JUBI – Berawal hanya hobbi budidaya tanaman hias untuk memperoleh kepuasan batin karena keindahan dari tumbuhan yang sehari-hari dirawat. Tanaman bunga yang tumbuh subur itu memiliki bunga warna-warni nan indah dipandang. Namun lebih dari itu kegemaran merawat dan memelihara tanaman hias anggrek dapat pula menjadi sumber penghasilan ekonomi bagi setiap orang. Yang penting rajin dan tekun tentu akan menambah pendapatan dan usaha sehari-hari terutama menunjang ekonomi rumah tangga. Begitulah penuturan Ariel Wally (43) pengusaha tanaman hias anggrek kepada Jubi belum lama ini di Kampung Netar Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura.
“Sejak tahun 1990 saya sudah memelihara tanaman palem khas Papua yang saat itu sangat laris bahkan dipasarkan sampai ke Bogor dan Jakarta. Namun usaha palem tak bertahan lama karena sudah banyak di pasaran sehingga akhirnya menekuni usaha budi daya tanaman anggrek khas Papua,” ujar Ariel Wally.
Tanaman hias anggrek itu lanjut Wally baru ditekuni sejak tahun 2000 dengan memanfaatkan areal halaman rumah tinggalnya untuk mengembangkan tanaman anggrek. “Itu pun saat berkunjung ke Gedung Olahraga (GOR) di APO Jayapura untuk menyaksikan pameran anggrek. Di situlah awal saya tertarik untuk mulai membudidayakan tanaman bunga anggrek,” tutur Wally. Lebih lanjut tutur Wally setelah menyaksikan acara pameran anggrek, saat itu anggrek besi atau Violaceoflavens yang unggul dan jadi pemenang sehingga memiliki nilai jual yang tinggi mencapai Rp 3 juta.
Melihat peluang tersebut Ariel tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan, dan terus berusaha mencari anggrek yang langsung dibeli dari masyarakat maupun mencarinya di hutan-hutan. “Saya mencari angrek yang banyak digemari masyarakat dan laku di pasaran serta punya nilai ekonomis yang tinggi seperti Violaceoflavenc, Lasintthera, Liniale, Stratiothes, Smiliale, Graviolens, Spectabile serta angrek macan dan anggrek hitam,” ujar Wally, ayah dari empat putra.
Menurut Ariel Wally jenis anggrek yang dikoleksinya sekitar 30 jenis atau setengah dari species anggrek yang ada di tanah Papua. Untuk mendapatkan anggrek anggrek jenis tersebut Ariel membeli langsung kepada masyarakat dengan harga yang sangat bervariasi mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 150.000 yang disesuaikan dengan jenis angrek setiap rumpunnya. Inspirasi dan ketekunan merawat tanaman anggrek miliknya, ternyata didukung istrinya Silva Wally (37).
“Kami berusaha mengembangkan usaha ini dengan cara yang sangat sederhana dan peralatan yang terbatas,” ujar Wally seraya menambahkan semuanya itu justru menjadi tantangan untuk terus maju tanpa bantuan orang lain. Upaya terus dilakukan Ariel untuk mengembangkan usahanya ini salah satunya dengan cara mengajukan permohonan kredit pada salah satu Bank. Namun ternyata tidak segampang yang dibayangkan. Lanjut Ariel, semuanya harus melalui berbagai persyaratan dan jaminan yang diajukan oleh pihak Bank. Ada pun persyaratan diajukan seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), sertfikat tanah, dan barang berharga lainnya untuk dijadikan jaminan kredit tertsebut.
“Tapi usaha pengambilan kredit belum terwujud karena saya belum dapat penuhi persyaratannya. Terpaksa dibatalkan saja dan terus mengembangkan usaha sesuai kemampuan saja,” ujar Wally. Memang Wally mengakui pengambilan kredit melalui bank tentu dapat membantu dalam modal usaha namun persyaratannya ternyata bisa menambah beban pikiran sehingga sebaiknya berusaha sesuai kemampuan dan semangat.
Rajin dan tekun dalam usahanya sehingga tak heran kalau lambat laun tanaman hias bunga anggreknya mulai dikenal luas oleh masyarakat umum, khususnya di lokasi-lokasi sumber penghasil angrek seperti daerah Genyem dan Doyo. Karena masyarakat sudah mengenal Ariel, dia tidak lagi terjun ke hutan untuk mencari tanaman angrek namun masyarakat sendiri yang datang menjual kepadanya dan kemudian dikembangkan serta dijual lagi kepada pelanggan anggrek. Suami dari Silva Wally ini mengakui keuntungan yang diraih memang tak seberapa banyak namun itu tak memupuskan semangat untuk terus melakoni usaha anggrek hias. Berkat ketekunan dan sedikit keuntungan yang ada pada tahun 2004 , Ariel Wally mampu membuat suatu green houses dengan ukuran 10 x 10 meter untuk penangkaran dan pemeliharaan tanaman anggrek miliknya.
Perkembangan usahanya kian hari terus maju seiring dengan minat masyarakat yang cukup besar terhadap tanaman ini karena keindahannya dan nilai ekonomisnya cukup tinggi. Sekarang ini bagi Ariel tanaman hias bunga anggrek merupakan sumber pendapatan utama dalam menghidupi ekonomi keluarganya. Secara spontan Ariel mengatakan pendapatan sebulannya bisa mencapai Rp 5 juta. Sedangkan untuk tenaga kerja, lanjut Ariel, baru menggunakan satu orang saja yang merupakan buruh harian lepas dengan upah seharian sebesar Rp 250.000,- setiap pembersihan.
“Minimal sebulan sekali dilakukan pembersihan areal sekitar setengah hektar,” tutur Ariel yang ditemani istrinya saat dijumpai Jubi. Sementara untuk perawatan semua jenis tanaman anggrek cukup ditangani oleh Ariel Walli bersama dengan istrinya. “Pendapatan ini sudah cukup lumayan dan dapat menghidupi anggota keluarga serta biaya anak sekolah” ujar Ariel yang di iyakan oleh istrinya.
Lebih jauh dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada bantuan dari pihak-pihak lain namun untuk maju harus punya semangat dan komitmen. “Jangan hanya menunggu bantuan untuk berusaha, lebih baik memanfaatkan waktu luang dan peluang yang ada,” ujarnya. Kelihatannya usaha ini berjalan mulus tanpa hambatan tetapi menurut Ariel semuanya tidak seindah yang dibayangkan. Harus butuh kesabaran, keuletan dan terkadang tanaman anggrek digerogoti hama, penyakit dan iklim yang tidak bersahabat seperti kemarau atau hujan yang berlebihan. Karena itu lanjut Ariel kelembaban dalam green house harus tetap terjaga dan keterbatasan bahan-bahan yang dipakai sebagai media tumbuh tanaman anggrek seperti pakis haji yang saat ini sulit diperoleh di hutan-hutan karena semakin langka.
“Selain itu upaya untuk memasarkan anggrek keluar daerah tidak bisa dilakukan secara bebas karena ada jenis species tanaman angggrek yang dilindungi oleh pemerintah dan tidak boleh di keluarkan,” ujar Ariel. Lebih lanjut tegas Ariel, kalau pun hendak dipasarkan keluar Papua namun harus dibatasi hingga dua rumpun saja dan harus berkordinasi dengan pihak – pihak terkait terutama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan juga karantina tumbuhan.
“Namun hal ini tidak menjadi kendala karena sekarang ini masyarakat banyak tertarik untuk membeli tanaman anggrek ini baik di Papua mau pun luar Papua,” ujarnya.
Guna mengembangkan usaha, pada tahun 2007 ini Ariel mulai memperluas green housenya dengan ukuran 10 x 27 meter dan rencananya tahun ini juga akan menambah satu green house lagi dengan ukuran yang sama. Ariel juga ikut bergabung dalam Persatuan Angrek Indonesia (PAI) Kabupaten Jayapura. Menjadi anggota PAI ternyata memberikan banyak pengalaman dan kepuasan tersendiri karena bisa keluar daerah menambah pengetahuan dan ikut berbagai pameran dan lomba tanaman anggrek hias, Hasilnya tidak sia-sia, pameran dan lomba yang pernah dilaksanakan di Bali, Ariel yang ikut bersama kontingen PAI Provinsi Papua. Ia juga ikut pameran anggrek di Biak bersama kontingen PAI Kabupaten Jayapura. (Yunus Palelo/Dominggus Mampioper)