Papua No. 1 News Portal | Jubi
Tolikara, Jubi – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Tolikara, berinisiatif menyadarkan orang Lani terutama anak sekolah yang berada pada jenjang SMP, SMA dan SMK, agar mereka bisa memahami maksud honai (kunume) seutuhnya.
Kepala Badan Kesbagpol Tolikara, Yosua Noakh Douw mengatakan, mengawali pengenalan filosofi honai tersebut digelarlah sosialisasi di SMP YPPGI Karubaga pada 7 November 2019 lalu, dengan tema ‘Membangun Wawasan Kebangsaan Melalui Penguatan Kembali Filosofi Hibau (Kearifan Lokal) bagi Pelajar Tolikara Menuju Generasi Berkarakter Mulia’.
“Dalam kesempatan itu, saya mengajak para siswa dan siswi yang berasal dari honai, jangan dilupakan makna honai itu sendiri,” ujar Yosua Noakh Douw, di Tolikara, Sabtu (23/11/2019).
Sebab menurut Douw, honai memiliki tiga makna, pertama merupakan tempat untuk tinggal atau tidur, makan, dan minum, kedua honai berbentuk bulat merupakan kesatuan dan persatuan bagi suku Lani di Tolikara, sehingga tidak boleh terputus dan jangan saling benci atau tidak boleh ada lagi perbedaan, dan ketiga honai sebagai tempat menerima pelajaran seperti belajar menganyam noken.
“Nilai-nilai positif kesatuan dan persatuan yang paling tinggi, untuk mempertahankan dan mewariskan budaya, suku, harkat dan martabat yang telah dipertahankan oleh nenek moyang dari dulu hingga saat ini. Dan bermakna sehati, sepikir, dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Honai menggambarkan tempat di mana masyarakat suku Lani membangun sosialisasi, silaturahmi dan interaksi sosial budaya,” kata Douw.
Ia juga meminta kepada anak sekolah agar wajib menghormati pemerintah setempat, dan menghargai para guru sebab mereka adalah perwakilan pemerintah.
Kepala SMP YPPGI Karubaga, Nelly Esri Tandilembang mengatakan, kegiatan tersebut sangat positif. “Seperti kita ketahui anak-anak SMP ini biasanya banyak hal-hal yang baru untuk mereka ketahui. Mereka belum bisa membedakan mana yang harusnya berguna bagi masa depan mereka,” ujarnya.
Ia juga mengaku, pengajar di sekolahnya hanya 18 tetapi sejauh ini hanya sekitar 11 yang aktif. “Ada beberapa guru yang belum kembali karena menjalankan tugas di luar. Di sekolah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pemahaman dan pengertian terhadap anak-anak. Porsi kami sebagai seorang guru bukan hanya ilmu pengetahuan yang kami ajarkan, tetapi juga mengenai etika, moral, dan tata karma,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Pemuda Klasis Konda, Mesak Fahuri mengatakan, kegiatan itu mempengaruhi generasi untuk berkembang. “Pihak gereja sangat mendukung. Ke depan bisa juga pemuda gereja wawasan nusantara dikenalkan mengenai filosofi honai,” katanya.
Diharapkannya, kegiatan tersebut jangan hanya di lingkungan sekolah saja, tetapi masuk ke lingkungan gereja.
Dosen IPDN Papua di Jayapura, Pendeta Arius Gurik, juga berharap kelak para siswa bisa menjadi dosen. “Kalian pasti bisa seperti kakak. Istilah kakak bisa, adik-adik pasti bisa. Jadi yang paling penting yang bikin orang pintar itu pasti belajar,” katanya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo