Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Jayapura, Jubi – SUMBER AIR bagi Kota Jayapura disebut-sebut mulai menipis. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Jayapura mengatasinya dengan mendatangkan air dari danau Sentani.
Kali Kamwoker Distrik Heram dan sekitar kantor wali kota di Entrop, Distrik Jayapura Selatan merupakan sumber air bagi warga. Namun, dua sumber air itu kini tak mampu memasok air saat musim kemarau.
Krisis air ditengarai karena minimnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan untuk melestarikan alamnya. Dampaknya saat hujan deras dan longsor beberapa waktu lalu pipa aliran air patah.
Direktur PDAM Kota Jayapura Abdul M. Petonengan mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi dan imbauan, bahkan melalui pamflet agar tidak menebang pohon sembarangan.
“Itu PDAM sendiri sudah sering melakukan sosialisasi dan imbauan,” kata Abdul kepada Jubi di Kota Jayapura, Kamis, 1 Maret 2018.
Meski demikian ia mengaku tak melarang masyarakat untuk berkebun, sebab mereka dikantongi izin dari pemilik lahan.
“Tetapi kami hanya mengimbau demi banyak orang yang ada di kota ini,” kata Abdul lagi.
Beberapa waktu lalu, saat hujan dan longsor, pipa saluran air ke PDAM patah. Hal itu disebabkan karena ada warga yang mengambil batu dan pasir di sekitar kawasan Kamwolker. Akibatnya terjadi perubahan aliran air hingga banjir dan longsor.
Maka dari itu, ia mengharapkan agar masyarakat tidak menebang pohon atau menggali pasir dan batu-batu, di kawasan Kamwolker. Sebab air di kawasan ini mulai berkurang. Selain itu, saat hujan air kali Kalmowker berubah menjadi cokelat.
“Jika hutan masih alami hujan sedikit itu debit air 895 liter detik, tetapi jika hutan (maksudnya: pohon) ditebang debit air mulai berkurang,” katanya.
Untuk mengatasi kekurangan air PDAM akan mengambil air sekitar 1.100 liter per detik.
“Rencana itu sudah jadi. Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi. Realisasinya bisa jadi atau tidak belum tahu,” katanya.
Soal apakah air danau itu layak atau tidak layak dikonsumsi, pihaknya terlebih dahulu mensterilkannnya lalu disalurkan kepada para pelanggan. Pihak PDAM pun akan melakukan uji sampel dengan menggunakan kaporit untuk membunuh bakteri.
“Ke depan bukan lagi karborit tetapi gas polor untuk diturunkan. Bakteri-bakteri yang berbahaya atau melebihi batas itu tidak ada, dan aman untuk kita konsumsi, dan hanya ada butuh tritmen untuk penjernihannya,” katanya.
Menurut dia, ada dua masalah di PDAM, yaitu, kekurangan sumber air di hulu dan disiasati dengan memasok air danau. Selain itu, di sisi lain, banyak pelanggan yang tidak memakai meteran air (ilegal koneksi).
Ia bahkan mengharapkan agar akhir tahun 2018 pelanggan-pelanggan memasang meteran air.
“Karena dalam jangka waktu lima tahun PDAM membutuhkan dana Rp 118 miliar, dan utang PDAM sampai bulan Desember 2017 adalah Rp 38 miliar dari masyarakat yang belum bayar tunggakan air PDAM,” katanya.
Wakil Wali Kota Rustan Saru, Selasa, 14 November 2017 di Entrop mengatakan, dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) ada 500 ribu jiwa penduduk kota dan 200 jiwa dari kabupaten.
“Kebutuhan air sangat besar, tingkat kehilangan air NRW hampir 40 persen, artinya 53 persen yang tersalurkan, itu pun belum maksimal prosesnya, ada yang bayar, tidak bayar, bahkan menunggak bertahun-tahun,” katanya seperti ditulis dalam siaran pers pada laman jayapurakota.go.id, 14 November 2017.
Polemik penyaluran air dari jumlah total 31 ribu pelanggan, lanjutnya, bisa dipastikan kurang dari 10 pelanggan yang mengalir murni.
“Kehilangan di sini lebih kepada income yang diperoleh PDAM yang seharusnya berbentuk uang. Sehingga dengan mengurangi NRW bisa menyelamatkan banyak uang dan mengembalikan fungsi air sebagai komoditi PDAM,” katanya.
Penduduk kota sebesar 500 ribu jiwa dan 200 dari kabupaten Jayapura membutuhkan jutaan liter air per hari. Menurut Rustam, ini merupakan tantangan PDAM agar tahun 2019 bisa terpenuhi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua meminta agar PDAM Kota Jayapura berkoordinasi dengan masyarakat lokal sebelum mengambil air di danau Sentani.
Aish Rumbekwan dari WALHI Papua mengaku tak mempersoalkan jika PDAM mengambil air di danau jika debit air berkurang.
“Namun, pertanyaannya air danau itu layak dikonsumsi atau tidak? Perlu juga untuk dibawa ke laboratorium untuk memastikan (kelayakannya),” kata Rumbekwan.
Menurut dia, danau Sentani mulai terancam sedimentasi. Padahal dulunya air danau bisa diambil untuk dikonsumsi warga.
Ia berpendapat, pengurangan air di Kota Jayapura dikibatkan oleh tingginya penebangan hutan.
“Siapa yang bertanggung jawab untuk menjaga hutan itu? Seberapa jauh perhatian pemerintah kota dan sanksi-sanksi terhadap masyarakat yang menebang hutan sebagai efek jera?” katanya.
Dia pun menyarankan agar tak hanya PDAM saja yang menanggulangi kekurangan air di kota ini, tetapi juga Dinas Kehutanan.
“WALHI mendorong permasalahan ini untuk perlindungan efektif karena debit air berkurang karena dampak dari masyarakat dan juga ada pembiaran oleh pemerintah,” katanya. (*)