Papua No. 1 News Portal | Jubi
KURANG lebih satu tahun, Moses Gebze bersama keluarganya menanti jawaban Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke terkait penyelesaian pembayaran ganti rugi tanah yang selama ini dimanfaatkan untuk pembangunan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Merauke.
Melalui surat yang ditulis Moses Gebze sebagai pemilik ulayat, dikirim ke Bupati Merauke, Frederikus Gebze, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Merauke saat itu, Felix Liem Gebze, maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Hanya saja, surat tak kunjung direspons.
Sebagai bentuk protes, Moses Gebze melakukan pemalangan kantor dinas yang saat ini sedang dilakukan pembongkaran untuk dibangun baru. Karena kondisi bangunan sebelumnya, tak memungkinkan lagi.
Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Imbuti, Ananias Gebze, didampingi pemilik ulayat Moses Gebze, mengatakan pihaknya mengetahui kalau bangunan kantor dinas akan dibongkar. Begitu mengetahui telah dibongkar dan mulai dibangun baru, langsung dilakukan pemalangan.
“Kami memasang sasi adat sekaligus meminta aktivitas pembangunan dihentikan. Karena sampai sekarang belum ada pembayaran ganti rugi,” tegasnya.
Dikatakan, sudah satu tahun lebih pemilik ulayat menunggu.
“Kami mengirim surat kepada bupati dan dinas terkait, tembusannya ke DPRD Merauke. Tetapi tak ada respons positif sampai sekarang. Jadi langkah yang diambil adalah dengan pemalangan,” ungkapnya.
Sesuai hasil kesepakatan keluarga, pemerintah harus membayar Rp5 miliar kepada pemilik ulayat. Jika tidak, aktivitas pembangunan tak boleh dilanjutkan.
“Kami akan terus melakukan pemantauan di sini. Hentikan semua pekerjaan yang sedang berlangsung. Kalau ingin agar pekerjaan berjalan lancar, bayar dulu Rp5 miliar. Itu sudah menjadi komitmen keluarga,” tegasnya.
Selama ini, lanjut dia, pemilik ulayat sepertinya tidak dianggap oleh pemerintah, setelah permintaan ganti rugi dianggap angin lalu.
“Ya, kami ambil sikap dengan memalang, agar pemerintah juga mengetahui,” katanya.
Ditanya apakah nilai Rp5 miliar masih bisa ditawar lagi, Ananias mengaku itu sudah sangat murah.
“Kalau mau tawar lagi, aksi pemalangan tetap dilakukan,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, Tiasony Betaubun, mengaku dirinya baru enam bulan menjabat. Sehingga belum mengetahui secara persis, bagaimana perjalanan dan status tanah sesungguhnya.
“Jika ada informasi bahwa surat telah dikirim ke kepala dinas sebelumnya, akan segera saya cek. Sehingga diambil langkah selanjutnya dengan mempertemukan pihak-pihak terkait, terutama pemilik ulayat,” ungkapnya.
Pada prinsipnya, pemerintah akan menindaklanjuti apa yang menjadi permintaan pemilik ulayat dari permintaan tuntutan ganti rugi dengan tetap berpedoman kepada prosedur tata kelola manajemen.
“Tidak ada yang sulit kalau kita duduk bersama sekaligus berbicara dari hati ke hati. Bagi saya tak masalah, namun intinya adalah koordinasi serta komunikasi perlu dibangun,” pintanya.
Tiasony berjanji segera mengecek surat yang dikirim masyarakat pemilik ulayat sekaligus mengagendakan untuk segera dilakukan pertemuan.
“Tentunya kita semua tidak menginginkan agar pembangunan kantor dinas terhenti. Ini menjadi prioritas untuk saya tindaklanjuti, mengingat pemalangan telah dilakukan. Sementara kegiatan pembangunan sudah berjalan, tetapi terhenti sementara,” katanya.
Wakil Bupati Merauke, Sularso, mengungkapkan pemerintah segera mengambil langkah dengan melakukan koordinasi bersama pemilik ulayat serta beberapa komponen terkait lain sehingga ada jalan keluar penyelesaian.
“Mungkin ada sesuatu yang harus dibicarakan. Kalau dengan pemalangan seperti demikian, tentunya pembangunan kantor dinas dipastikan tak berjalan,” ujarnya.
Menyangkut status tanah, Sularso mengaku sepengetahuannnya adalah merupakan aset Pemkab Merauke. Penguasaan tanah dimaksud juga sudah lama.
Untuk kepastian waktu kapan dilakukan pertemuan, Sularso belum bisa memberi jawaban. Tetapi bahwa akan segera dilakukan, agar kegiatan pembangunan kembali dijalankan.
“Sesegera mungkin dilakukan pertemuan dengan menghadirkan sejumlah komponen terkait,” katanya. (*)
Editor: Yuliana Lantipo