Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menemukan indikasi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender serta pelecehan seksual dalam proses tes wawasan kebangsaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Tudingan tersebut muncul lewat pertanyaan-pertanyaan saat sesi wawancara pegawai KPK.
“Komnas Perempuan mengidentifikasi adanya indikasi pertanyaan-pertanyaan tersebut melanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekspresi/berpendapat, dan hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, Rabu, (19/5/2021).
Baca juga : Dikabarkan tak lolos tes ASN, ini pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan
Puluhan pegawai positif Covid-19, rumah sakit daerah ini batasi pelayanan
KPK sebut 288 pegawai mundur sejak 2008, terbanyak tahun ini
Menurut Siti Komnas sebelumnya menerima aduan dari perempuan peserta tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi korban. Atas aduan itu, Komnas menggelar dialog daring dengan pimpinan Badan Kepegawaian Negara dan perwakilan tim penguji pada Selasa, 12 Mei lalu.
Siti mengapresiasi peserta uji yang telah berani melaporkan pengalaman mereka memperoleh pertanyaan yang dirasa melecehkan, mengintimidasi, dan bahkan memicu trauma. Beberapa pertanyaan tersebut menyangkut status perkawinan, alasan perceraian, pilihan cara berpakaian, gaya hidup, kehidupan seksual, dan hal-hal bersifat pribadi lainnya.
“Pertanyaan tersebut dilontarkan dengan sikap yang intimidatif dan tidak peka pada dampak yang dirasakan korban atau peserta uji. Ada pula yang melaporkan pelecehan dalam bentuk komentar dari penguji berupa ajakan untuk dinikahi sebagai istri kedua,” ujar Siti menambahkan.
Sejumlah pertanyaan itu bisa muncul lantaran tak adanya pedoman atau batasan-batasan pertanyaan untuk memastikan hak konstitusional warga, utamanya untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Padahal, kata Siti, pedoman ini sangat penting karena pewawancara juga diberikan keleluasaan untuk mengembangkan pertanyaan mereka.
Meski ia menyebut ada sesi briefing untuk menyamakan perspektif pewawancara dalam menangkap kecenderungan peserta uji pada paham radikalisme, proses pembekalan belum mengintegrasikan perspektif HAM dan hak asasi perempuan. Misalnya, tak ada pembekalan ihwal dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan kendati pertanyaan yang diajukan sama.
“Pewawancara juga tidak dilengkapi dengan keterampilan mitigasi terhadap trauma yang mungkin ditimbulkan oleh pertanyaan tersebut, misalnya terkait status perkawinan atau perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Siti menjelaskan.
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK, Hotman Tambunan, mengatakan memang telah melaporkan dugaan pelecehan seksual kepada pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan ke Komnas Perempuan. “ Harapannya hasil investigasi Komnas Perempuan dapat dipakai oleh Dewan Pengawas KPK untuk memeriksa pimpinan KPK,” kata Htman. (*)
Editor : Edi Faisol