Lerton Mebry yang terus bertahan sebagai pengrajin tifa

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi – Lerton Mebry, warga Yoka mengaku menjadi pengrajin tifa untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari, sekaligus meningkatkan ekonomi keluarganya.

Pria ini tertarik menjadi seniman, khususnya membuat salah satu alat seni dengan motif khas Port Numbay, karena ingin membudayakannya. Banyak budaya Papua yang perlu diaplikasikan dalam bentuk seni.

"Sudah lama saya menjadi pengrajin tifa, dari kecil, selain tifa saya juga melukis dan membuat seni ukiran dengan motif khas Port Numbay," ujar Lerton kepada Jubi, Rabu (16/11/2016).

Untuk lama mengerjakan satu tifa, tergantung ukuran dan kerumitan. Sebuah tifa ukuran kecil bisa dikerjakan selama tiga minggu. Sedangkan ukuran besar bisa sebulan. Namun, diakuinya yang paling rumit mambuat motif cenderawasih.

"Harga tifa bisa Rp1 juta, bahkan lebih tergantung kerumitan pengerjaannya,” katanya.

Tifa buatan Lerton belum dipasarkan keluar Kota Jayapura karena terkendala biaya. Ia berharap pengrajin tifa di Kota Jayapura bisa berkembang dan semakin dikenal di masyarakat.

Pengrajin tifa lainnya, Gustaf Modouw mengaku tertarik membuat Tifa karena keinginan memperkenalkan seni Papua, khususnya budaya Kampung Yoka ke masyarakat.

"Tergantung alatnya lengkap, bisa cepat, kalau pakai tangan lama, kalau pakai mesin bisa satu hari selesai, bahan tifa pakai kayu susu, yang paling bagus itu kayu linggua," ujarnya.

Tifa ukuran kecil dijualnya Rp500 ribu yang dikerjakan dalam sehari. Baginya mengukir dalam tifa yang lama, karena sesuai dengan budaya yang ada di suatu kampung. (*)

Related posts

Leave a Reply