Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Merauke, Jubi – Maria Oliva Keytimu, siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik St.Yoanes 23 Merauke ini, memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap anak-anak asli Papua yang berprofesi sebagai pemulung. Setiap hari Sabtu, ia mengumpulkan anak pemulung untuk dibimbing menulis, membaca serta mengingatkan mereka cara hidup yang sehat.
Saat ditemui Jubi Selasa (1/11/2016), Olivia menuturkan, jumlah anak-anak yang bisa mencari besi tua, kaleng bekas dan lain-lain itu sebanyak 10 orang.
“Memang saya baru memulai kurang lebih dua minggu terakhir,” tutur Olivia yang pernah mendapat ponsel dari Managemen Jubi setahun silam, saat dibuka rubrikasi Jurnalisme Warga.
Dikatakan, rasa keterpanggilan mencoba memulai dengan membimbing anak-anak itu untuk menulis dan membaca, setelah mengetahui jika hampir semuanya putus sekolah.
Rupanya, kata dia, setelah dikumpulkan, ada beberapa yang sekolah di SDN I dan SD Xaverius dan sudah di bangku Kelas III. Hanya saja putus di tengah jalan. Sementara lainnya belum sekolah sama sekali.
“Biasanya, dalam seminggu, satu kali kali bertemu yakni hari Sabtu. Karena pada hari-hari lain, saya harus ikut les dan kegiatan lain. Untuk tempat berkumpul, di bawa pohon-berdekatan dengan Gereja Pniel. Kalau tidak, di kuburan, karena ada taman di sekitar. Jadi, kami duduk melantai bersama,” tuturnya.
Secara umum, sepuluh anak itu, belum bisa menulis dan membaca baik.
“Langkah awal yang saya lakukan adalah bagaimana melatih dan menuntun mereka untuk menulis huruf terlebih dahulu. Itupun secara bertahap, misalnya dari huruf A-E baru lanjut ke huruf lainnya,” kata dia.
“Memang hampir semua belum bisa menulis dengan baik. Masih sangat kaku, meskipun sudah sekolah sampai di Kelas III SD. Terkadang, huruf e saja, mereka tulis terbalik. Namun saya selalu bersama di samping dan meminta diperbaiki kembali,” ujarnya.
Untuk saat ini, dirinya masih fokus dengan melatih anak menulis huruf. Nantinya setelah sudah lancar, baru akan dilatih membaca dan dilanjutkan berhitung. Tidak bisa sekaligus, karena mengingat mereka baru memulai.
“Saya juga memperkenalkan kepada anak-anak bagaimana cara hidup sehat. mereka harus mandi rutin dua kali sehari.Ini saya lakukan juga lantaran kebersihan badan anak-anak belum diperhatikan baik,” ungkap Olivia.
Olivia mengaku, biasanya dari rumah, ia membawa kue atau makanan ringan lain untuk dimakan bersama. “Kalau ada sedikit rezeki (uang) saya dapatkan dari beberapa perlombaan, saya belikan kue atau bakso dan kami makan bersama ,” kata dia dan menambahkan, alat tulis serta kertas dibawa juga dan diberikan.
Diakui jika beberapa dari orangtua anak-anak itu, sempat datang dan melihat sekaligus memberikan dukungan. Mereka justru sangat senang ketika anaknya dilatih cara menulis dan membaca yang baik. Namun, ada juga orangtua tidak menerima. Tetapi anaknya sendiri, punya niat dan keinginan besar untuk belajar.
“Meskipun dengan berbagai keterbatasan yang saya miliki, namun tetap mempunyai tanggungjawab terhadap anak-anak Papua yang putus sekolah dan lebih memilih sebagai pemulung. Saya mendapat dukungan penuh dari kedua orangtua. Ini yang memberikan suatu semangat untuk saya terus mendampingi anak-anak,” tuturnya.
Salah seorang guru pendamping anak-anak aibon, Polikarpus Boli menambahkan, banyak tantangan dihadapi saat akan mengurus anak-anak, mulai dari mencari mereka di sejumlah titik. Karena umumnya mereka berprofesi sebagai pemulung, tukang parkir dan menekuni beberapa kegiatan lain.
“Saya mendapat tugas dan tanggungjawab dari Kepala Sekolah SMP/SMA Satu Atap Wasur mengurus anak-anak aibon setiap sore. Selain proses belajar mengajar, juga beberapa kegiatan lain dilakukan,” ujarnya. (*)