Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kontak senjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terjadi di Banti, Tembagapura, Kabupaten Timika, Papua, pada Minggu (1/4/2018) dan Senin (2/4/2018). Kontak senjata itu menimbulkan korban jiwa dari kedua pihak.
Panglima Operasi Komando Daerah Pertahanan III Kalikopi, Nemangkawi, Papua, Hendrik Manwang mengungkapkan pihak TNI berusaha masuk ke Banti sejak Minggu. Namun TPN OPM mengadang TNI sehingga terjadi baku tembak.
"Dari serangan itu ada satu rumah warga yang terbakar. Mereka yang menjadi korban belum dievakuasi. Dari TPN 1 orang, dan juga belum dievakuasi," kata Hendrik, kemarin.
Hendrik menjelaskan warga Banti merupakan masyarakat pribumi yang selama ini ditipu oleh PT. Freeport Indonesia. Menurutnya, masyarakat setempat tengah berjuang mengembalikan hak atas kedaulatannya.
"Saya punya masyarakat sama-sama berjuang untuk tutup PT. Freeport, karena itu akar masalah Papua," tegasnya.
Dia mengatakan pembakaran rumah sakit dan sekolah yang dibangun Freeport sebagai dampak kemarahan karena selama ini fasilitas tersebut dianggap tidak bisa membantu masyarakat.
"Bakar rumah sakit dan sekolah, rumah sakit dan sekolah itu bikin dari PT. Freeport, bukannya menyelamatkan masyarakat. Ada rumah sakit saja banyak orang mati di usia yang tidak pantas mati. Coba bayangkan itu. Sekarang sudah ada rumah sakit, tapi anak kecil masih muda sudah mati banyak sekali. Kekurangan gizi di mana-mana," katanya.
Hendrik menyatakan TPN OPM siap perang melawan TNI meskipun pihaknya memiliki keterbatasan senjata. Selama ini pihaknya juga menjalin komunikasi dengan Komando Daerah Pertahanan (Kodap) yang berada di hutan.
"Kalau TNI menyatakan perang, oke-oke saja kami terima. Kami siap. Tidak mungkin kami lari, namanya tempur. Kami siap bertempur, walaupun kami punya keterbatasan-keterbatasan melawan negara yang lengkap dengan persenjataan, dari persenjataan ringan dan persenjataan berat," katanya.
Hendrik menjelaskan perang yang dimaksud terkait perang urat syaraf dan secara fisik. Dia menambahkan selama ini perang urat syaraf telah dijalankan oleh para diplomat yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yaitu Benny Wenda, Octovianus Mote, Rex Rumakiek dan Paula Makabory.
"Mereka ada lobi di tingkat internasional," ujar Hendrik.
Hendrik menyatakan OPM tak bisa berdialog dengan Pemerintah Indonesia. Pihaknya hanya bersedia berdialog jika Perserikatan Bangsa-Bangsa ikut duduk bersama membicarakan persoalan ini. Sebab menurutnya, PBB ikut terlibat dalam menganeksasi Papua ke Republik Indonesia.
"Apa yang menjadi milik pemerintah Indonesia, kembalikan pada pemerintah Indonesia. Tetapi apa yang menjadi milik Bangsa Papua dan rakyat pribumi Papua, maka kembalikan pada rakyat pribumi Papua," ujarnya.
Dua tewas dari OPM, satu dari TNI
Di pihak lain, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan akibat baku tembak itu, seorang prajurit TNI dari Yonif 751/Raider, Prajurit Satu Vicky Rumpasium tewas. Tak ada korban luka-luka dari pihak TNI.
"Dari kami gugur satu orang, Vicky Rumpasium, putra asli sorong. Sudah dievakuasi pagi ini," kata Aidi, Selasa (3/4/2018).
Berdasarkan pantauan melalui drone di lokasi kejadian, Aidi menyebut dua orang tewas dari pihak OPM, sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka.
"Kami masih melakukan pengejaran," ujar Aidi.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan tidak takut dengan ancaman perang dari OPM. Ultimatum OPM itu diunggah di media sosial pada 27 Februari lalu.
Ryamizard menegaskan kekuatan alutsista dan pasukan TNI lebih kuat dibandingkan tentara OPM.
"Mereka (OPM) ajak perang? Ya, perang saja. Orang ajak perang, masak makan soto sih," kata Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Sementara Kodam XVII/Cenderawasih juga menyatakan hal yang sama bahwa mereka siap perang melawan OPM.
Meski demikian, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menyebut TNI tidak menghendaki jika perang tersebut terjadi. (CNN Indonesia)