Papua No. 1 News Portal | Jubi
Wali Kota Jayapura mengatakan JIAC sangat penting dan strategis menyatukan komitmen bersama dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Jayapura. JIAC pertemuan terbesar dan pertama di Provinsi Papua, khususnya di Kota Jayapura.
Sebanyak 35 juta orang meninggal di dunia akibat AIDS sejak kasus HIV pertama dilaporkan 79 tahun lalu. Selain itu 78 juta orang telah terinfeksi HIV. Demikian laporan Join United Nations Programme on AIDS (UNAIDS) yang dirilis 2018.
Saat ini HIV/AIDS lebih banyak diderita perempuan, yaitu 18,2 juta. Sedangkan laki-laki 16,9 juta. Sayang, 25 persen di antaranya atau 9,9 juta tidak mengetahui mereka terinfeksi.
Di Provinsi Papua, kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Kabupaten Merauke pada 1992. Kini berdasarkan data per 31 September 2018 penderita HIV/AIDS di Papua mencapai 38.874 kasus. Sedangkan di Kota Jayapura 6.168 kasus dengan akumulasi selama 12 tahun.
Sebanyak 2.229 orang di Papua meninggal karena AIDS. Mirisnya, dibandingkan angka nasional, 42 persen kasus HIV/AIDS di Indonesia terdapat di Papua.
Untuk mengatasi “teror” HIV/AIDS, Pemkot Jayapura melalui Dinas Kesehatan Kota Jayapura menggelar Jayapura International AIDS Conference (JIAC) di Hotel Horison Kotaraja selama tiga hari, 31 Juli – 3 Agustus 2019.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Ni Nyoman Sri Antari, mengatakan JIAC merupakan puncak gebrakan program HIV di Kota Jayapura dengan mengusung teman “Together to Figth HIV Toward 3 Zero (zero new HIV infection, zero AIDS related death, zero discrimination)” dan sub tema “Gerakan Berani Tes HIV di Kota Jayapura”. Kegiatan rangkaian dari kampanye Konferensi AIDS Internasional Jayapura.
“Ini merupakan gema dari gerakan berani tes HIV dan suatu tindakan nyata untuk mencapai target Fast Track dan menjangkau orang-orang yang tertinggal yang belum mengetahui status HIV-nya,” katanya.
Ni Nyoman mengatakan ada inovasi baru percepatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang terintegrasi dengan sistem layanan kesehatan
JIAC, katanya, merupakan panggilan untuk mencapai target 90-90-90 (90 persen aware or their HIV status, 90 persen on HIV treatment, dan 90 persen virally suppressed) untuk mengatasi kesenjangan testing dan untuk melindungi kesehatan orang hidup dengan HIV di Kota Jayapura, yang sebagian besar orang asli Papua yang masih belum mengakses pengobatan.
“Acara ini dihadiri 1.000 peserta dari berbagai komponen, seperti klinis, komunitas, tokoh agama dan adat, mahasiswa/pelajar dan masyarakat umum, yang memiliki komitmen kuat dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS,” ujarnya.
JIAC menghadirkan pembicara internasional dan nasional, komunitas dari 5 negara, pembicara lokal, tamu undangan dari tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten di Indonesia dan peserta dari berbagai tempat di Indonesia.
“JIAC untuk mensosialisasikan hasil-hasil kerja dan inovasi baru program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang berorientasi pada penanganan dan pengintegrasian sistem pelayanan kesehatan masyarakat,” katanya.
Mengadvokasi pemangku kepentingan untuk terlibat bersama memecahkan hambatan dan tantangan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, dalam sambutan mengatakan Papua khususnya Kota Jayapura memiliki hutan, laut, dan tanah yang luas berhamburkan emas dan permata yang Tuhan berikan untuk orang Papua.
“Siapakan yang akan meninkmati ini semua, apakah kami habis satu persatu-satu, inilah dasar pemikiran saya karena orang Papua sebagai objek dan subjek dalam pembangunan ke depan, maka itu saya punya komitmen melakukan kegiatan JIAC dunia peduli terhadap HIV, mari para bupati, kita berkomitmen menyelamatkan orang Papua,” katanya.
Ia mengatakan upaya pencegahan dan penggulanagan HIV/AIDS di Kota Jayapura sudah mulai dilaksanakan secara sistematis sejak 1994 dan akan terus ditingkatkan.
“Tapi masih belum mampu menghentikan penyebaran HIV. Pada 2018 ditemukan 500 lebih penderita HIV dan AIDS, ada penurunan 200 lebih tahun ini, angka penderita HIV dan AIDS di Kota Jayapura didapatkan dari orang-orang yang masuk ke Kota Jayapura, kasus HIV dan AIDS di Papua naik bukan karena penyebarannya,” ujarnya.
Menurut Tomi Mano, banyak faktor yang menyebabkan penularan HIV yaitu kurangnya pemahaman dari kalangan masyarakat sehingga timbulnya diskriminasi terhadap orang yang terinveksi HIV.
“Ko (kamu) berani tes HIV ko Papua, ko mantap, mari lakukan tes HIV dan AIDS agar mencegah dan mudah dilakukan penanggulangan, penyebab HIV karena perilaku tidak sehat, kendalanya karena sulit menyembunyikan identitas sehingga sulit dijangkau dan kesulitan ekonomi sehingga sulit terdeteksi,” ujarnya.
Mano mengatakan pelaksanaan JIAC sangat penting dan strategis dalam menyatukan komitmen bersama menanggulangi HIV/AIDS di Kota Jayapura. Pertemuan tersebut juga terbesar dan pertama di Provinsi Papua, khususnya di Kota Jayapura.
JIAC, katanya, juga wadah tempat bertemunya seluruh pemangku kepentingan dengan melakukan evaluasi dan merumuskan strategi ke depan bersama-sama untuk masyarakat, pemerintah, akademisi, dan penerima manfaat dalam menanggulangi HIV/AIDS. (*)
Editor: Syofiardi