Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Singapura mengaku sedikit kecewa dengan kinerja ASEAN yang lambat melaksanakan lima poin konsensus antara negara anggota untuk menangani krisis politik Myanmar akibat kudeta. Kekecewaan disampaikan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan, dalam jawaban tertulis atas pertanyaan parlemen pada Selasa (6/7/2021).
“Kami menyadari bahwa pelaksanaan lima poin konsensus berjalan lambat dan sedikit mengecewakan. Kami bekerja di dalam ASEAN untuk mempercepat proses ini dengan maksud meringankan situasi kemanusiaan dan menghentikan kekerasan di Myanmar,” kata Vivian dalam jawaban tertulis atas pertanyaan parlemen pada Selasa (6/7/2021).
Baca juga : Ironis, korban sipil tewas berjatuhan di Myanmar usai KTT ASEAN
LOCOA protes kehadiran junta militer Myanmar di KTT Jakarta
Junta militer Myanmar menolak embargo senjata PBB
Vivian mengatakan lima poin konsensus itu juga diupayakan dapat menggiring seluruh pihak terkait krisis di Myanmar kembali jalur negosiasi dan perundingan.
“Yang pada akhirnya mengarah kepada pemulihan perdamaian dan stabilitas bagi negara ASEAN untuk jangka panjang,” papar Vivian menambahkan.
Lima poin konsensus itu meliputi, kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. Selain itu segera mulai dialog konstruktif antara semua pihak terkait di Myanmar untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat.
Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Sampai saat ini, perkembangan penerapan kelima konsensus ASEAN itu dipertanyakan komunitas internasional. Sedangkan di Myanmar aparat keamanan masih menghadapi para pedemo anti-kudeta dan warga sipil secara brutal. Hal itu dibuktikan bentrokan antara militer dan gerilyawan warga sipil hingga milisi di perbatasan juga masih terjadi hingga menewaskan puluhan orang.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyebut korban tewas akibat bentrokan antara aparat keamanan dan penentang kudeta mencapai lebih dari 883 orang per akhir Juli lalu, sedangkan sekitar 5.200 ribu orang ditangkap. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol