Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Lebih dari 500 perempuan menjadi korban perkosaan di wilayah Tigray, Ethiopia menjadi korban pemerkosaan. Temuan tersebut diterima PBB pada Kamis, (25/3/2021) dari laporan lima klinik di wilayah tersebut.
PBB memperingatkan jumlah yang sesungguhnya tampaknya lebih besar. Banyak korban tidak melaporkan karena stigma dan kurangnya layanan kesehatan. Para perempuan yang menjadi korban perkosaan oleh tentara, juga menceritakan mereka mengalami perkosaan secara berantai, bahkan ada yang dilakukan didepan anggota keluarga.
“Ada pula laki-laki yang dipaksa melakukan perkosaan pada keluarga kandungnya sendiri di bawah ancaman,” kata Wafaa Said, Wakil PBB untuk Ethiopia.
Baca juga : Perempuan Nepal ini berjalan 800 kilometer untuk melaporkan pemerkosaan
Perempuan India ini menghadapi eksekusi mati, pertama kali di negaranya
Puluhan perempuan korban perdagangan seks gugat Pornhub
Menurut Said, setidaknya ada 516 kasus perkosaan, yang dilaporkan oleh lima fasilitas kesehatan di wilayah Mekelle, Adigrat, Wukro, Shire dan Axum.
“Ini merupakan fakta bahwa sebagian besar fasilitas kesehatan tidak berfungsi dan adanya stigma yang terkait dengan perkosaan. Diproyeksikan jumlah sesungguhnya lebih tingggi,” kata Said menjelaskan.
Puluhan pejabat tinggi di PBB pada Senin, (22/3/2021) lalu menyerukan agar dihentikan serangan tanpa pandangan bulu dan serangan yang mengincar warga sipil di Tigray, Ethiopia, khususnya terkait laporan perkosaan dan bentuk-bentuk kejahatan seksual lainnya yang mengerikan.
Kekerasan di Tigray meletus pada akhir November 2020 lalu antara tentara Ethiopia dan mantan partai berkuasa di Tigray, yakni Front Pembebasan Rakyat Tigray.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan tentara dari wilayah tetangga seperti Eritrea ada wilayah tersebut. Ahmed meyakinkan pihaknya menanggapi dengan serius tuduhan adanya kekerasan seksual ini sehingga mengerahkan sebuah tim pencari fakta.
“Ethiopia punya kebijakan yang tidak menoleransi kejahatan seksual. Siapa pun yang melakukan tindakan ini, harus bertanggung jawab sepenuhnya di hadapan hukum,” kata Duta Besar Ethiopia untuk PBB Taye Atskeselassie Made. (*)
Editor : Edi Faisol