Papua No. 1 News Portal | Jubi
Timika, Jubi – Pesta bakar batu—memasak dengan cara tradisional Papua dari wilayah Lapago-Meepago—menjadi simbol awal dimulainya rangkaian kegiatan Konferensi XI Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua.
Setelah tertunda satu tahun, acara akbar Konferensi XI Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua akhirnya terlaksana. Pembukaan acara tersebut dihadiri ribuan umat Kingmi se-tanah Papua pada Senin (1/11/2021) di halaman Gereja Kingmi Jemaat Marten Luther Mile 32 Timika, Mimika.
Konferensi ini seharusnya dilaksanakan pada Oktober 2020.
Berdasarkan surat keputusan tentang penyerahan tugas dan tanggung jawab penyelenggara dalam Konferensi Sinode X di Moanemani, Kabupaten Dogiyai pada 2017, empat kabupaten ditunjuk menjadi tuan rumah yaitu Puncak, Puncak Selatan, Puncak Timur, dan Intan Jaya; dengan menetapkan Kota Ilaga di Puncak sebagai tempat pelaksanaan.
Namun karena dilanda pandemi Covid-19 dan operasi militer—hingga menimbulkan beberapa kali peristiwa kontak tembak antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM dan melahirkan gelombang besar pengungsian masyarakat Puncak—mendorong panitia harus membuat keputusan untuk mengubah waktu dan tempat pelaksanaan.
“Hari ini saya menjadi orang yang sangat bersukacita karena pada akhirnya Konferensi Sinode XI Kingmi di Tanah Papua 2021 bisa terlaksana hari ini sampai beberapa hari ke depan. Sebagaimana kita ketahui bahwa telah terjadi beberapa kali penundaan, baik waktu maupun tempat pelaksanaan, akibat faktor pandemi Covid-19 dan keamanan,” kata Ketua Umum Panitia Konferensi Sinode Kingmi di Tanah Papua, Willem Wandik, Senin malam.
Willem Wandik, yang juga Bupati Kabupaten Puncak, mengatakan melalui konferensi ini, gereja diharapkan bertumbuh dan berkontribusi secara nyata dalam perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, sebagaimana tema yang diusung: Berubah untuk Menjadi Kuat dengan sub tema: melalui konferensi ini kita bangkit bergerak dan berakar menuju 100 tahun gereja Kingmi di Tanah Papua.
Wandik juga mengatakan terselenggaranya konferensi itu merupakan kerja sama dari Pemerintah Provinsi Papua, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, dan Intan Jaya sebagai tuan rumah. Juga atas dukungan dari Bupati Paniai, Deiyai, dan para bupati se-tanah Papua.
“Sumbangan dari Gubernur Lukas Enembe, sebesar Rp15 miliar, Bupati Mamberamo Tengah menyumbang Rp1 miliar, Bupati Yahukimo menyumbang Rp500 juta, Bupati Paniai Rp1 miliar, Bupati Dogiyai Rp1 miliar, Bupati Mimika Eltinus Omaleng Rp15 miliar, sampai menyiapkan hotel-hotel, makanan, 50 ekor ternak,” katanya.
Wandik juga memberikan apresiasinya kepada seluruh jemaat Kingmi dan simpatisan dari denominasi gereja lain yang ikut berkontribusi dalam konferensi.
“Selain pemerintah, panitia juga didukung oleh 13 ketua koordinator dan 92 klasis serta seluruh jemaat Kingmi se-tanah Papua yang secara swadaya memberikan bantuan uang, ternak babi, hasil kebun untuk semata-mata lancarnya kegiatan konferensi ini,” ucapnya.
Wandik mengatakan pihaknya berharap selama enam hari kegiatan, para peserta konferensi, badan pekerja klasis dari wilayah koordinator dapat saling bertukar pikiran, pendapat untuk merumuskan solusi terbaik.
“Dan, secara sistematis, konkrit dan terukur, serta dapat mengatasi permasalahann yang dihadapi oleh jemaat Kingmi di Tanah Papua secara keseluruhan. Sekaligus mampu memilih dan menetapkan Ketua Sinode Periode 2021-2026 dalam keadaan damai, sukacita, dan penuh rasa persaudaraan yang saling mengasihi,” ujar Wandik.
Menanti Ketua Sinode baru
Secara organisasi gereja, Sinode Kingmi di Tanah Papua telah dipimpin oleh 10 orang pemimpin sejak tahun 1962 hingga saat ini. Berurutan dari yang pertama, Pdt. Ch. D Paksoal (1962-1972), Pdt. Bernadus Sumilat (1972-1977), Pdt. Yosia Tebay, M. Th (1977-1989), Pdt. Ruben Magai (1986-1987), Pdt. Yusuf Pekey, S.Th (1987-1988), Pdt. Obet Komba, Sm. Th (1988-1992), Pdt. Yhon M. Gobay, S.Th (2002-2004), Pdt. Seblum Karubaba, MA (2004-2010), dan Pdt. Dr Benny Giay sejak 2010-2021.
Agenda puncak dari konferensi ini adalah pemilihan dan penetapan Ketua Sinode Kingmi XI, pada Jumat (6/11/2021).
Panitia pun telah menentukan pemilihan akan dilakukan secara terbatas dengan jumlah perwakilan yang sama dari setiap klasis.
Ketua 1 panitia konferensi, Pdt. Menas Mayau, menjelaskan peserta konferensi berasal dari 13 koordinator wilayah yang membawahi 91 klasis, dan dari setiap klasis dibatasi enam orang peserta.
“Yang kami undang sesuai kesepakatan panitia dengan sinode yaitu satu klasis terdiri dari tiga orang sebagai peninjau dan tiga orang lagi yang mempunyai hak untuk memilih,” kata Pendeta Mayau.
Pdt. Mayau pun tak memungkiri, meski jumlah peserta dibatasi 600 orang, namun angkanya melonjak jauh hingga diperkirakan lebih dari 1.000 orang pada hari pertama pembukaan konferensi, yang dihadiri Gubernur Lukas Enembe serta tiga pimpinan sinode di Tanah Papua: Kingmi, GIDI, dan GKI.
Pendeta Mayau menegaskan banyaknya peserta yang melebihi target itu adalah jemaat yang ingin menyambut dan memeriahkan agenda lima tahunan gereja tersebut pada pembukaan dan penutupan konferensi.
“Tapi, untuk acara pembukaan dan penutupan nanti, itu semua jemaat dan simpatisan juga ikut ambil bagian, pesta bakar batu. Yang datang dari daerah-daerah yang sudah di sini [Timika] saja ada 2.000, apalagi pas bakar batu bisa lebih,” ujarnya.
“Termasuk kami kasi undangan kepada agereja GKII pusat, yang ada di Papua kami sudah undang. Karena GKII itu dengan Kingmi kami satu payung jadi kalau kegiatan yang dibuat oleh Kingmi, GKII juga bisa gabung ikut kegiatan. Sama demikian juga, GKII yang buat Kingmi bisa bantu kegiatan sama-sama, supaya Kingmi dan GKII ini bisa jalan sama-sama, itu harapan kami panitia, tidak ada permusuhan,” ujar Pdt. Mayau.
Timika tuan rumah karena sejarah
Sementara itu, masyarakat Timika khususnya Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, dihujani pujian sebagai tuan rumah. Setelah berhasil menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional XX Papua Klaster Mimika, Omaleng juga menunjukkan kesiapannya menyelenggarakan Konferensi Sinode Kingmi di Tanah Papua.
Setelah Gubernur Papua yang menyumbang Rp15 miliar untuk konferensi ini, Omaleng menjadi bupati penyumbang terbesar dalam dana serta fasilitas.
Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, mengatakan tidak salah kegiatan besar itu dilakukan di daerah dengan julukan Negeri Amungsa tersebut. Pasalnya, Timika merupakan daerah atau pintu sejarah penyebaran gereja Kingmi ke daerah lain di wilayah pegunungan Meepago maupun Lapago. Secara aksesibilitas, Timika lebih dekat untuk dijangkau dari empat kabupaten yang merupakan penangungjawab kegiatan.
“Dalam sejarah perjalanan pekabaran Gereja kemah Injil di Tan ah Papua, 1938, di mana misionaris menggunakan kapal layar, lalu mereka menginjak kaki di Negeri Amungsa di sini dengan membawa tongkat, lalu dia ke ke Paniai, kemudian ke Puncak, putar kembali sampai Negeri Amungsa, dan tongkat itu hasilnya mereka telah membawa terang bagi kita. Dan terang itu sudah ada hasil hari ini, makanya kami bisa ada dalam gedung megah dan besar ini,” ujar Omaleng.
Omaleng berharap dari Negeri Amungsa akan lahir program-program terbaik untuk pelayanan Gereja Kingmi di Tanah Papua lima tahun ke depan, sesuai tema: Berubah untuk Menjadi Lebih Kuat.
Eltinus Omaleng mengatakan situasi politik saat ini membuat Gereja Kingmi biasanya diidentikan dengan politik Papua merdeka, padahal orang tidak sadar bahwa yang diperjuangkan adalah berbagai persoalan yang menimpa umatnya, yaitu keinginan merdeka dari kegelapan, merdeka dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
“Merdeka dalam tubuh kita, keluar dari kegelapan, ingin menjadi terang, dan harus diingat bahwa kami ada saat ini karena gereja, baru pemerintah masuk, jadi semua orang jangan pikir dengan negatif soal gereja ini,” tegasnya.
Omaleng mengatakan Konferensi Sinode XI ini, selain menjadi wadah dalam melihat kinerja pelayanan, juga akan menghasilkan program-program kerja yang berguna bagi pelayanan Kingmi se-tanah Papua.
Katanya, Konferensi Sinode Kingmi ini adalah sidang tertinggi dari gereja Kingmi se-tanah Papua yang dilaksankaan lima tahun sekali. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memberikan dampak bagi jemaat Gereja Kingmi, namun menjadi kebangkitan bagi seluruh masyarakat Papua, guna mendukung kesejahtaran dan kedamaian, serta kemandirian bagi masyarakat Papua.
“Kita mau gereja Kingmi di Tanah Papua menunjukkan ciri khas pelayanan yang tulus, gereja pembawa damai menjadi teladan dan berdiri di depan, sebagai panutan dan contoh bagi jemaat yang lain. Gereja Kingmi siap menjadi mitra pemerintah membangun masyarakat yang kita cintai ini,” harapnya.
“Saya juga berharap moment ini menjadi kebangkitan pemuda dan pemudi, tempat Kingmi se-tanah Papua untuk mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan ini, genersi muda harus merasa memiliki dan punya peran penting ke depan, untuk memajukan gereja dan masa depan Tanah Papua yang kita cintai,” ujarnya.
Konferensi Kingmi XI yang dibuka oleh Gubernur Lukas Enembe itu turut dihadiri oleh Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Andrikus Mofu, Presiden GIDI Dorman Wandikbo, serta Direktur Urusan Agama Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia Jannus Pangaribuan, serta sejumlah bupati dan ribuan jemaat dan peserta konferensi dari berbagai daerah di Tanah Papua. (Advetorial)