Papua No. 1 News Portal | Jubi
Oleh: Imanuel H. Mimin
Artikel ini akan membahas secara singkat tentang keberadaan suku yang telah sekian lama mendiami wilayah sentral dataran tinggi pulau Papua, tepatnya di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Letak geografisnya persis di pertengahan perbatasan negara Indonesia dengan Papua Nugini (PNG). Pembahasannya menyangkut arti nama, asal-usul manusia, dan bahasa suku secara singkat salah satu suku, yaitu suku Ngalum Ok (dibaca ok, bukan oke).
Arti Ngalum Ok
Dari sekian banyak suku bangsa dan bahasa di Tanah Papua, Kabupaten Pegunungan Bintang memiliki tujuh suku yakni suku Ngalum, Ketengban, Murop, Lepki, Arintap, Kimki, dan Yetfa. Bahasanya berbeda-beda. Suku-suku tersebut sudah sekian mendiami wilayah sentral dataran tinggi pulau Papua. Pada artikel ini, penulis hanya menjelaskan salah satu suku, yaitu suku Ngalum Ok.
Menurut mitos penamaan suku Ngalum Ok mempunyai arti yang luas, namun terlepas dari kata Ok arti dari kata Ngalum adalah penyebutan masyarakat setempat untuk menyebut sesama mereka yang tempat tinggalnya ke arah bagian timur melewati batas wilayah negara Indonesia sampai di Telefomin Papua Nugini. Contohnya, orang Oksob dan Oksibil menyebut orang Okbibab adalah orang Ngalum. Orang Okbibab menyebut orang Kiwirok adalah orang Ngalum danseterusnya menuju ke arah timur Pegunungan Bintang sampai di Telefomin.
Penyebutan ke bagian timur, jika dilihat dari peta Pegunungan Bintang atau peta pulau Papua secara keseluruhan, penyebutan suku ini (Ngalum) mulai dari bawah kaki gunung Aplim-Apom (Puncak Mandala), terus ke arah timur sampai di Telefomin (Papua Nugini). Itu semua disebut Ngalum atau suku Ngalum. Daerah wilayah masyarakat adat suku Ngalum. Sedangkan ke arah barat dari batas puncak gunung Aplim-Apom sudah masuk dalam wilayah suku Ketengban, ke arah selatan suku Murob, ke arah utara suku Kimki, suku Lepki, dll.
Sedangkan pengertian kata Ok mempunyai arti tersendiri. Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, maka arti dari kata Ok adalah air.
Pada umumnya kehidupan masyarakat suku Ngalum bertempat tinggal di pinggiran-pinggiran sungai, kali atau tempat yang ada mata airnya. Intinya lokasi yang mereka tinggal dekat dengan air. Oleh karena itu, penamaan nama suku Ngalum ditambah dengan kata Ok yang berarti air. Jadi, suku Ngalum Ok bisa diartikan sebagai “manusia air” atau manusia yang hidupnya mencari air. Kata Ok juga mempunyai makna filosofis, teologis, ekologis, dan ekonomis (Sitokdana 2016).
Dalam keseharian manusia membutuhkan air. Sama halnya dengan masyarakat suku Ngalum, yang juga hidup membutuhkan air dalam keseharianya.
Bagi masyarakat suku Ngalum, air adalah sumber kehidupan. Ok (air) mendatangkan dan menciptakan kehidupan yang hakiki, yakni, kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, tanaman dan ternak, serta menciptakan pembaharuan, kesejukan, perdamaian, keselamatan, kesucian, ketabahan, ketentraman, kedewasaan, dan nilai-nilai hidup lainya (Sitokdana 2016). Maka dari itu, orang-orang yang berasal dari suku Ngalum Ok mempunyai karakter dalam keseharian hidup seperti air.
Yang dimaksudkan seperti air adalah karakter manusianya yang tidak suka mencari masalah, tidak suka membuat atau menimbulkan konflik dengan suku lain, tidak suka bermusuhan yang berkepanjangan, dan lain sebagainya. Keinginan mereka ialah selalu hidup berdamai dengan orang lain di sekitar lingkungan yang mereka tinggal.
Asal-usul manusia suku Ngalum Ok
Sebelum mengenal agama, masyarakat suku Ngalum sudah mempunyai ajaran dan kepercayaan yang diyakini secara turun-temurun dalam adat-istiadat mereka. Menurut mitos penciptaan yang diyakini suku Ngalum, bahwa manusia pertama mereka diciptakan oleh “atangki” di puncak gunung Aplim-Apom (kini disebut Puncak Mandala). Oleh karena itu, gunung Aplim-Apom adalah gunung yang sakral bagi masyarakat setempat (suku Ngalum). Bahkan kepercayaan terhadap adanya penciptaan manusia pertama di puncak gunung Aplim-Apom pun dipercayai juga oleh masyarakat suku yang lainnya di Pegunungan Bintang.
Nenek moyang mereka diciptakan oleh Atangki. Atangki adalah penyebutan dalam bahasa suku Ngalum untuk menyebut Sang Maha Pencipta. Yang sekarang kita kenal sebagai Allah.
Dengan demikian, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa masyarakat suku Ngalum bukanlah orang-orang yang berpindah-pindah tempat atau orang-orang yang datang dari tempat lain dan menetap di Pegunungan Bintang. Mereka adalah masyarakat asli (pribumi) negeri Aplim-Apom yang mempunyai tanah, hak ulayat, dan sudah bersahabat dengan alam sekitar. Mereka mempunyai budaya (adat-istiadat) sebagai identitas. Ciri khas manusia Ngalum Ok.
Bahasa suku Ngalum
Pengertian bahasa secara umum, bahasa adalah alat komunikasi yang berupa bunyi. Tanpa bahasa manusia sulit dalam menjalankan komunikasi yang baik dengan sesama manusia lainnya. Seperti masyarakat Jawa, Kalimantan, Sulawesi, ataupun Maluku yang mempunyai bahasa daerahnya masing-masing. Demikian juga dengan suku Ngalum.
Bahasa suku Ngalum biasanya disebut “Ngalum Weng” artinya yaitu “bahasa Ngalum” dalam bahasa Indonesia. Sama seperti penyebutan umun dalam bahasa Indonesia untuk menyebutkan nama bahasa daerah suku di seluruh Indonesia.
Dalam bahasa suku Ngalum ada tiga dialek, yakni dialeg Okbibab, Oksibil, dan dialeg Kiwirok. Di dalam masing-masing wilayah seperti di Distrik Kiwirok masih ada sub-sub dialeknya. Namun, dalam artikel ini hanya dijelaskan secara umum seperti di atas.
Dalam bahasa suku Ngalum yang membuat unik dan berbeda, yaitu dalam cara pengucapan (dialek/aksen) yang berbeda-beda dari masing-masing tempat/daerah yang disebutkan di atas. Akan tetapi, maksud dan tujuannya tetap sama.
Beberapa contoh di bawah ini adalah penulisan dan pengucapan bahasa dalam tiga versi dengan dialeg/aksen yang berbeda.
- Saya datang
Okbibab: abendir
Oksibil: abendip
Kiwirok: abendi
- Memanggil seeorang
Okbibab, Oksibil dan Kiwirok: Abe
- Mereka datang
Okbibab: abendip
Oksibil: abendirip
Kiwirok: abendip
- Memotong atau memutuskan
Okbibab: sakwon
Oksibil: sakwon
Kiwirok: hakwon
Dari contoh di atas, ada yang sama pengucapan dan penulisannya, dan yang beda. Untuk dialek Oksibil dan Okbibab pada umumnya hampir sama. Hanya dialek Kiwirok yang sedikit berbeda. Dialeg Oksibil dan Okbibab biasanya mengunakan huruf (s dan r), sedangkan untuk Kiwirok kebanyakan mengunakan huruf “h”. Dalam dialek Kiwirok, baik penulisan maupun pengucapan huruf “s” dan “r” jarang ditemukan. Yepmum, Teleb, Lapmum Asbe, Yelako! (*)
Penulis adalah pemuda asal Pegunungan Bintang
Editor: Timo Marthen