Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Banyaknya talenta musik di kalangan generasi muda dari Wilayah Meepago di Tanah Papua telah melahirkan sebuah band berjuluk Makamo. Makamo didirikan untuk menginspirasi generasi muda Meeuwo menjadi musisi yang profesional.
Manajer grup band Makamo, Yakobus Dogomo menyatakan banyak generasi muda Meepago yang piawai bermain musik dan berpotensi menjadi musisi profesional. “Atas kesadaran itu, saya memfasilitasi para pemuda yang punya bakat seni luar biasa. Itu satu potensi besar untuk memajukan seni suara, musik, dan mengangkat budaya orang Mee melalui lantunan lagu,” ujar Dogomo kepada Jubi, Kamis (4/6/2020).
Makamo adalah band yang berbasis di Kabupaten Dogiyai, Papua, namun terbentuk di Kabupaten Nabire pada 15 Agustus 2015. Nama band itu, “Makamo”, diambil dari nama sebuah telaga di Lembah Kamuu, Moanemani, Dogiyai.
“Nama Makamo itu [dipilih] untuk mengangkat dan mempromosi salah satu destinasi wisata di Dogiyai, yakni Telaga Makamo yang tersembunyi di balik gunung. Ide itu berangkat dari diskusi bersama teman saya, Kaliktus Iyai, pada 2014 lalu. Saya mendukung mereka supaya menjadi seniman yang profesional, itu harapan saya,” kata Dogomo.
Band itu memproduksi album pertama mereka bersama tujuh personilnya. Mereka adalah Kalitus Iyai (drum), Sisko Iyai (gitar), Yuven Yobe (keybord), John Edowai (bass), Chaki Mote (gitar serta vokal), Marlin Ikomou (vokal), dan Maya Iyai (vokal), dengan Yakobus Dogomo sebagai manajer.
Baca juga: Dari Iriantos Hingga Black Brothers
Album pertama itu diproduksi secara swadaya, tanpa ada bantuan dari pihak manapun. Album pertama itu ternyata menarik perhatian Pemerintah Kabupaten Dogiyai, yang akhirnya memberikan uang pembinaan setiap tahun.
“Setelah Yakobus Dumupa menjadi Bupati Dogiyai, beliau menyerahkan satu set alat musik. Band Makamo diminta mengisi setiap acara Pemerintah Kabupaten Dogiyai. Saat ulang tahun kedua masa pemerintahan Bupati Yakobus Dumupa dan [Wakil Bupati] Oskara Makai, kami menerima piagam dan uang Rp15 juta untuk memotivasi kaum muda [aktif dalam kegiatan] kesenian,” ujar Dogomo.
Pada produksi album kedua, pemain bass John Edowai meninggal dunia, dan Maya Iyai tidak lagi aktif. “Pada produksi album kedua itu, pemain bass John Edowai digantikan oleh Andy Goo. Maya Iyai digantikan vokalis Marthen Waine,” ujar Dogomo.
Menurut Dogomo, hingga kini Makamo tidak berfokus kepada salah satu genre musik. Mereka memiliki kemampuan memainkan beragam genre musik, termasuk memainkan lagu-lagu legendaris Black Brother. Reggae menjadi salah satu genre musik yang piawai dimainkan para personil Makamo, sebagaimana terlihat dari lagi dalam album mereka.
“Sekarang kami mengudara melalui akun Youtube Makamo Band dan akun Instagram makamoband. Hingga Kamis, jumlah penonton akun Youtube kami mencapai 45 ribu orang lebih, dengan 375 subscriber. Kami juga memiliki akun Facebook makamoband,” kata Dogomo.
Tokoh asal Dogiyai, Natan Naftali Tebai mengatakan band Makamo kini tendah menjadi trend di Wilayah Adat Meepago, dikenal lantaran lantunan musik dan liriknya yang yang mempromosikan kekayaan alam Dogiyai.
Baca juga: Border crosser dan riwayat pengungsian orang Papua Barat ke PNG
“Makamo tidak hanya milik orang Dogiyai. Grup musik itu hadir mengangkat martabat orang Mee. Liriknya juga ada yang menjadi kritik atas realitas sosial, maupun pengalaman akan cinta. Grup musik itu akan menginspirasi generasi muda Mee untuk mengembangkan talenta di bidang musik,” ujar Tebai.
Alumnus Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih itu mengatakan Makamo telah menjadi media pembelajaran alternatif, karena lirik lagu mereka juga mengandung pesan kehidupan dari kearifan lokal leluhur orang Mee. “Apalagi sekarang anak-anak muda begitu dekat dengan media sosial. Kehadiran lagu-lagu Makamo bisa membawa penyadaran kepada generasi muda Papua, khususnya Meeuwo, agar hidup berdasarkan nasehat leluhur orang Mee dan Tuhan,” kata Tebai.
Tebai menyebut Makamo hadir di tengah situasi para generasi muda Meepago mencari jati diri mereka. Ia menyebut banyak anak-anak Meeuwo menjadi anak jalan di Terminal Moanemani, ibu kota Kabupaten Dogiyai. “Saya harap ke depan Pemerintah Kabupaten Dogiyai bisa membentuk Dewan Kesenian Dogiyai, dan bangun satu fasilitas untuk tempat generasi muda berlatih meningkatkan talenta seni anak-anak Meeuwo di Dogiyai, khususnya dalam bidang seni musik,” katanya.
Salah satu pemuda asal Dogiyai, Yance Agapa mengapresiasi Makamo Band yang menghadirkan musik pop dengan lirik berbahasa daerah. Menurutnya, generasi muda Dogiyai meminati musik akustik, hip-hop, reggae, dan beragam musik lainnya. “Makamo Band bisa merangkul dan membuat even bersama untuk Kabupaten Dogiyai,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G