Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Manokwari, Jubi – Jumlah kasus malaria dan penularannya di wilayah Manokwari menduduki urutan pertama di Provinsi Papua Barat dengan jumlah 2346 kasus atau 50 persen dari jumlah kasus malaria di Provinsi Papua Barat.
"Sampai bulan Agustus 2018, data yang kami peroleh ada 4182 kasus Malaria di Papua Barat dan Manokwari paling tinggi karena mencapai 2346 kasus,” ujar Edi Sunandar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Kamis (23/8/2018).
Dari hasil survei yang dilakukan, kasus malaria di Manokwari paling tinggi menyerang anak-anak usia 0 sampai 14 tahun. Sehingga peran serta semua pihak untuk menekan tingginya jumlah kasus dan penularan malaria perlu dilakukan secara bersama-sama.
"Artinya, mereka adalah usia produktif dimasa pertumbuhan sehingga sangat mengancam masa depan. Jadi ini tugas kita bersama,” kata Edi.
Adapun solusi yang dilakukan oleh Dinkes Papua Barat, yakni meningkatkan intervensi atau perlakuan untuk pengendalian penularan malaria, dengan cara penyemprotan di beberapa titik lokasi yang punya potensi tinggi angka malaria sesuai data dari Dinkes Kabupaten.
Edi juga menjelaskan, Manokwari paling tinggi angka kasus malaria tertiana yaitu jenis malaria yang juga disebut dengan malaria vivax. Penyebab utama dari penyakit malaria ini adalah plasmodium vivax, yang punya transmisi (penularan) cepat melalui gigitan nyamuk sebagai hewan vektor (perantara) parasit malaria.
"Hanya memang, yang paling banyak adalah malaria vivax dan terjadi pada anak sekolah. Ini adalah fenomena yang terjadi, jadi perlu dilakukan evaluasi. Kemungkinan saat ini pengobatan yang belum maksimal,” ujarnya.
Sementara, untuk tindakan pengobatan, sebelumnya sudah diberikan obat ACT (Artemisinin Combination Treatment) di Manokwari dan presentasenya cukup tinggi. Karena di tahun 2016, sekitar 89,39 persen masyarakat sudah diobati dengan menggunakan obat ACT. Dan itu menunjukan bahwa sesungguhnya obat sudah digunakan.
"Tapi karena ini jenis malaria vivax, yaitu pengobatannya 14 hari, dan kemungkinan masalahnya dikepatuhan minum obat. Kadang masyarakat, dan orangtua yang punya anak ketika sudah sehat, obatnya tidak dihabiskan. Padahal, obat itu untuk membasmi hipnosoid atau parasit seperti tertiana yang bisa kambuh lagi sewaktu-waktu,” jelas Edi.
Lebih lanjut Edi mengatakan, selain Kabupaten Manokwari, jumlah kasus malaria tertinggi urutan kedua dan ketiga juga terjadi di Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) dan Kabupaten Teluk Wondama, sehingga perlakuan yang sama juga diharapkan dapat dilakukan di dua Kabupaten tersebut untuk menekan tingginya angka kasus malaria dan penularannya.
Abner Korwa, tokoh Masyarakat di Manokwari yang juga sebagai Ketua RW di Kelurahan Padarni-Manokwari, sambut baik rencana aksi pengendalian malaria oleh tim Dinas Kesehatan Papua Barat.
"Ini program kesehatan yang harus segera disampaikan kepada warga, agar tidak terus menerus hidup dalam ancaman bahaya malaria,” ujar Korwa.
Demi masa depan anak-anak Papua di Manokwari agar bebas dari ancanam malaria, Korwa berharap warga Manokwari bisa menerima tim Dinkes ketika melakukan penyemprotan ke rumah-rumah warga.
"Tim Dinkes juga sebelum melakukan penyemprotan anti malaria di rumah-rumah warga terlebih dahulu memberikan informasi, sehingga sebagai ketua RW yang membawahi empat RT, saya dapat menginformasikan lebih dulu kepada warga saya,” kata Korwa. (*)