Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Mantan kepala intelijen Arab Saudi, Saad Al-Jabri, diburu oleh pemerintahan Mohammed bin Salman (MBS) karena tuduhan penyuapan dan pemborosan uang negara saat menjabat. Pemerintah Arab Saudi telah berupaya membawa Al-Jabri kembali ke Arab Saudi untuk menjalani proses hukum, namun ditolak
Menurut pesan sms dan dokumen legal yang diperoleh New York Times, Putra Mahkota Mohammed bin Salman meminta Al-Jabri pulang dengan menawarkan pekerjaan baru dan meminta ekstradisinya melalui Interpol.
Tetapi Interpol mempertanyakan komitmen Arab Saudi untuk proses hukum dan hak asasi manusia dalam penanganan kasus korupsi kerajaan, dan menganggap permintaan Saudi untuk ekstradisi Al-Jabri bermotif politik. Akhirnya, Interpol menghapus nama Al-Jabri dari sistemnya.
Karier intelijen Saad Al-Jabri berakhir setelah perebutan kekuasaan antara Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dan pendahulunya, Mohammed bin Nayef (MBN), posisi Al-Jabri saat itu pembantu utama MBN.
Sedangkan pangeran Mohammed bin Nayef dimasukkan dalam tahanan rumah setelah digantikan oleh Mohammed bin Salman pada Juni 2017.
Baca juga : Arab Saudi bakal hapus hukuman cambuk
Arab Saudi janjikan kewarganegaraan warga asing yang inovatif
Pembunuhan jurnalis Khashoggi, Saudi bantah laporan ahli PBB
Tercatat Mohammed bin Nayef memimpin Kementerian Dalam Negeri dan putra mahkota pada tahun 2015 sebelum digantikan MBS. Ia ditangkap pada bulan Maret tahun ini dan diduga karena dia mengeluhkan kepemimpinan MBS secara pribadi.
Otoritas Saudi menahan Mohammed bin Nayef dan dua bangsawan senior lainnya pada 6 Maret untuk mengkonsolidasikan kekuatan MBS, dan menghilangkan ancaman terhadap kekuasaannya menjelang suksesi. “Beberapa pejabat tinggi Kementerian Dalam Negeri juga ditahan pada Maret,” kata dua orang yang mengetahui situasi tersebut.
Karir Al-Jabri terkait dengan hubungannya dengan Pangeran Nayef. Dia adalah seorang ahli bahasa dengan gelar doktor dalam kecerdasan buatan.
Al-Jabri menjadi pejabat tinggi di kementerian, yang menangani keamanan dan kontraterorisme, menempatkannya dalam kontak rutin dengan diplomat dan pejabat AS dari Central Intelligence Agency (CIA). Banyak yang memuji profesionalismenya.
“Al-Jabri benar-benar pintar, dan dia memiliki pengetahuan ensiklopedis,” kata Douglas London, mantan perwira di Clandestine Service dan sarjana nonresiden di Institut Timur Tengah di Washington kepada The Times.
Karir Al-Jabri jatuh ketika Pangeran Mohammed bin Salman naik takhta. Seketika Al-Jabri diberhentikan melalui dekrit kerajaan pada 2015. Selama hampir dua dekade, Saad Al-Jabri telah bekerja erat dengan Mohammed bin Nayef, membantu merombak operasi intelijen dan kontra-terorisme kerajaan dan membangun hubungan dekat dengan para pejabat Barat.
“Dia memiliki semua file tentang segalanya dan semua orang,” kata mantan pejabat keamanan regional kepada Reuters. Dua orang warga Saudi yang memiliki koneksi dengannya dan seorang diplomat menggambarkan Al-Jabri sebagai orang yang sangat loyal kepada MBN. (*)
Editor : Edi Faisol