Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) mengatakan setidaknya 600 warga sipil tewas akibat perang saudara di Kota Mai Kadra, wilayah Tigray. Namun angka kematian diduga lebih tinggi akibat konflik yang berlangsung sejak awal bulan ini.
Temuan ini diperoleh dari penelusuran tim khusus yang bertemu dengan para saksi penyintas, dan pihak lainnya. Menurutnya EHRC, sejumlah orang dari kelompok etnis yang berbeda terbunuh di Mai Kadra, Tigray, tetapi pelaku secara khusus menargetkan etnis Amhara dan Wolkaits.
“Milisi lokal dan aparat keamanan polisi bergabung dengan anggota kelompok Samri untuk melakukan penggerebekan dari pintu ke pintu dan membunuh ratusan orang yang mereka identifikasi sebagai etnis ‘asal Amhara dan Wolkait’, dengan memukuli mereka dengan tongkat, menikam mereka dengan pisau, parang dan kapak serta mencekiknya dengan tali,” tulis laporan EHRC, dikutip dari Aljazeera, Rabu, (25/11/2020).
Baca juga : Ratusan orang di Ethiopia tewas saat protes kematian penyanyi Hachalu Hundessa
PM Ethiopia temui oposisi dan militer Sudan
Kuburan masal di Sudan ini tempat remaja Wamil dibunuh pada 1998
Tim independen mengatakan telah menemukan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh kelompok pemuda setempat bernama Samri, dengan dukungan dari warga sipil Tigrayan lainnya, polisi dan milisi.
Perang saudara di Ethiopia pecah sejak 4 November 2020 ketika Perdana Menteri Abiy Ahmed melancarkan serangan terhadap pemerintah daerah Tigray. Hal ini didorong dugaan serangan yang dilakukan pasukan keamanan Tigray terhadap pos-pos militer pemerintah pusat di wilayah utara.
Sejak itu, informasi sulit diperoleh dan diverifikasi karena ada pemutusan komunikasi dan akses ke Tigray yang dikontrol dengan ketat. Kedua belah pihak dituduh melakukan kekejaman terhadap warga sipil, dengan ribuan orang diyakini telah terbunuh dan puluhan ribu lainnya mengungsi hingga saat ini.
Penguasa Tigray, dari Front Pembebasan Rakyat Tigrayan (TPLF), sebelumnya menolak tanggung jawab atas pembantaian di Mai Kadra.
Sementara itu, beberapa dari 40 ribu orang yang mengungsi ke Sudan menuduh pemerintah ingin memusnahkan orang-orang Tigray.
“Pemerintah ingin mengusir orang Tigray, jadi kami lari. Orang-orang hidup dalam konflik di sana,” kata Gowru Awara, seorang pengungsi Ethiopia di Sudan.
Pemerintah menyangkal menargetkan warga sipil dalam kampanyenya melawan TPLF dan menolak tuduhan diskriminasi terhadap etnis Tigray. (*)
Editor : Edi Faisol