Papua No.1 News Portal | Jubi
Apia, Jubi – Setelah melewati apa yang, oleh para komentator, disebut sebagai pemilu paling dramatis abad ini di Pasifik dan hampir dua minggu yang berbelit-belit, pemilu nasional Samoa masih juga gagal membuahkan pemenang yang jelas.
Partai Perlindungan HAM (Human Rights Protection Party/ HRPP), yang telah memerintah negara kepulauan kecil itu selama 39 tahun, dan pemimpinnya, Tuilaepa Sailele Lupesoliai Malielegaoi, menghadapi tantangan terbesar mereka dari partai Fa’atuatua I le Atua Samoa ua Tasi (FAST), dipimpin oleh Fiame Naomi Mata’afa, Anggota Parlemen (MP) perempuan pertama di negara itu dan mantan wakil perdana menteri.
Meskipun baru dibentuk pada Juni tahun lalu dan hanya mencalonkan 50 caleg – sementara HRPP menominasikan 100 caleg – FAST berhasil mengejar HRPP pada pemilu 9 April lalu. Masing-masing parpol memenangkan 25 kursi di parlemen yang memiliki 51 kursi, dimana satu kursi terakhir dimenangkan seorang calon independen.
Dapil-dapil di Savai’i, pulau yang lebih besar ukurannya dan yang lebih tertinggal dalam hal pembangunan, sangat mendukung partai baru itu.
Bangsa itu gelisah menanti satu-satunya caleg independen, Tuala Iosefo Ponifasio, untuk memutuskan partai mana yang akan dia dukung, dan dengan itu menentukan pemerintah Samoa untuk lima tahun ke depan.
Tetapi pengumuman Tuala yang sangat dinanti-nantikan pada hari Rabu ini (21/4/2021) dibayangi oleh pengumuman kepala negara, Afioga Tuimalealiifano Vaaletoa Sualauvi II. Sang kepala negara menyatakan harus ada kursi tambahan untuk memenuhi kebijakan khusus yang mengharuskan setidaknya 10% perwakilan perempuan di parlemen.
Kursi khusus itu dialokasikan untuk kandidat HRPP, Aliimalemanu Alofa Tuuau, menyebabkan kemenangan HRPP. Tapi kesuksesan itu singkat umurnya ketika Tuala kemudian mengumumkan bahwa dia akan bergabung dengan FAST, sekali lagi, meninggalkan kedua pihak dalam keadaan yang menyulitkan.
Penciptaan kursi khusus oleh kepala negara, yang ditunjuk oleh pemerintah, telah dikritik oleh oposisi sebagai langkah terakhir dari pemerintah untuk memenangkan pemilu ini.
“Kursi MP tambahan ini adalah penyalahgunaan hukum dan konstitusi,” tegas Mata’afa kepada wartawan, Rabu ini. Partainya sedang mengajukan gugatan menentang alokasi kursi tambahan dalam pemilu ini karena itu melanggar hukum dan konstitusi.
Ironisnya, kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, mungkin justru akan menjadi hal yang menghalangi Samoa dari mendapatkan perdana menteri perempuan pertamanya.
Samoa bisa jadi akan kembali memilih jika jumlah kursi yang seri 26:26 antara HRPP and FAST terus berlanjut. (The Guardian)
Editor: Kristianto Galuwo