Membangun toleransi di sekolah

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

TOLERANSI adalah sikap seseorang untuk memberikan kebebasan kepada orang lain dalam berpendapat dan memberikan kebebasan terhadap orang lain untuk menjalankan keyakinannya masing-masing, khususnya dalam aspek agama.

Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Jayapura Purnama Sinaga mengatakan membangun toleransi antar umat beragama di sekolah yang dipimpinnya adalah melalui program pembiasaan.

"Pada pagi hari dan siang hari ada doa sebelum belajar dan pulang sekolah, itu dibuatkan tugas oleh wali kelasnya, berdoa secara bergantian sehingga dari situ sudah bisa belajar bertoleransi," kata Purnama di SMPN 6 Jayapura, Kayu Batu, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Rabu, 16 Januari 2019.

Saat sedang berdoa, katanya, bila siswa yang beragama Islam yang memimpin doa, maka yang beragama Kristen menyesuaikan. Begitu juga sebaliknya, bila yang memimpin doa beragama Kristen maka yang beragama Islam juga menyesuaikan.

"Melalui program kegiatan pembiasaan ini ketika siswa yang beragama Islam sedang salat Zuhur misalnya, maka jam istirahatnya diperpanjang supaya bisa beribadah, saya juga siapkan toilet dengan air bersihnya untuk wudu," ujarnya.

Selain program pembiasaan, di sekolah ini juga dibangun toleransi antar umat beragama dalam program pengembangan diri melalui kegiatan iman dan takwa. Pada kegiatan ini siswa yang beragama Islam di ruangan kelas, sedangkan anak-anak yang beragama Kristen di aula sekolah.

"Toleransi itu dalam bentuk menghargai pada saat masing-masing sedang menjalankan kegiatannya seperti beribadah dan kami berharap anak-anak yang lain tidak mengganggu," ujarnya.

Menurutnya, SMPN 6 Jayapura memberikan ruang dengan menghargai apa yang dijalankan oleh agama masing-masing peserta didik. Seperti pada saat hari raya Idul Fitri dengan membuat halal bi halal, maka siswa dan guru yang beragama Kristen juga ikut bersama-sama merayakan.

Begitu juga waktu Natal, siswa dan guru yang beragama Islam berada di dalam aula ikut merayakan Natal bersama sehingga ada rasa kebersamaan dalam kekeluargaan dan toleransi.

"Jadi toleransi antar umat beragama di SMP Negeri 6 Jayapura itu sudah dibangun, melalui Kurikulum 2013 kegiatan-kegiatan pengembangan diri seperti iman dan takwa dan kegiatan perayaan hari raya besar yang dirayakan bersama melalui penilaian," katanya.

Dalam proses penilaian, lanjutnya, berhubungan dengan iman dan takwa guru agama menilai ketika siswa sedang berdoa. Guru memiliki tabel penilaian sikap spiritual siswa sehingga pada saat siswa berdoa guru mengamati mereka.

Selain itu, ada penilaian sikap spiritual yang diberikan guru melalui pengamatan.

“Guru mengamati ketika siswa berdoa yang tidak ikut berdoa berarti toleransinya masih kurang maka anak tersebut pasti akan diberitahu untuk bertoleransi itu sikap doanya harus seperti ini, menghargai temannya yang beragama lain saat memimpin doa," katanya.

Guru dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran selalu mengamati dan mencatat. Lalu, apabila ada yang memiliki sikap tidak toleran dipanggil dan dibina dengan harapan melalui penerapan penilaian siswa akan memiliki sikap toleransi.

"Kalau dalam pembelajaran sikap toleransi itu ada pada materi khusus di pelajaran Agama dan PKn, yang secara teori maupun implementasinya dinilai, sementara guru mata pelajaran yang lain hanya mengamati, dari awal sampai akhir pembelajaran,” ujarnya.

Ketika waktu melaksanakan kegiatan ibadah di luar kelas, guru mata pelajaran juga mendampingi anak-anak walinya dan menilai mereka.

Setelah melakukan evaluasi, Purnama berharap pada 2019 ini ada kegiatan seperti seminar dengan pemateri tokoh agama yang bisa mengajarkan toleransi dalam menjaga persatuan dan kesatuan.

"Kami berharap anak-anak bisa lebih maju lagi bahwa ternyata toleransi itu lebih luas lagi, kalau tidak toleransi bisa menimbulkan sifat-sifat yang ekstrem yang merugikan diri sendiri dan orang lain," katanya.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura, Syamsuddin, mengatakan, guru merupakan tokoh kunci keberhasilan pembangunan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama.

"Kami terus melakukan pelatihan dan pemberdayaan untuk bisa membina peningkatan kualitas tenaga-tenaga pengajar pendidikan agama, atas dasar itu, kami terus mengoptimalkan peran guru agama dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Dalam penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah, kata Syamsuddin, guru agama menyampaikan pelajaran yang tidak bertentangan dalam ajaran agama yang dianut masing-masing peserta didik.

Selain itu, guru agama memiliki rasa kasih sayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, dan keterampilan, berlaku baik, adil, toleransi, dan menghargai peserta didik.

"Yang jelas, metode pembelajaran tidak boleh berhenti pada pembelajaran di kelas, peran orangtua dan masyarakat sangat penting terhadap tumbuh kembang anak dalam dunia pendidikan," ujarnya.

Penanaman nilai-nlai toleransi di sekolah, kata Syamsuddin, selain memberikan siswa kesempatan mempelajari agama sesuai agamanya, juga menciptakan iklim toleran melalui belajar dalam perbedaan dan membangun rasa saling percaya.

“Juga memelihara sikap saling pengertian, menjunjung tinggi sikap saling mengasihi, saling memberi nasehat, dan integrasi dalam pembelajaran agama,” katanya. (*)

Related posts

Leave a Reply