Papua No. 1 News Portal | Jubi
Leonardus Tumuka putra Kamoro, Papua pertama yang berhasil meraih gelar PhD (doktor). Ia nyaris putus sekolah di bangku SD dan berjuang sendiri mencari biaya untuk S1 di Bandung. Jubi memuat lika-liku perjuangan Tumuka hingga sukses di dunia pendidikan dalam dua bagian.
BAGIAN PERTAMA: Perjuangan Leonardus Tumuka, putra Komoro, Papua pertama bergelar doktor (1)
(BAGIAN KEDUA)
Jubi, Jayapura – Memasuki Semester 5 pada 2007 di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Tumuka mendapat beasiswa BBM dari Pemerintah Bandung yang diperuntukkan bagi mahasiwa yang berprestasi dengan IPK minimal 3 yang orang tuanya kurang mampu secara ekonomi.
Selesai dari Unpas pada 2009 ia mendapat beasiswa S2 dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (kini YPMAK) di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Selesai S2 pada 2011, ia ditawari LPMAK beasiswa S3 yang ia pilih di University of The Phillippine Los Banos, Laguna Filipina. Ia mengambil Program Studi Community Development.
“Saya memilih studi di Filipina selain karena dekat juga dari sisi keilmuan kita Indonesia dengan negara Asia yang lain seperti Filipina, kan sama. Cara dan pola hidupnya segala macam sosial-kultural lebih memungkinkan ketika kita kembali ilmu dapat berfungsi di daerah,” katanya.
Semasa kuliah Tumuka aktif berorganisasi. Pada 2010-2011 ia dipercaya menjadi Kepala Unit Mahasiswa Yayasan Binterbusih Semarang yang bertugas mengkoordinir anak-anak Papua yang studi di Jawa.
“Waktu itu saya mengepalai seluruh korwil, semuanya berkoordinasi dengan saya. Korwil Jakarta-Bandung, Korwil Malang-Surabaya, Korwil Yogya-Solo, lalu korwil Semarang,” ujarnya.
Saat studi di Filipina pada 2011 ia dipercaya menjabat sekretaris umum bidang olahraga mahasiswa asing bagi 29 negara asing. Selanjutnya 2012 menjabat sebagai Presiden Mahasiswa Asing di The University of The Phillippine Los Banos hingga selesai 2013.
Semasa kuliah Tumuka menerima penghargaan Best Thesis Award dari Universitas Katolik Soegijapranata 2011 dan Oustanding Leadership Award dari University of the Phillippines Los Banos, Liguna Filipina 2015.
Selesai studi di Filipina pada 2015 ia kembali ke Timika dan dipercaya menjabat sebagai Kepala Bagian SDM Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika hingga 2017. Jabatan tersebut ia jalankan sambil menjadi dosen di STIE Jembatan Bulan Timika hingga 2019.
”Di STIE Jembatan Bulan sempat diminta juga jadi editor jurnal berbahasa Inggris. Namun sebelumya pada 2017, kita di-PHK dari RSMM karena ada perubahan organisasi, di-PHK secara administrasi, tetapi pekerjaan tetap lanjut dengan kontrak baru,” katanya.
Namun pada 2017 ia memilih mundur dari RSMM dan bekerja di PT Freeport Indonesia. Kini ia sehari-hari bekerja di Departemen Community Affairs PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana dengan jabatan Senior Liasion Officer merangkap sebagai Ketua Yayasan Charitas Timika Papua (YCTP) yang mengelola Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.
Karena bekerja penuh untuk Freeport sebagai konsultan, ia mengundurkan diri dari STIE Jembatan Bulan pada 2019.
“Saya diminta Gereja Katolik Keuskupan Timika untuk memimpin Yayasan Charitas di Timika sebagai ketua yayasan sejak 2020 sampai sekarang,” ujarnya.
Tumuka kini hidup bersama istri dan tiga anaknya di Jalan Christoforus, Perumahan Pondok Amor, Timika.
“Saya kembali ke daerah karena daerah lebih membutuhkan saya, saya merasa begitu. Semua ini dimulai dari proses yang sungguh aneh itu,” katanya.
Memotivasi generasi muda Papua
Meski sibuk dengan pekerjaannya, Tumuka masih menyempatkan memberikan motivasi kepada pelajar dan mahasiswa Amugme dan Kamoro di Kabupaten Timika.
“Di waktu luang saya memberikan motivasi bagi adik-adik yang sedang studi di Timika, mengisi materi motivasi di kampus dan organisasi kemasyarakatan, ini panggilan hati, saya bekerja secara pribadi,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga mengembangkan pengembangan pendidikan lima kampung suku Kamoro pada 2008 dan pendiri Yayasan Pendidikan Kamoro Yuamako pada 2019. Melalui wadah itu ia membina dan mendidik para generasi muda Papua di Timika akan pentingnya pendidikan untuk masa depan.
“Saya menyadari bahwa tanpa pendidikan kita tidak bisa apa-apa, hanya melalui pendidikan kita bisa seperti sekarang ini,” ujarnya.
Tumuka mengatakan saat ini banyak tawaran beasiswa yang disediakan pemerintah kepada anak-anak asli Papua terutama melalui program afirmasi dari sumber dana otonomi khusus Papua. Hanya saja, menurutnya program tersebut belum sepenuhnya menjangkau seluruh generasi muda Papua di berbagai kabupaten dan kota.
“Beasiswa hampir tidak ada, saya tidak pernah dengar pengumuman beasiswa dari pemerintah, kecuali bantuan studi disiapkan, entah tiga bulan sekali, entah satu tahun sekali, itu dikasih hanya suportif sifatnya,” katanya.
Sedangkan beasiswa penuh (full) yang mendukung tidak ada. Di Timika, kata Tumuka, pernah ada beasiswa untuk sekolah di Cina, tetapi setelah disekolahkan kemudian tidak ada pembiayaan lanjutan sampai mahasiswanya tidak bisa lanjut, lalu pulang.
Karena itu ia berharao pemerintah daerah fokus untuk memberikan akses pendidikan bagi anak-anak Papua dengan membuka secara terang informasi mengenai program beasiswa afirmasi otonomi khusus.
“Usul saya, akses pendidikan harus diperhatikan secara serius, karena kalau kita tidak perhatikan kita akan kehilangan momen,” ujarnya.
Tumuka mengajak untuk tidak berpikir menghasilkan generasi yang baik, jika tidak menyiapkan akses yang baik, salah satunya melalui beasiswa. (TAMAT)
Editor: Syofiardi
BACA BAGIAN PERTAMA: Perjuangan Leonardus Tumuka, putra Komoro, Papua pertama bergelar doktor (1)