Korban Montara Desak Jokowi Batalkan Perjanjian 1997

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1

Kupang, Jubi – Lebih dari 13.000 rakyat Nusa Tenggara Timur yang menjadi korban pencemaran Laut Timor mendesak Presiden Joko Widodo untuk membatalkan perjanjian 1997 antara Indonesia-Australia tentang ZEE dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor.

"Kami juga meminta DPR-RI mendukung pemerintahan Presiden Jokowi untuk membatalkan perjanjian tersebut, karena belum diratifikasi oleh parlemen kedua negara dan tidak bisa diimplementasikan menyusul Timor Timur telah berdiri menjadi sebuah negara merdeka melalui referendum pada 1999," demikian pernyataan rakyat korban pencemaran yang disampaikan oleh Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Senin.

Lebih dari 13.000 rakyat NTT itu merupakan petani rumput laut yang saat ini tengah menggugat PTTEP Australasia, sebuah perusahaan minyak asal Thailand, akibat anjungan minyak Montara yang dikelolanya di Blok Atlas Barat Laut Timor terbakar dan meledak pada 21 Agustus 2009 yang mengakibatkan usaha rumput laut di wilayah pesisir Pulau Rote dan Kabupaten Kupang, NTT hancur total.

Melalui YPTB pimpinan Ferdi Tanoni yang telah mengadvokasi mereka untuk menggugat perusahaan minyak di Pengadilan Federal Australia di Sydney setelah lebih dari tujuh tahun lamanya berjuang, kini mereka juga meminta Presiden Joko Widodo dan DPR-RI untuk membatalkan Perjanjian 1997 yang ditandatangani oleh Menlu Ali Alatas dan rekandanya dari Australia Alexander Downer di Perth, Australia Barat pada 1997.

Saat perjanjian itu ditandatangani, Timor Timur masih menjadi bagian integral dari NKRI, namun melalui referendum pada Agustus 1999, Timor Timur memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dengan melahirkan sebuah negara baru di kawasan Laut Timor bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), sehingga apapun alasannya, perjanjian tersebut wajib dibatalkan dan dirundingkan kembali secara trilateral.

Pada 1997, pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani Perjanjian Batas-Batas Dasar Laut Tertentu dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Timor yang hingga saat ini belum diratifikasi oleh kedua negara, sehingga pemerintahan Presiden Joko Widodo wajib membatalkannya, karena Timor Timur telah berdiri menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat. (*)

Related posts

Leave a Reply

Korban Montara Desak Jokowi Batalkan Perjanjian 1997

Kupang, Jubi – Lebih dari 13.000 rakyat Nusa Tenggara Timur yang menjadi korban pencemaran Laut Timor mendesak Presiden Joko Widodo untuk membatalkan perjanjian 1997 antara Indonesia-Australia tentang ZEE dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor.

tumpahan minyak Montara. – iesr.or.id
tumpahan minyak Montara. – iesr.or.id

“Kami juga meminta DPR-RI mendukung pemerintahan Presiden Jokowi untuk membatalkan perjanjian tersebut, karena belum diratifikasi oleh parlemen kedua negara dan tidak bisa diimplementasikan menyusul Timor Timur telah berdiri menjadi sebuah negara merdeka melalui referendum pada 1999,” demikian pernyataan rakyat korban pencemaran yang disampaikan oleh Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Senin (19/9/2016).

Lebih dari 13.000 rakyat NTT itu merupakan petani rumput laut yang saat ini tengah menggugat PTTEP Australasia, sebuah perusahaan minyak asal Thailand, akibat anjungan minyak Montara yang dikelolanya di Blok Atlas Barat Laut Timor terbakar dan meledak pada 21 Agustus 2009 yang mengakibatkan usaha rumput laut di wilayah pesisir Pulau Rote dan Kabupaten Kupang, NTT hancur total.

Melalui YPTB pimpinan Ferdi Tanoni yang telah mengadvokasi mereka untuk menggugat perusahaan minyak di Pengadilan Federal Australia di Sydney setelah lebih dari tujuh tahun lamanya berjuang, kini mereka juga meminta Presiden Joko Widodo dan DPR-RI untuk membatalkan Perjanjian 1997 yang ditandatangani oleh Menlu Ali Alatas dan rekandanya dari Australia Alexander Downer di Perth, Australia Barat pada 1997.

Saat perjanjian itu ditandatangani, Timor Timur masih menjadi bagian integral dari NKRI, namun melalui referendum pada Agustus 1999, Timor Timur memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dengan melahirkan sebuah negara baru di kawasan Laut Timor bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), sehingga apapun alasannya, perjanjian tersebut wajib dibatalkan dan dirundingkan kembali secara trilateral.

Pada 1997, pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani Perjanjian Batas-Batas Dasar Laut Tertentu dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Timor yang hingga saat ini belum diratifikasi oleh kedua negara, sehingga pemerintahan Presiden Joko Widodo wajib membatalkannya, karena Timor Timur telah berdiri menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat. (*)

Related posts

Leave a Reply