Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pada ibadah Minggu, 8 Maret 2020, Pdt J Pantauw, Ketua Majelis Gereja Kristen Injili (GKI) Lembah Yordan Emereuw, mengatakan wargajemaat juga ikut bertanggung jawab dalam menunjuang pendidikan Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) di Tanah Papua yang genap berusia 58 tahun.
“Ya memang YPK lahir pada 8 Maret 1962 ,” katanya di ruang konsistori, Sabtu (7/3/2020) malam.
YPK sendiri sebelumnya bernama asli dalam bahasa Belanda, Stchting Voor Christelyk Onderwys, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Yayasan Persekolahan Kristen, lalu mengalami perubahan lagi menjadi Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua.
Usia ini memang sudah sangat dewasa dan memasuki usia lanjut, kalau memakai ukuran umur manusia. Tetapi bagi sebuah lembaga pendidikan Kristen di Tanah Papua sebenarnya masih perlu perjuangan memasuki pendidikan zaman millennial. Pasalnya, perjuangan untuk membangun pendidikan setelah Injil masuk di Pulau Mansinam, 5 Februari 1855, kemudian membukan pendidikan modern di Miei, Teluk Wondama.
Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) adalah salah satu yayasan yang menyelenggarakan pendidikan di Tanah Papua sejak misi pekabaran Injil dimulai. Lembaga ini juga sebagai peletak awal bagi landasan pembangunan manusia Papua.
Mengutip buku dari tim peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua mengangkat sisi lain dari dunia pendidikan di Tanah Papua dalam buku “Wondama, Tempat Pertama Pendidikan Modern Orang Papua (1924 – 1945)” menyebutkan pada 1925 pertama kali dibukanya sekolah pendidikan guru kampung di Wondama tepatnya di Kampung Miei Distrik Wasior Kota.
Lebih lanjut dijelaskan sekolah pendidikan guru di Miei ini khusus bagi putra-putra asal Papua di wilayah bagian barat dan utara Papua. Pembukaan sekolah guru ini untuk menjawab kebutuhan guru dengan dibukanya beberapa sekolah di kampung-kampung di Papua. Melalui lembaga pendidikan ini kelompok awal elit Papua yang bukan hanya menerima materi, secara perlahan-lahan mulai menyadari makna kepapuaan di antara mereka. Namun perlu ditegaskan bahwa pendidikan awal ini yang dilaksanakan hanya sebagai sarana untuk memperkenalkan dan menjadikan orang Papua menjadi Kristen.
Salah satu tokoh pendidik Papua jebolan Miei, mendiang Thom Wospakrik, kepada Jubi mengatakan Teluk Wondama alamnya sangat indah sehingga ketika Pdt IS Kijne hendak liburan ke Belanda selalu harus melihat dari jauh keindahan alam Teluk Wondama, “Paitua Kijne selalu mengajak saya untuk menemani Beliau,” kata Th Wospakrik kepada Jubi beberapa waktu lalu di Jayapura.
Kedekatan kedua tokoh pendidikan di Tanah Papua berlanjut di Serui. Saat itu Wospakrik mengajar di Opleiding VoorDorpsschool (ODO) sedangkan IS Kijne kepala sekolah dan juga direktur sekolah theologia Serui.
Tak sampai di situ, saat pemerintah Nederlands Nieuw Guinea membuka sekolah bistir pribumi atau dalam bahasa Belanda disebut Opleidingschool voor Omhee,sche Bestuurs Ambetenaren (OSIBA) di Kampung Yoka, Hollandia, Pdt IS Kijne justru ditunjuk menjadi Direktur OSIBA dan Th Wospakrik juga jadi staf pengajar di OSIBA. Para alumni OSIBA bisa dibaca dalam buku berjudul Bakti Pamong Praja Papua di era transisi kekuasaan Belanda ke Indonesia, oleh Dr Leontine Fisser.
Bahkan buku cerita kisah antara Thom dan Regie yang sangat terkenal di Tanah Papua karangan Pdt IS Kijne justru memakai nama Thom Wospakrik dan Regie nama isteri pendeta IS Kijne.
“Ya benar, dalam buku cerita itu Paitua Kijine juga ada punya burung Kasuari yang biasa kita panggil pit,” kenang mendiang Wospakrik.
Hubungan yang erat antara kedua tokoh pendidikan ini jelas memberikan banyak inspirasi bagi kemajuan pendidikan di Tanah Papua sejak pemerintahan Nederlands Nieuw Guinea terutama membangun suku bangsa di tengah keberagaman dalam satu asrama.
Hubungan kedua tokoh ini terputus, tatkala Belanda harus meninggalkan Papua dan pihak Gereja Kristen Injil (GKI) di Tanah Papua yang berdiri 26 Oktober 1956 harus pula memiliki lembaga pendidikan sendiri. Barulah 8 September 1962, Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) berdiri dan berkantor pusat di Hollandia atau Jayapura sekarang.
Salah satu prinsip yang selalu dipegang mendiang Th Wospakrik, setia terhadap pekerjaannya sebagai pendidik dan pengajar. Tak tergiur dengan jabatan maupun tawaran pekerjaan lain selain konsisten dengan YPK. Sebagai Ketua PSW YPK pada 1970-an hingga 1980-an tak sedikit tawaran jabatan. Salah satunya adalah menjadi Kepala Dinas Pendidikan Irian Jaya. Tawaran ini pun ditepis karena merasa terpanggil untuk setia bersama YPK.
Disiplin dan tegas sehingga tak heran kalau mendiang Th Wospakrik juga berhasil dalam mendidik kaum muda Kristen di Papua mulai dari Serui sampai ke OSIBA Hollanda. Puluhan bestur Papua yang kemudian menjadi Pamongpraja Papua adalah termasuk murid-murid dari Wospakrik dan IS Kijne.
Th Wospakrik yang menikah dengan Lidya Boekorsjom dan mempunyai sembilan anak. Sebagai seorang pendidik jelas sangat berpengaruh dalam mendidikan anak–anaknya dalam memajukan pendidikan di Tanah Papua.
Sebut saja alm Otto Wospakrik, dosen FISIP Universitas Cenderawasih, Ir Frans Wospakrik (alm) mantan Rektor Universitas Cenderawasih, dan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Piet Wospakrik, guru matematika di SMA Negeri 50 Jakarta Timur.
Salah satu putranya yang berprestasi di tingkat internasional sebagai ahli fisika teori dan menjadi dosen fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah Dr Hans J Wospakrik (alm), bahkan putrinya (cucu) Dr Marianette Wospakrik.
Marianette Octovina Wospakrik satu-satunya fisikawan Indonesia yang bekerja di Fermi National Accelerator Laboratory (Fermilab). Laboratorium ini terletak di Batavia, Illinois dekat Chicago. Fermilab merupakan Laboratorium Nasional Departemen Energi Amerika Serikat mengkhususkan dalam fisika partikel energi tinggi, dioperasikan untuk Departemen Energi oleh Universities Research Association (URA).
Selanjutnya kedua anak perempuannya, Dr Martha Wospakrik dan Dr Yossi Wospakrik, menjadi dosen di Sekolah Tinggi Thealogia IS Kijne Abepura-Jayapura. Selain itu Demianus Wospakrik almarhum seorang akuntan di Bandung, Telly Wospakrik (alm) staf pengajar di Balai Diklat Pemprov Papua, dan Mariana Wospakrik pensiunan ASN Dinas Parawisata Provinsi Papua.
Kini tokoh-tokoh pendidikan di Tanah Papua telah pergi untuk selamanya, tetapi warisan dan nilai-nilai moral yang telah ditanam tak pernah sirna dimakan waktu. Modernisasi pendidikan memang perlu selama tidak merugikan semua pihak terutama anak anak didik di tengah pengaruh teknologi dan tantangan jaman. Selamat Ulang Tahun YPK di tanah Papua. (*)
Editor: Dewi Wulandari