjuti dengan mendistribusikan sebagian beras kepada masyarakat. Sebagian belum disalurkan, karena masih ada beberapa kesibukan yang harus diselesaikan,” katanya.

Dia juga mengaku, konflik intern bersama Bamuskam dan warga telah berakhir dan tak ada persoalan. “Kami semua sudah berdamai dan saya berjanji ke depan, penyaluran rastra dilakukan secara transparan,” ujarnya.

Sementara Kepala Distrik Tanah Miring, Risky Firmansyah yang dihubungi melalui telepon seluler mengatakan, data rastra tahun 2017, masih di kantornya. Saat ini, ia sedang mengikuti kunjungan kerja Wakapolda Papua bersama Bupati Merauke, Frederikus Gebze di salah satu kampung.

“Saya akan berikan data setelah pulang melakukan kunjungan kerja,” katanya.

Namun demikian, Risky membenarkan kalau ada sedikit persoalan penyaluran rastra di Kampung Erom Bersehati, tetapi telah dilakukan penyelesaian.

“Kepala kampungnya saya panggil sekaligus meminta klarifikasi tentang persoalan tersebut. Bamuskam di kampung itu bersama warga sudah duduk bersama kepala kampung  dan membicarakan dengan baik,” tuturnya. (*)

Related posts

Leave a Reply