Wamena, Jubi – Tujuh bulan sudah pengurus Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua yang baru terbentuk, namun hingga kini dirasakan belum ada suatu kinerja maupun koordinasi yang baik tentang penanggulangan HIV-AIDS di Papua.
Untuk itu, sejumlah aktivis yang tergabung dalam pegiat HIV-AIDS Pegunungan Tengah Papua mempertanyakan sejauh mana kinerja KPA Papua, terutama dalam penanganan masalah HIV-AIDS di Papua.
”Sejak dilantik hingga sekarang, seperti tidak kelihatan jelas program dari KPA Papua, bahkan tingkat koordinasi dengan kabupaten/kota pun belum berdampak sama sekali,” kata seorang pegiat HIV-AIDS Jayawijaya, Gerry Kosay kepada wartawan di Wamena, Sabtu (6/7/2019).
Ia menilai, program perekrutan relawan HIV-AIDS oleh KPA provinsi memang bagus, namun yang disayangkan mengapa KPA Papua tidak berkoordinasi dengan KPA kabupaten/kota terkait hal ini.
Tenaga yang direkrut KPA Papua tidak dititipkan pada LSM yang ada di kabupaten, sehingga kami berharap ketua KPA provinsi Papua dapat segera melakukan pertemuan dan koordinasi dengan KPA kabupaten dan juga LSM yang ada di daerah membahas serta mencari solusi bersama-sama terkait meningkatnya jumlah pasien yang terinfeksi HIV, kata Gerry Kosay.
Kata Gerry, dengan jumlah kasus HIV-AIDS di Papua yang tembus angka 40.805 per 31 Maret 2019, jelas ini sangat memperihatinkan. Namun, tidak adanya tingkat koordinasi KPA provinsi dengan daerah, seolah hal ini dibiarkan begitu saja.
”Kami lihat peran aktif langsung KPA provinsi belum ada untuk penanganan HIV-AIDS di tingkat kabupaten, karena sampai hari ini belum ada rapat koordinasi dan rapat kerja yang dilakukan KPA provinsi dan hal ini pun banyak dikeluhkan oleh para LSM yang bergerak di masalah HIV,” ujar Kosay.
Merciana Haumau juga menyayangkan sistem kerja KPA provinsi hingga hari ini belum terlihat, dimana belum pernah turun ke kabupaten untuk melakukan koordinasi.
”LSM maupun penggiat HIV-AIDS yang ada di Pegunungan Tengah selama ini seperti berjalan sendiri tanpa orang tua yang bisa membawa program penanggulangan HIV-AIDS secara keseluruhan,” kata dia.
Ia pun kecewa perekrutan relawan HIV-AIDS oleh KPA provinsi sama sekali tidak melibatkan KPA maupun LSM yang ada di kabupaten.
Masalahnya, meski KPA libur tetapi virus HIV ini tidak libur, dia akan terus memakan korban kalau informasinya atau sistem penanggulangannya terputus. “Maka kami berharap, KPA provinsi dapat tergugah hatinya untuk segera melakukan kegiatan dan sosialisasi di lapangan,” katanya. (*)
Editor: Syam Terrajana