Mengadu nasib di areal Bandara Nabire

nabire papua
Nurul sedang menyiapkan pesanan pembeli di dekat pagar areal parkir Bandar Udara Nabire, Papua. – Jubi/Titus Ruban.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi — Teriknya mentari tidak menyurutkan semangatnya untuk melayani setiap pembeli yang datang memesan menu di Bandara Nabire, Papua. Pria murah senyum asal Malang, Jawa Timur tersebut selalu ramah terhadap pembeli.

Dia bukan satu-satunya penjual di sana. Namun hampir sebagian besar pegawai Bandara Nabire, Papua, para sopir, dan pengunjung, sangat mengenalnya.

Read More

Dia adalah Muhammad Nurul Huda, 29 tahun. Ia menjual nasi gorong dengan harga satu porsi Rp18 ribu, mie kuah Rp18 ribu, dan bakso Rp15 ribu. Ini profesinya sejak lima tahun terakhir.

“Kadang kalau sepi pembeli saya akan mutar-mutar kompleks,” kata warga Nabire, Papua yang beralamat di Jalan Pemuda tersebut.

Nurul, tidak menyangka akan berjualan bakso di bandara seperti sekarang. Dulu dia bercita-cita menjadi polisi. Namun setelah lima kali ikut tes, selalu gagal. Tapi ia mengaku tidak kecewa, sebab bagi dia nasib seseorang telah menjadi garis tangannya.

Namun ia tetap bersyukur karena adiknya berhasil menjadi anggota TNI yang kini bertugas di Jayapura.

BACA JUGA: Enaimo, kios kerajian mama Papua di bandara Nabire

Setelah menikah ia melihat peluang berjualan bakso. Dengan bermodal sebuah gerobak dan perlengkapan, serta uang untuk bahan, ia berjualan keliling.

Merasa berjualan keliling membutuhkan tenaga lebih ekstra, ia ingin berjualan tetap di satu tempat, lalu melihat peluang berjualan di areal Bandara Nabire, Papua. Waktu itu belum ada yang berjualan bakso di sana.

Nurul meminta izin kepada petugas bandara dan akhirnya diberikan sedikit tempat di salah satu sudut bandara, tepatnya di dalam pagar di pintu keluar.

Menurut ayah satu anak ini, hasil dari berjualan di bandara naik-turun seirama padatnya penumpang. Jika sedang ramai, pendapatan kotor bisa Rp800 ribu per hari. Jika pendapatannya sebanyak itu, keuntungan bersih sekitar Rp200 ribu. Namun jika sepi, pendapatannya hanya Rp500 ribu. Keuntungan sudah pasti juga turun.

Ia merasakan pahitnya berjualan di bandara ketika pandemi Covid-19 merebak yang menyebabkan penerbangan sempat dihentikan sementara. Ia kehilangan pembeli dan sempat panik karena tak ada pemasukan.

“Waktu itu memang tidak bisa kerja sama sekali, di rumah saja, tapi alhamdulillah sejak bandara sudah buka kembali, walaupun pemasukan sedikit tak apa-apa,” ujarnya.

Nurul mulai membuka jualannya pada pukul 8 pagi hingga tutup sore hari.

Ia mengaku tidak pernah kecewa dan mengeluh dengan kondisi yang dihadapi. Apapun pekerjaan yang penting dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan tabah.

“Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, kemungkinan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain, sehingga satu-satunya adalah bertahan dengan apa yang dimiliki,” katanya.

Dari penghasilannya dia mengaku cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya.  Terutama kebutuhan membayar kos-kosan, keperluan anaknya yang masih bayi, dan istrinya.

Kalep, sopir di Bandara Nabire mengaku senang bergaul dengan Nurul.

“Kehadirannya sangat membantu, terutama untuk masalah ‘jawa tegah’ (perut lapar-red) ketika siang,” ujarnya.

Bagi Kalep, Nurul bisa diajak kompromi. Jika belum memiliki uang, ia bisa memesan dulu seporsi bakso atau nasi goreng dan membayarnya ketika memiliki uang.

“Lagi pula, dia ramah dan suka senyum, sudah seperti saudara sendiri,” katanya.

Ada sejumlah pedagang lain di Bandara Nabire selain Nurul. Seorang penjual jeruk dan beberapa warung kopi dan rokok. Aktivitas mereka sama, yakni berjualan dari pukul 8 pagi hingga pukul 3 sore.

Sumarni, pedagang jeruk, menjual jeruk seharga Rp10 ribu per kilogram. Buah itu ia peroleh dari petani jeruk seharga Rp400 ribu per peti.

Ia mengaku pendapatannya tidak menentu. Sebab tidak semua penumpang yang naik atau turun pesawat akan membeli jeruknya.

Sehari ia berhasil menjual jeruknya 20 hingga 30 kg. Terkadang juga lebih. Pendapatannya per hari sekitar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

“Ini nasib-nasiban, kalau ramai biasanya bisa dapat Rp500 sehari, tapi itu sebulan paling hanya dua atau tiga kali, hari lainnya sama saja,” ujarnya.

Selain penjual bakso dan jeruk, ada sejumlah pedagang lainnya menggadu nasib di areal Bandara Nabire yang tidak terlalu besar itu. Ada warung kopi dan teh. Juga ada warung rokok dan lainnya. Mereka ada yang menempati areal khusus toko milik bandara.

Selama pandemi, para pedagang diwajibkan mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Meski begitu ada sebagian yang mengabaikannya.

Bandara Nabire sudah dibuka pada pukul 5 pagi. Bandara tutup setelah pesawat terakhir berangkat, yaitu Garuda Indonesia menuju Biak. Biasanya bandara tutup antara pukul 15.00 WIT hingga pukul 17.00 WIT.

Bandara Nabire didarati pesawat jenis ATR oleh penerbangan Garuda Indonesia, Wings Air, dan NAM Air. Selain itu Cessna dan Pilatus. Sedangkan Twin Otter melayani penerbangan untuk tujuan pedalaman. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply