Kepulauan Marshall ragu tandatangani perjanjian larangan nuklir PBB

Papua No. 1 News Portal I Jubi,

Majuro, Jubi – Enam negara Pasifik diharapkan menandatangani sebuah perjanjian PBB yang melarang senjata nuklir akhir pekan ini, namun Kepulauan Marshall tidak akan menjadi salah satu dari mereka.

Direktur Kampanye Internasional Asia Pasifik untuk Hapuskan Senjata Nuklir, Tim Wright, mengatakan bahwa negara-negara kepulauan yang telah mengatakan bahwa mereka akan menandatangani perjanjian minggu ini adalah Palau, Fiji, Samoa, Tuvalu, Kepulauan Solomon dan Vanuatu.

Presiden Kepulauan Marshall Hilda Heine mengatakan pemerintahannya masih mempertimbangkan untuk menandatangani traktat tersebut atau tidak.

Ini terlepas dari Duta Besar Kepulauan Marshall untuk PBB, Amatlain Kabua, yang awal tahun ini bergabung dengan perwakilan lebih dari 120 negara yang memilih mendukung resolusi PBB yang mendukung perjanjian tersebut.

Presiden Heine mengatakan dengan jelas bahwa Kepulauan Marshall, berdasarkan pengalamannya sendiri, tidak ingin ada pihak yang menggunakan senjata nuklir, namun dia mengatakan bahwa pertanyaan yang lebih besar adalah bagaimana dunia dapat secara efektif menghilangkan ancaman ini?

Dia berkata bahwa keputusan ini sebenarnya lebih rumit dari itu dan perjanjian ini 'perlu waktu untuk di pertimbangkan dan dikonsultasikan'.

Kepulauan Marshall adalah ground zero untuk 67 tes senjata nuklir AS yang dilakukan di atol Bikini dan Enewetak antara tahun 1946 dan 1958.

Walaupun perjanjian tersebut melarang penggunaan atau kepemilikan bahan nuklir, namun traktat ini juga mencegah negara penandatangannya untuk mendorong negara lain melakukan hal tersebut.

Presiden Heine mencatat bahwa perjanjian tersebut menyentuh dua isu utama untuk Kepulauan Marshall – Compact of Free Association dengan AS yang memberikan hak dasar untuk menggunakan fasilitas nuklir di Kwajalein sampai setidaknya tahun 2066 dan pengujian senjata nuklir negara tersebut.

Dia menegaskan bahwa perjanjian tersebut akan menjadi subyek konsultasi dengan publik dan juga tinjauan rsmi oleh otoritas hukum di Marshall sebelum keputusan dibuat mengenai penandatangan dan ratifikasi.(Elisabeth C. Giay)

Related posts

Leave a Reply