Papua No. 1 News Portal I Jubi
Jayapura, Jubi – Sejumlah komunitas anti korupsi antara lain Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) dan Forum Peduli Kawasa Byak (FPKB), mendesak Inspektorat Papua mengumumkan dan melaporkan hasil pemeriksaan dugaan korupsi di Bappeda Papua.
Puluhan pendemo yang datang membawa spanduk besar, memperlihatkan gambar salinan surat yang dikirimkan KPK kepada Inspektorat Papua, terkait laporan dugaan korupsi di Bappeda oleh masyarakat.
Koordinator KAMPAK, Jhon Rumkorem kepada wartawan, di Jayapura, Kamis (2/8/2017) menekankan, Inspektorat Papua harus segera mengumumkan hasil pemeriksaan. Sebagaimana berdasarkan UU No.14 tahun 2008, Bab XI, pasal 52 yang menyatakan, badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan atau tidak memberikan informasi publik secara berkala, dan informasi ini harus diumumkan, kalau tidak diumumkan maka akan dipidanakan.
"Kami masyarakat adat Papua anti korupsi dan FPKB, dengan tegas sampaikan ke publik karena telah diamanahkan dalam peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2000, tentang Tata cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jhon saat berorasi di halaman Kantor Bappeda Papua.
Menurut ia, berdasarkan itu pihaknya menindaklanjuti laporan dugaan korupsi di Bappeda ini ke KPK tertanggal 21 Desember 2016. KPK juga telah mengirimkan surat aduan masyarakat ini ke Inspektorat Papua, terkait dugaan korupsi Proyek Rehabilitas Gedung Kantor Bappeda Papua, senilai kurang lebih Rp6,5 miliar yang dianggarkan dalam APBD Provinsi Papua tahun anggaran 2015.
"Proyeknya belum selesai seratus persen, namun dianggarkan lagi dalam APBD 2016 senilai Rp150 juta," ucapnya.
Namun lanjut ia, sampai saat ini pihak Inspektorat belum juga menindaklanjuti. Apalagi sebelumnya Inspektorat telah mengeluarkan surat perintah pemeriksaan pada 22 Februari 2017 lalu.
"Ini sudah enam bulan berlalu, namun Inspektorat belum juga mengumumkan hasil pemeriksaannya atau melaporkan hasilnya ke KPK. Karena itu kami juga telah menyurat untuk meminta KPK segera memeriksa Inspektur Papua tidak serius menangani korupsi yang terjadi di tanah Papua ini," kata Jhon.
Secara terpisah, Inspektur Papua Anggiat Situmorang ketika dikonfirmasi wartawan melalaui telepon seluler menjelaskan, surat dari KPK sudah ditindaklanjuti pihaknya dengan turun langsung ke lapangan, namun pada saat itu bersamaan dengan masuknya BPK RI ke pemerintah provinsi Papua untuk melakukan audit.
"Kami sudah tindaklanjuti, namum kami lebih dahulukan BPK untuk melakukan audit karena kami tidak mau dianggap menghalagi," kata Anggiat.
Ia tekankan, audit investigasi tidak sama dengan audit keuangan, yang mana semuanya harus diteliti satu per satu dengan kata lain tidak boleh menduga-duga. Jadi hasil seperti ini, katanya, harus betul-betul melalui pengkajian dan analisis yang matang.
"Memang hasilnya sudah ada pada saya tetapi belum kami bicarakan dengan Bappeda. Intinya kami lebih dulukan BPK, dari pada nanti kami dianggap mengganggu mereka, karena pada saat bersamaan masuk," ucapnya.
Dari hasil pemeriksaan, ujar Anggiat, memang benar pada 2015 ada pengajuan anggaran dari Bappeda untuk rehab, namun tidak sempat dilaksanakan dan dilelang karena sudah mendekati akhir tahun anggaran. "Jadi di 2015 tidak ada keluar anggaran untuk Bappeda," sambungnya.
Kemudian dianggarkan lagi pada 2016. "Itu yang diadukan ke Jakarta bahwa itu dobel, namun ternyata setelah kami periksa itu tidak," katanya. (*)