Kiribati dikecam akibat rencana buka kawasan cagar alam laut untuk penangkapan ikan

Mengangkat perlindungan atas kawasan cagar alam laut Kepulauan Phoenix akan memengaruhi spesies-spesies ikan yang bermigrasi. - RNZ Pacific

Papua No.1 News Portal | Jubi

Tarawa, Jubi – Berita yang banyak dilaporkan mengenai rencana Pemerintah Kiribati untuk membuka kawasan cagar alam laut utama di negara itu dilihat sebagai tanda berbahaya di seluruh wilayah Pasifik, setelah ada dokumen kabinet yang bocor dan menunjukkan rencana untuk mengakhiri kebijakan perlindungan hukum atas salah satu kawasan cagar alam terbesar di dunia, semuanya agar bisa membukanya untuk penangkapan ikan komersial.

Kawasan Lindung Kepulauan Phoenix terbentang di sekitar 400.000 kilometer persegi dan juga merupakan salah satu situs Warisan Dunia UNESCO.

Read More

Tapi perlindungan pemerintah atas kawasan itu mungkin akan segera berakhir jika rencana pemerintah untuk membuka wilayah itu dan memperbolehkan penangkapan ikan komersial diresmikan.

Pemimpin Oposisi Kiribati, Tessie Lambourne, adalah salah satu pihak yang khawatir dengan bocornya dokumen Kabinet, dimana tertulis rencana pemerintah untuk mengizinkan kapal penangkap ikan masuk.

“Pemerintah belum secara resmi mengumumkan keputusan itu. Tapi saya tahu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya bahwa mereka telah mengambil keputusan itu”, ungkapnya kepada Pacific Beat. “Ini berita yang mengkhawatirkan karena beberapa alasan. Bagi pemerintah ini, untuk mengambil keputusan seperti ini tanpa konsultasi sama sekali, saya merasa seperti itulah cara pemerintah membuat keputusan ini, ini tidak bisa diterima,” tegasnya.

Tiiroa Roneti saat ini bekerja untuk Phoenix Island Administration, badan regional yang bertugas untuk memelihara situs tersebut, dan dia berharap pemerintah akan membatalkan keputusan itu. Ia yakin kawasan itu lebih berharga sebagai cagar alam yang dilindungi daripada sebagai daerah penangkapan ikan.

Ketika diwawancarai oleh Pacific Beat, Roneti menerangkan bahwa mereka telah memulai diskusi dengan UNESCO untuk mengetahui apakah mereka bisa menemukan sebuah titik kompromi, contohnya mungkin hanya mengizinkan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan, sambil tetap memastikan kawasan itu dilindungi.

“UNESCO menyarankan bahwa hal itu bisa saja dicapai, ada tempat-tempat lainnya di seluruh dunia di mana mereka masih mempertahankan status perlindungannya, tetapi pada saat yang sama, mengizinkan aktivitas perikanan berkelanjutan,” tuturnya.

Sementara itu Pemerintah Kiribati belum menanggapi permintaan wawancara dari Pacific Beat. (Pacific Beat)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply