Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Pada pukul 5 pagi ia sudah bangun dari tempat tidurnya dan bergegas keluar rumah membawa karung sak ukuran besar ke halaman rumahnya.
Di halaman depan dan samping rumahnya terdapat beberapa bedeng kebun sayur daun petatas dan kangkung potong yang ditanamnya tiap sebulan sekali seusai panen.
Ia adalah Mama Ani Haluk, 47 tahun, pedagang sayur daun petatas di Pasar Youtefa, Abepura.
Kesehariannya mencangkul tanah, membersihkan bedeng, dan memanen hasil kebun kemudian dibawa ke pasar untuk dijual, baik pagi maupun sore hari.
Dua bedeng kebun sayur daun petatas di halaman rumahnya dan tiga bedeng kebun daun petatas di pingir halaman rumah, serta satu bedeng sayur kangkung menjadi mata pencahariannya selama empat tahun lebih bersama suaminya.
"Setiap pagi saya membawa jualan ke Pasar Youtefa, biasanya daun sayur petatas, kangkung, dan bayam merah atau bayam biasa," ujar Ani.
Jubi menemuinya di rumahnya. Ia sedang membersihkan sayur daun petatas dan kangkung yang baru dipanennya sore dan dibersihkan di kolam kangkung, Minggu, 4 Maret 2018.
Ani menanam sayur daun petatas dan kangkung di kebun miliknya. Sedangkan sayur bayam biasa, bayam merah, dan kangkung cabut biasanya diberikan petani sayur dari Bugis dan Buton yang berkebun di pinggir rumahnya. Mereka lebih banyak memiliki bedeng daripada dirinya, karena bedeng yang mereka olah disewakan oleh pemilik tanahnya dengan bayaran per bedeng tiap bulan.
"Kadang sayur kangkung cabut dan bayam dari sisa panen yang ditinggalkan di bedeng kebun, saya diizinkan untuk ambil oleh mereka, mungkin saya berteman baik dengan mereka jadi mas-mas itu kasih saya," ujar Ani sambil tersenyum.
Perempuan dua anak ini menjual hasil panennya hanya ke Pasar Youtefa. Selain itu terkadang juga ada langganan atau acara besar seperti bakar batu, pembeli langsung membeli per bedeng, terutama sayur daun petatas.
Harga sayur per ikat Rp10 ribu untuk sayur daun petatas. Sedangkan harga bayam dan kangkung Rp5 ribu per ikat.
Untuk harga per bedeng bisa Rp500 ribu hingga Rp2 juta, tergantung ukuran bedeng. Biasanya dalam sehari hasil penjualan Rp300 ribu hingga Rp500 ribu, tergantung banyaknya pembeli dan seberapa banyak pedagang sayur lainnya berjualan dekatnya.
Dengan penghasilan seperti itu, Ani mengaku bisa membiayai dan mencukupi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari.
"Kalau kesulitan berkebun hanya membersihkan rumput kecil di sekitar tanaman sayur, beri pupuk tiap pagi dan sore seminggu sekali, itupun kalau hama sayur atau ulat mulai makan tanaman dan kemudahanya tidak harus menunggu waktu lama untuk panen hasil kebun," ujarnya.
Kata Ani, keahlian berkebun sudah menjadi budaya orang Hubula, Wamena sejak nenek moyang sehingga sulit terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Jika kebun sayurnya belum musim panen, ia mengisinya dengan menjadi pedagang jual beli di Pasar Youtefa. Mama Ani sering membeli pinang dan sayur dari pedagang yang turun membawa jualan dari Koya, Arso, Keerom, dan perbatasan PNG (Mosso).
Natalia Tabuni, 24 tahun, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jayapura ketika ditemui Jubi saat berbelanja di Pasar Youtefa Sabtu, 3 Maret 2018 mengatakan, ia tertarik berbelanja hasil kebun mama-mama Papua karena menurutnya lebih aman dikonsumsi.
"Mau bilang mahal juga tidak karena mereka jual dari hasil kebun mereka, jadi pantas dihargai seperti harga yang mereka sepakati, biasanya Rp5 ribu hingga Rp10 ribu per ikat sayur, baik daun petatas, kangkung, maupun bayam," ujarnya.
Kata Lia, untuk keunggulan dari hasil kebun mama-mama Papua lebih aman, karena beredar isu bahwa ada oknum-oknum tertentu penjual yang menjual sayur dicampur bahan-bahan berbahaya untuk kesehatan.
“Jadi kami lebih memilih hasil kebun mama-mama kami yang berjualan di pasar,” katanya.
Meski terkadang mereka juga sering seenaknya menaikkan harga jualan mereka sendiri, tapi bukan masalah buat Lia.
"Agar hasil kebun bisa berkembang, Mama-mama Papua harus pandai mengatur waktu, mencuri hati pelanggan dan selalu utamakan kualitas serta kebersihan dari hasil kebun mereka dan punya pelangan sendiri," katanya.
Menurut Lia, hasil kebun mama-mama Papua biasanya ada yang dijual kembali. Ada juga diolah menjadi keripik seperti singkong, ubi (petatas), pisang, dan lainnya. (*)