Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pengamat energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai kebijakan pemerintah Joko Widodo mengeluarkan limbah batu bara dari daftar kategori bahan berbahaya mengindikasikan kemenangan dari lobi para pelaku usaha kepada pemerintah. Penghapusan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) membawa keuntungan ekonomi kelompok pebisnis, namun dikhawatirkan akan membahayakan masyarakat.
“Penghapusan limbah batu bara bukan lagi kategori B3 mengindikasikan kemenangan lobi pengusaha batu bara. Sebelumnya limbah batu bara termasuk kategori B3 yang harus diolah agar tidak membahayakan,” ujar Fahmy, Jumat, (12/3/2021).
Baca juga : Investigasi : Limbah Freeport “membunuh” Sungai Ajkwa
Melawan lupa, AMDAL Freeport dan warga Kampung Omawita
Ketika PT Antam beroperasi di Pegunungan Bintang: Neraka bagi negeri Ok
Fahmy mengatakan penghapusan FABA dari kategori limbah B3 tidak mendesak. keputusan ini justru dikhawatirkan akan membahayakan masyarakat di sekitar lokasi industri.
Masyarakat akan rentan terkena efek limbah dari batu bara yang berbahaya. “Tidak ada efek keuntungan ekonomi dari penghapusan B3 itu, kecuali pengusaha tidak perlu keluarkan ongkos untuk mengolah limbah,” kata Fahmy menambahkan.
FABA tak lain adalah limbah padat hasil pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi.
Penghapusan item FABA ini dilakukan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja.
Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Maritim Nani Hendriati mengatakan Penyusunan PP 22 tahun 2021 dikawal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membutuhkan proses yang cukup panjang. “Dan akhirnya mengeluarkan FABA dari Daftar B3,” kata Nani Hendriati.
Semula limbah batu bara ini masuk dalam daftar B3 pada PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Beleid tersebut dicabut lewat PP 22, bersama empat PP lainnya.
Bab Penjelasan Pasal 459 Ayat 3 Huruf C pada PP 22 menyebutkan limbah batu bara ini termasuk non-B3 yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan. “Dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed)” kata Nani menjelaskan.
Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendriati mengatakan penyusunan peraturan pencabutan kategori limbah memerlukan proses yang panjang.
“Penyusunan PP 22 yang dikawal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membutuhkan proses yang cukup panjang dan akhirnya mengeluarkan FABA dari Daftar B3,” kataanya. (*)
Editor : Edi Faisol