Konsultasi publik di PNG terkait deklarasi ‘negara Kristen’ dimulai

Gerbang di Wutung, perbatasan Papua Nugini dengan Indonesia. - Johnny Blades/ RNZ Pacific

Papua No.1 News Portal | Jubi

Port Moresby, Jubi – Orang-orang Papua Nugini sedang diminta untuk memberikan tanggapan apakah mereka ingin negara tersebut secara resmi dinyatakan sebagai ‘negara Kristen’. Jika kebijakan ini disetujui, itu berarti PNG akan bergabung dengan segelintir negara lainnya di seluruh dunia yang memiliki gelar yang sama, termasuk Samoa dan Tuvalu.

Sekitar 98% orang-orang di PNG mengaku beragama Kristen, dan sejak menjadi Perdana Menteri, James Marape telah mengaitkan agama tersebut dengan visinya bagi PNG.

Read More

“Saya benar-benar ingin negara ini menjadi negara Kristen kulit gelap terkaya di planet ini,” tegasnya saat itu.

Konsultasi publik mengenai kebijakan ini akan dimulai pekan lalu untuk mengetahui besarnya dukungan akan perubahan Konstitusi PNG.

Marape juga mengakui kalau tidak semua orang akan setuju dengannya.

“Beberapa pihak pasti akan mengkritik saya… mereka mengira saya ini melakukan rasisme atau saya terlalu pengikut agama yang setia atau fanatik,” jelasnya dalam pidato publik pada Oktober 2019.

Penulis blog dan aktivis yang vokal, Martyn Namarong, percaya bahwa perubahan itu tidak diperlukan.

“Menurut saya ini adalah percakapan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Ini adalah sebuah masalah non-issue yang dijadikan sebuah permasalahan,” ungkapnya kepada ABC.

“Saya merasa pemerintah benar-benar hanya menghambur-hamburkan uang masyarakat untuk melakukan konsultasi seperti itu ketika ekonomi sedang terpuruk dan saat kami menghadapi masalah yang lebih mendesak seperti Covid-19 dan tinggi angka pengangguran yang juga harus ditangani”.

Pemerintah PNG telah mengalokasikan dana sebesar K 2 Juta untuk melakukan konsultasi publik, ini termasuk formulir daring, dengan empat pertanyaan yang sangat mirip, termasuk “Pemerintah ingin mendeklarasikan Papua Nugini sebagai Negara Kristen. Apakah Anda setuju?” dan “Apakah Anda ingin Papua Nugini diumumkan atau dideklarasikan sebagai Negara Kristen dalam Konstitusi Nasional atau Mama Law?”.

Dr. Michelle Rooney, seorang peneliti di Australian National University dan dosen tamu di UPNG, juga mengkritik pendekatan pemerintah.

“Salah satu pertanyaan penting yang ingin kami tanyakan, dan menurut saya seharusnya dipertanyakan, adalah apakah pemerintah melakukan hal ini karena mereka berusaha menjauhkan perhatian orang-orang dari pekerjaan mereka yang lainnya? Karena tampaknya belum jelas apa yang sebenarnya menjadi motivasi pemerintah,” ujarnya.

Ahamed John, wakil sekretaris Islamic Society PNG, sejauh ini tidak ikut campur tangan dalam perdebatan ini, namun ia khawatir bagaimana perubahan itu akan mempengaruhi hal-hal lainnya.

“Komisi Reformasi Hukum Konstitusi (Constitutional Law Reform Commission/ CLRC) di PNG harus memahami akar dan tujuan sebuah agama sebelum negara itu bisa mengambil keputusan untuk menjadikan PNG sebagai negara Kristen,” ujarnya. “Kami percaya bahwa pemerintah harus adil kepada setiap warga negara ini. Setiap keputusan yang dibuat oleh pemerintah di tingkat politik harus menguntungkan semua umat manusia”. (Pacific Beat)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply