Lima kampung di Nabire ikut PLA malaria

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

Nabire, Jubi – Lima kampung di Kabupaten Nabire, yang diwakili masing-masing tiga orang per kampung, mengikuti pelatihan fasilitator Participatory Learning Action (PLA) program malaria. Kelima kampung tersebut adalah Kampung Sanoba, Kampung Waroki, Kampung Jayamukti, Kampung Lani Jaya, dan Kampung Makimi.

Peserta akan dilatih tentang apa itu penyakit malaria, bagaimana pengobatannya, dan apa yang akan dilakukan agar masyarakat ikut terlibat dalam gerakan eliminasi malaria.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire, Mulyadi, mengatakan untuk menuju eliminasi malaria, dibutuhkan peran serta masyarakat, bukan hanya pemerintah.

“Dari masyarakat seperti apa, dari pemerintah seperti apa, sebab untuk menuju eliminasi malaria, rencana kegiatan harus bersumber dari masyarakat, agar petugas tahu pasti ada kendala di masyarakat,” ujar Mulyadi, saat membuka pelatihan fasilitator PLA untuk lima kampung di hotel JDI Nabire, Selasa (23/10/2018).

Menurutnya, sangat diperlukan saling berbagi dan pengalaman antara petugas dan masyarakat untuk bagaimana memerangi malaria.

Sebab hal ini merupakan tantangan bersama dan harus memberikan pemahaman khusus tentang masalah kesehatan terutama malaria.

“Kalau ada ide dan gagasan yang baik, silakan diusulkan ke puskesmas agar dijadikan program. Usulan masyarakat harus disalurkan melalui musyawarah kampung, lalu ke puskesmas, terutama dalam rangka pengobatan malaria,” ujarnya.

Diakui Mulyadi, selama ini hanya rencana kerja dari atas yakni pemerintah. Kini saatnya giliran dari bawah atau masyarakat agar ketemu duduk masalahnya.

Sekretaris Yayasan Kristus Shabat Kita (KSK) Nabire, Theodorus Asmanto, mengatakan semua pihak mempunyai tugas panggilan untuk mendampingi sebagai rekan kerja dan para petugas kesehatan khusus yang menangani malaria.

Artinya, jika mereka berjalan sendiri tanpa didukung masyarakat secara umum, tentu hasilnya tidak akan maksimal.

“Apalagi kita mempunyai target, tahun 2028 eliminisi malaria terwujud di Papua dan malaria harus tidak ada lagi di Nabire,” katanya.

“Sehingga peran peserta masyarakat sangat penting agar bagaimana tercapai program eliminasi, sebab masyarakat akan menjadi ujung tombak di lapangan. Masyarakat yang tahu bagaimana kondisi riil dan gaya hidup wargamasyarakat,” imbuhnya.

Sebab itu, kata Asmanto, bagaimana peserta bisa menyadarkan masyarakat, mendekati, bahu membahu dalam mendukung program pemerintah melalui Dinkes dan puskesmas.

“Saya yakin, jika masyarakat berperan maka tugas dan program bisa terwujud, tapi kalau masyarakat apatis, diam saja, maka apapun yang dilakukan, program sebaik apapun, pasti akan sia-sia,” tandasnya.

Pengelola malaria Dinkes Nabire, Yeni Derek, mengatakan pelatihan tersebut merupakan kerja sama Perdhaki dan Yayasan KSK. (*)

Related posts

Leave a Reply