Ketika OAP demo tolak test CPNS secara online

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

SEJUMLAH spanduk dibentangkan puluhan orang Marind-Papua sehubungan dengan penolakan untuk dilakukan test calon pegawai negeri sipil (CPNS) secara online. Bunyi tulisan sejumlah spanduk itu yakni Pemuda Marind menolak diadakannya sistem testing CPNS online tahun 2018. Selain itu, penerimaan CPNS 2018 agar dikhususkan kepada Orang Asli Papua (OAP). 

Selasa, 25 September 2018 sekitar pukul 10.00 WIT, puluhan anak Marind berkumpul di depan Kantor Bupati Merauke. Mereka melakukan orasi memrotes kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk penerimaan CPNS secara online

Adolf Bosco, satu dari sekian banyak anak Marind, menuturkan dirinya baru selesai menamatkan studi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 Tanah Miring tahun 2017. 

“Saya dengar informasi kalau akan ada penerimaan CPNS tahun ini. Namun setelah melakukan pengecekan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Merauke, didapatkan informasi kalau penerimaan secara online,” ujarnya. 

Adolf mengaku keputusan dari kementerian, tidak tepat diberlakukan di Papua.

“Ya, kalau daerah lain di Indonesia diberlakukan, mungkin sangat tepat,” tegas dia. 

Dengan demikian, lanjut Adolf, pihaknya menolak penerimaan CPNS secara online.

“Khusus kami di Papua, penerimaan secara manual saja,” pintanya. 

Ketua Pemuda Katolik Kabupaten Merauke, Petrus Gebze, menegaskan khusus di Papua, belum tepat diterapkan sistem online dalam penerimaan CPNS.

“Bagi kami ini tidak wajar dan tak manusiawi kalo itu dilakukan,” tegasnya. 
Secara umum, jelas dia, standar kualitas pendidikan di Papua masih rendah.

“Coba dibayangkan saja di jenjang pendidikan SD, SMP, maupun SMA/SMK, fasilitas pendukung untuk menunjang sumber daya manusia (SDM), masih sangat minim dibandingkan daerah lain,” ujarnya. 

“Harus akui bahwa orang asli Papua belum bisa menguasai teknologi secara baik,” katanya. 

“Kita memberikan apresiasi kepada pemerintah pusat dengan membuka formasi penerimaan CPNS. Hanya saja, penerapan secara online di Papua, belum saatnya dilakukan,” ungkap dia. 

Dijelaskan, jika dibandingkan sekolah-sekolah dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi di Papua dengan daerah lain, fasilitas teknologi sangat minim.

“Ini harusnya menjadi catatan pemerintah. Karena anak-anak di daerah lain sudah sangat pintar dalam penguasaan teknologi,” kata dia. 
Dengan beberapa alasan dimaksud, jelas Petrus, Pemuda Katolik menolak penerimaan CPNS secara online.

“Saya kira beberapa tahun ke depan baru sistem dimaksud diberlakukan, tetapi untuk sekarang belum,” pintanya. 
Ketua Pemuda Marind, Fransiskus Ciwe, mengaku pihaknya mendukung penuh langkah puluhan mahasiswa Papua melakukan aksi demonstrasi ke Kantor Bupati Merauke menolak penerimaan CPNS online
“Bukan bahwa anak-anak Papua tidak mampu mengakses informasi melalui jaringan internet, namun ada sejumlah hal mendasar yang harusnya menjadi pertimbangan Mendagri RI, Tjahjo Kumolo,” ungkapnya. 

Aksi dimaksud, katanya, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pusat. 

“Saya harus jujur bahwa banyak anak Papua yang mengikuti testing CPNS, belum siap jika data pribadi dan lain-lain diakes melalui internet,” tegasnya. 

Fransiskus mengaku jumlah OAP Marind yang telah menyelesaikan studinya baik tingkat SMA maupun PT, sangat banyak. Lalu mereka punya harapan dan keinginan besar menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

“Dengan cara seperti demikian, secara tidak langsung membatasi OAP mengikuti testing. Saya harap agar apa yang disuarakan, didengar dan direspon Mendagri,” katanya. 

Dia mengaku akan terus berjuang agar OAP diberikan kekhususan. Dimana, berbagai persyaratan, diserahkan secara manual ke BKD Kabupaten Merauke. 

“Saya mendukung langkah dari Bupati Merauke memperjuangkan secara berjenjang dari provinsi sampai pusat, terkait penolakan sistem itu. Karena dipastikan tak memberi nilai positif bagi OAP,” ujarnya.
Bupati Merauke, Frederikus Gebze, juga menolak penerimaan CPNS secara online di Papua.

“Ini menjadi catatan serius dan nantinya akan saya laporkan ke Gubernur Papua, Lukas Enembe, untuk ditindaklanjuti ke pusat,” ujarnya. 

Ditegaskan, alasan penolakan sangat jelas. Selain topografi juga akses internet belum terlalu baik, apalagi di tingkat kampung maupun distrik. 

“Ya, ini aspirasi yang segera ditindaklanjuti ke pusat agar didengar dan disikapi. Karena sudah dipastikan mendapat penolakan dari berbagai kalangan terutama di Papua,” jelas Bupati Freddy. (*)

Related posts

Leave a Reply