Kondisi mahasiswa pasca pengosongan asrama dan rusunawa Uncen, Papua

papua
Mahasiswa sedang tidur siang di posko. - Jubi/Theo Kelen.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Sudah sebulan Venus Kabak, mahasiswa Semester VI Jurusan Antropologi FISIP Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua itu tinggal di posko yang sederhana dengan fasilitas yang jauh dari memadai.

Di posko bekas bangunan setengah jadi milik warga beratap terpal yang tidak memiliki pintu, Kabak tinggal bersama 49 mahasiswa lainnya. Lantainya hanya beralaskan terpal. Beberapa kasur yang dipakai untuk tidur terlihat mulai menghitam.

Read More

Di dalam posko ada satu lemari dan meja yang dipakai bersama untuk menyimpan baju mereka.

“Kami punya barang-barang seperti kasur, lemari, kursi, dan barang lainnya dihancurkan aparat waktu pengosongan itu,” kata Kabak.

Posko milik warga yang ditempati mahasiswa itu memiliki enam bagian, lima dipakai untuk beristirahat dan satu bagian untuk dapur umum.

Bila malam tiba, penerangan yang digunakan hanya lilin atau pelita, karena tidak ada aliran listrik.

Jika hendak mandi dan mencuci mereka menumpang di rumah warga di sekitar posko dan membeli air galon untuk keperluan memasak.

BACA JUGA: Mahasiswa Papua terpaksa keluar dari Jayapura agar bisa kuliah online

Sejak tinggal di posko Kabak tidak mengikuti kuliah secara baik. Ia mengaku barang-barang kuliahnya ikut dibuang saat pengosongan asrama.

“Selama ini tidak kuliah, bukan saya sendiri, mahasiswa lainnya juga tidak ikut kuliah online karena kami punya almamater, KRS, laptop, dan alat-alat untuk kuliah dibuang pihak keamanan,” katanya.

Ada 49 mahasiswa lainnya yang senasib dengan Kabak yang sebelumnya tinggal di Asrama Uncen dan kini terpaksa tinggal di posko. Dua di antaranya, David Wilil, mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Musa Hisage, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua.

Pada 21 Mei 2021, pukul 8 pagi sampai pukul 2 siang pihak Universitas Cenderawasih meminta bantuan 800 aparat gabungan TNI, Polisi, dan Satpol PP untuk mengosongkan paksa asrama dan Rusunawa Universits Cenderawasih, Papua.

Akibatnya, para penghuninya terusir dan mendadak harus mencari tempat bernaung.

Hisage kepada Jubi mengatakan, para mahasiswa penghuni asrama ingin persoalan diselesaikan dengan baik-baik.

“Kalau ada yang mainkan propaganda, isu-isu di luar, itu bukan urusan kami, tapi urusan dalam lembaga Uncen,” ujarnya.

Ia berharap masalah asrama segera diselesaikan dengan cepat agar para mahasiswa aktif yang menghuninya bisa kembali kuliah.

“Hari ini kenapa kami bertahan di posko, itu jelas bahwa pihak lembaga harus memfasilitasi tempat tinggal bagi mahasiswa yang aktif serta segera ganti rugi alat-alat mahasiswa yang dikasih hancur oleh aparat, itu harapan kami,” ujar Hisage.

Hisage menjelaskan, sebagian besar mahasiswa yang disuruh meninggalkan asrama dan rusunawa dari keluarga kurang mampu. Orang tua mereka pekerja kebun dan pemburu. Mereka selama di posko hidup dari mengambil hasil tanaman di sekitar asrama dan dari sumbangan sukarela anggota posko. Selain itu ada bantuan dari beberapa pihak, salah satunya dari Persatuan Pencak Silat Kota Jayapura, Papua.

“Itu mereka sumbang beras 50 kg tiga karung, mie delapan karton, telur empat rak, pop mie, kopi, dan gula. Juga ada sumbangan bahan makanan dari salah satu anggota Komis V DPR Papua dari Yahukimo. Terus sayur kita petik dari yang ditanam di sekitar asrama,” ujarnya.

David Wilil, mahasiswa Semester VI6 Fakultas Ilmu Keolahragaan Univeritas Cenderawasih mengatakan sekitar 50 mahasiswa aktif yang tinggal di posko. Sebagian lainnya tinggal terpencar. Ada yang tinggal di Abe, Abe Pantai, Abe Gunung, Skyland, Kampung Buton, Kompwolker, Waena gunung, dan Organda.

Hingga saat ini, kata Wilil yang juga koordinator posko, setelah mahasiswa diusir dari asrama, tim penertiban Universitas Cenderawasih belum pernah datang ke posko.

“Tim dari Uncen tidak pernah datang ke pokso untuk menanyakan kira-kira keluhan kami mahasiswa bagaimana, tindak lanjutnya seperti apa,” ujarnya.

Ke depan, kata Wilil, sambil bertahan di posko, mereka sudah menunjuk LBH Papua sebagai kuasa hukum untuk mengurus ke pihak Uncen.

“Tuntutan kami itu musyawarah bersama dengan kami penghuni, setelah itu siapkan kami punya tempat tinggal harus dekat dengan kampus sambil asrama direnovasi dan setelah direnovasi kami akan kembali masuk,” ujar Wilil.

Sebelumnya Tim Kuasa Hukum Rektorat Universitas Cenderawasih, Ivonia Sonya Tetcuari mengatakan mahasiswa aktif yang terdata dan yang belum terdata akan didata ulang oleh tim penertiban.

Kemudian mereka akan direlokasi ke Gedung Ex Percetakan Uncen. Gedung Ex Percetakan Uncen telah digunakan sebagai tempat relokasi mahasiswa aktif dari asrama dan rusunawa sejak 8 Mei 2021.

“Yang direlokasi itu kan yang terdata dengan kesadaran sendiri datang melapor dan mau dipindahkan, mahasiswa aktif direlokasi mulai 8 Mei 2021, tetapi mereka yang bertahan itu tidak mau keluar (dari asrama dan rusunawa-red),” kata Tetcuari.

Menurut Tetcuari mahasiswa aktif Uncen yang terdata saat pengosongan asrama dan rusunawa pada 21 Mei 2021 lalu hanya 56 orang dan ditambah 25 orang lain yang mengaku mahasiswa, namun belum memilki KPM.

“Yang (ada dalam data) kami itu sekitar 56 mahasiswa aktif, kemudian yang mengaku mahasiswa tetapi tidak punya identitas itu 25 orang, sedangkan mereka yang penghuni liar tidak mau didata, mereka sudah keluar,” ujar Tetcuari.

Jubi mendatangi Gedung Ex Percetakan Uncen yang digunakan sebagai tempat relokasi sementara pada Kamis, 10 Juni 2021.

Albert Maniani yang ditemui Jubi  mengatakan ada 97 mahasiswa aktif dari Asrama Sakura. Hanya saja yang menempati gedung itu cuma sekitar 20 mahasiswa.

“Gedung ini diperuntukan untuk semua mahasiswa aktif dari tujuh unit itu, tapi sebagian memilih tinggal dengan keluarga dan di kos-kosan,” katanya.

Mahasiswa Semester VIII Fakultas Kedokteran Uncen tersebut mengatakan tidak ada mahasiswa dari asrama dan rusunawa Uncen Waena yang tinggal di sana.

Asrama Sakura dengan 10 unit itu, di antaranya tujuh unit dikosong pada 10 Mei 2021. Selanjutnya direnovasi untuk keperluan tempat tinggal para atlet yang bertanding selama PON XX di Papua.

“Yang direnovasi tujuh unit, yaitu Merpati, Elang, Maleo, Cenderawasih, Mambruk, Merak dan Kasuari, sedangkan tiga unit lainnya PGSD, Mes Kedokteran, dan Kanguru tidak direnovasi,” kata ketua Badan Pengurus Asrama Sakura tersebut.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay mengatakan pasca penandatanganan Surat Kuasa Khusus pada 31 Maret 2021, LBH Papua selaku pemberi bantuan hukum melakukan upaya hukum dengan mengirimkan surat somasi kepada rektor Uncen.

Surat bernomor 107/SK/LBH.P/III/2021 perihal Somasi Pertama kepada Rektor Universitas Cenderawasih tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan kronologi dan analisa hukum disarankan kepada pihak Universitas Cenderawasih atau Rektorat Uncen Jayapura membatalkan niat untuk meminta penghuni asrama Uncen Jayapura untuk mengosongkan Asrama sebelum dilakukan musyawarah bersama.

Surat tersebut ditanggapi Rektor Uncen melalui Surat Nomor: 1662/UN20/HK/2021. Surat rektor tersebut menyebutkan, pada prinsipnya secara khusus berkaitan dengan perlindungan Rektor Universitas Cenderawasih terhadap mahasiswa Uncen yang sebelumnya menempati asrama-asrama yang dilakukan renovasi oleh PB PON.

Surat rektor juga menyebutkan bahwa fungsi itu akan diwujudkan Rektor Universitas Cenderawasih dalam bentuk menjamin mahasiswa yang sebelumnya menempati asrama- asrama yang direnovasi akan diupayakan pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi.

Alternatif kedua adalah Rektor Universitas Cenderawasih akan berupaya sedapat mungkin untuk membiayai sewa kamar sementara selama proses renovasi sampai kegiatan PON selesai dilaksanakan.

“Inilah wujud perlindungan Rektor Universitas Cenderawasi terhadap mahasiswa yang berpartisipasi pada agenda nasional yang dilaksanakan di Papua,” tulis Rektor Uncen dalam surat balasan somasi kepada LBH Papua. Jubi melihat surat tersebut di kantor LBH Papua pada Minggu, 20 Juni 2021.

Hanya saja, kata Gobay, setelah jawaban surat somasi diterima LBH Papua pada 6 April 2021, hingga Minggu 22 Juni 2021 pihak Rektorat Uncen belum juga melaksanakan janji yang disampaikan dalam surat.

“Pak Rektor harus menjalankan sesuai surat jawaban somasi, beliau janjikan bukan secara lisan tetapi tertulis, kalau dilihat dari hukum, beliau tidak menjalankan,” kata Gobay.

Sebab, katanya, mahasiswa belum tinggal di asrama dan kamar-kamar kos seperti yang dijanjikan rektor. “Itu tidak dilakukan beliau,” ujarnya.

Akibatnya, kata Gobay, saat ini sekitar 800 mahasiswa, di antaranya 400 mahasiswa dari asrama dan rusunawa Waena Uncen dan 400 mahasiswa dari asrama Sakura yang terdampak pengosongan asrama dan rusunawa itu bertahan di Kota Jayapura.

Mereka ada yang membuka pos komunikasi, menumpang di rumah kerabat, atau berdesakan tinggal di rumah indekos.

“Sekarang yang terpenting adalah mencari solusi agar mahasiswa aktif ini harus bisa mempunyai tempat tinggal dan menerima pendidikan yang layak, karena mereka sudah membayar SPP,” kata Gobay. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply