Papua No. 1 News Portal | Jubi
MENJADI mahasiswa perantau di kota lain tentu memiliki suka-duka. Begitulah yang dialami mahasiswa Papua, terlebih yang tinggal di asrama. Di daerah baru mereka jauh dari orang tua dan keluarga terdekat.
Untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, mereka dituntut kreatif dan mandiri. Tak hanya berjuang agar sukses di bangku kuliah, tapi juga menyambung hidup sehari-hari bagi mereka yang kekurangan biaya.
Salah satu usaha yang dilakukan mahasiswa dengan kondisi seperti ini adalah membuka kios berjualan makanan ringan dan minuman kecil-kecilan di asrama dan kampus.
Umumnya mereka membuka kios dari nol dengan modal seadanya. Namun dengan tekad yang kuat dan tekun mereka terus mengelola usaha mereka di sela waktu kuliah. Tidak selalu dilakukan satu orang, tetapi usaha terkadang juga dilakukan bersama.
Salah satu usaha kios yang dilakukan bersama adalah di Asrama Mahasiswa Yalimo di kota studi Manokwari.
Penghuni asrama bersama-sama membuka kios berjualan kebutuhan sehari-hari penghuni asrama. Mereka bersama-sama urunan memodali usaha tersebut.
Ewan Wantik, ketua kordinator wilayah yang membuka usaha kios tersebut, mengatakan usahanya berjalan baik dan kios tersebut dijadikan sebagai aset mahasiswa Yalimo di Manokwari.
“Kios tersebut berjalan sejak 2014, sering macet dan ditutup kurang lebih tiga tahun, namun tidak mengurangi semangat dan tekad kami, tahun ini sudah dibuka kembali dengan nama Kios Imyal,” kata Wantik.
Ia mengatakan dengan kehadiran usaha kios di asrama tersebut diharapkan dapat membantu kebutuhan makan-minum mahasiswa yang tinggal di sana.
“Ini juga akan membiasakan penghuni untuk tidak membeli barang di luar dari lingkungan asrama, karena mereka yang membeli di sini dari uang pribadi mereka akan masuk ke kas asrama, karena usaha kios ini milik asrama sehingga di kemudian hari uang tersebut digunakan untuk kebutuhan asrama,” katanya.
Ketua asrama, Victor Pawika, mengaktifkan kembali usaha kios dengan memberikan modal Rp 500 ribu. Ia berharap usaha kios tersebut bisa dijadikan aset asrama.
“Kios Imyal dikelola Toni Walilo, mahasiswa aktif semester empat, saya harap selain kuliah para mahasiswa ini juga belajar untuk mandiri dan membuka usaha seperti ini kelak,” ujarnya.
Kehadiran kios tersebut, katanya, akan sangat membantu keseharian makan dan minum penghuni asrama. Bahkan juga menyediakan keperluan lainnya seperti kedukaan dan kegiatan sosial lain di lingkungan asrama.
Ia berharap ke depan usaha kios tersebut menjadi tempat belajar mengelola usaha bagi mahasiswa di asrama agar bisa lebih membesarkan usaha.
Sementara di Kota Jayapura, seorang mahasiswi Poltekes di Padang Bulan yang aktif kuliah di kota studi Jayapura juga membuka usaha kios makanan dan minuman di depan asrama Rusunama Uncen.
Dia adalah Ice Alua, mahasiswi Poltekes asal Wamena. Bersama saudaranya mereka membuka usaha kios sejak 2014 dengan modal seadanya dari hasil jualan pinang.
“Kami tidak punya modal, awalnya uang dari hasil jualan pinang yang terus kami putar dan dari situ kami lengkapi barang-barang di kios satu-persatu,” katanya.
Ia bersama saudaranya membangun gubuk atap miring di pinggir jalan. Seperti halnya penghuni asrama lain yang membangun usaha kios demi mencukupi kebutuhan kampus dan makan dan minum di asrama.
“Usaha ini cukup membantu kebutuhan saya, terutama di kampus seperti untuk biaya fotokopi, uang taksi ke kampus, dan lainnya,” katanya.
Ia menambahkan dengan usaha yang dijalankan tidak terlalu besar namun setidaknya ia bersama saudaranya bisa belajar mandiri.
Dengan modal seadanya, usaha yang mereka jalankan sering jatuh bangun karena harus tutup ketika tidak punya modal. Setelah ada modal mereka kembali membuka kios tersebut.
“Untuk kebutuhan kecil kita tidak perlu mengeluh lagi ke orang tua di kampung, kasihan mereka, setidaknya kami bisa berusaha sendiri,” ungkapnya.
Selain kesibukannya di kampus, ia membagi waktu dengan saudaranya untuk bergantian menjaga kios.
“Barang-barang kios yang kami jual seperti pinang, rokok, barang instan, dan bumbu dapur, ada juga noken asli, karena sejauh ini pembeli adalah mereka dari penghuni asrama yang ada di sini,” katanya.
Karena keuntungan usahanya yang kecil langsung digunakan untuk menambah biaya pendidikan, usahanya tidak bergerak lebih maju. Tentu saja butuh modal lebih besar jika ingin memperbesar usahanya.
Namun usaha tersebut cukup membantu mereka lebih mandiri di kota studi. Lebih penting lagi, mereka tidak selalu memberatkan orang tua di kampung. (*)
Editor: Syofiardi