Papua No. 1 News Portal | Jubi
Di China, lima juta dari 1,6 miliar penduduknya menjadikan Pinang sebagai pengganti konsumsi rokok. Buah ini dikomsumsi seperti gula-gula karet. Para supir di Negeri Ginseng itu, bahkan mengonsumsinya supaya tidak ngantuk saat berkendara.
Rindengan Barlina, periset Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain
dalam “Peluang Pemanfaatan Buah Pinang Untuk Pangan” menulis, biji Pinang juga sudah dimanfaatkan sebagai salah satu bagian formulasi dari salah satu produk kosmetik. Fungsinya untuk menghilangkan sel-sel kulit yang mati.
Selain itu biji pinang dapat berfungsi sebagai pelangsing. Dzulkarnain dan Widowati (1994), telah melakukan pendekatan mekanisme penurunan berat badan melalui penelusuran sifat kandungan kimia. Ternyata zat samak (tanin) pada Pinang bersifat astringen; dapat mengendapkan protein mukus yang melapisi bagian dalam usus.
Lapisan ini sukar ditembus zat hingga terjadi hambatan penyerapan makanan, dengan demikian zat yang diserap berkurang dan mungkin akibatnya orang tidak menjadi gemuk.
Pemanfaatan biji Pinang sudah dikenal luas sejak ratusan tahun lalu. Budaya mengunyah Pinang ada di Papua, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Nangro Aceh Darusalam dan Sumatera Barat. Menurut Agusta (2007), diperkirakan populasi pengguna biji pinang secara berkala dalam berbagai bentuk sediaan mencapai sekitar 500 juta orang.
Baca Juga:Menimang kisah Pinang
Tidak main-main, Indonesia ternyata produsen kelima terbesar komoditas pinang di dunia setelah India, Taiwan, Myanmar dan Bangladesh. Seperti dilansir Food Agriculture Organization, pada 2014 produksi Pinang Indonesia tercatat sebesar 46,9 ribu ton.
Ada 14 provinsi di Indonesia yangjadi produsen Pinang. Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian mencatat, penyebaran tanaman Pinang (Areccha catechu L) di Indonesia dengan areal cukup baik terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Papua/Papua Barat.
Dikutip dari laman industry.co.id (7 April 2017) Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor terbesar pinang dunia. Komoditi dengan merek dagang Areca nuts dan berkode Harmonized System (HS) 080280 ini,sering diminta untuk keperluan upacara keagamaan atau dijadikan pewarna kain, diolah menjadi permen atau untuk kosmetika.
Sayang seribu sayang, meski menyandang predikat eksportir dan produsen terbesar dunia, Indonesia belum berperan sebagai penentu harga. Isu datangnya pembeli asing (terutama India) langsung ke petani Indonesia untuk membeli dan menentukan harga pinang.
Harga pinang jadi naik turun. Tergantung permintaan pembeli dan tingkat kualitas buah pinang yang dihasilkan.
Daya saing ekspor pinang Indonesia ke negara konsumen utama dunia masih rendah. Itu akibat pengenaan tarif masih tinggi, terutama di India. Padahal negara ini adalah konsumen terbesar pinang dunia. Tarif di negara tujuan utama ekspor Pinang menghambat dan menurunkan daya saing ekspor pinang Indonesia. Pinang di India dikenakan tarif 100 persen. Sementara itu dalam ASEAN India FTA, pinang termasuk dalam exclusion list.
Berbeda dengan perlakuan pinang yang didatangkan dari Sri Lanka, karena India mempunyai perjanjian South Asia Free Trade Agreement (SAFTA) dan India-Sri Lanka Free Trade Agreement (I-LK FTA), sehingga tarif impor India dari Sri Lanka untuk pinang adalah 0 persen.
Di seluruh dunia, pinang dari marga (genus) Areca di dunia ada 42 jenis. Indonesia punya 14 jenis. Di Tanah Papua ada 3 jenis. Jenis suku (famili) palem-paleman (Arecaceae) di dunia 2.800 jenis, Indonesia 750 jenis, dan tanah Papua 300 jenis.
Pada 2014 silam, ditemukan jenis pinang baru di Papua. Oleh penemunya, Charlie Danny Heatubun,Pinang itu dinamakan Areca Unipa alias Pinang Unipa. Berkat temuannya itu, Charlie jadi profesor Botani Hutan pada usia relatif muda, 39 tahun. Nama Unipa disematkan untuk menghormati perguruan tinggi tempat dia mengajar. Universitas Negeri Papua di Manokwari Papua Barat. Charlie juga jadi profesor tamu di Royal Botanic Gardens, Kew, di Inggris.
Jenis baru ini unik karena ternyata endemik; hanya ada di bagian kepala burung Papua. Pinang Unipa ditemukan di Desa Ayata, Aifat Timur, Kabupaten Maybrat, Papua Barat. Sebelumnya, orang sana menyebutnya srah owei knu.
Bentuknya potensial jadi tanaman hias. Ukurannya lebih kecil dibandingkan Pinang pada umumnya.
Pinang Unipa yang tumbuh liar ditemukan di hutan berbahan induk tanah batu bara. Lokasi hidupnya di radius 10 kilometer persegi. Populasinya sangat rendah, kurang dari 250 pohon dewasa. Pada satu plot 10 hektar hanya dijumpai dua tanaman pinang unipa dewasa. “Pembukaan lahan untuk tambang batu bara dan perkebunan sawit ditambah panen tradisional bisa menurunkan populasi,” kata Heatubun, sebagaimana dikutip dari dari laman Kompas.com (6/1/2014). (*)
Editor: Angela Flassy