Kepemimpinan yang diperlukan untuk regionalisme Pasifik

Henry Puna. - Islands Business

Papua No.1 News Portal | Jubi

 

Oleh Duta Besar Kaliopate Tavola

Read More

Jika ada saat dimana kepemimpinan sangat diperlukan dalam menjaga regionalisme di Pasifik, saat itu adalah sekarang. Seorang sekretaris jenderal yang baru, mantan Perdana Menteri Kepulauan Cook, Henry Puna, mengambil alih kantor Sekretariat Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum Secretariat/ PIFS). Tetapi organisasinya, Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum/ PIF), yang sudah mulai ia pimpin, telah melemah setelah mundurnya lima negara anggota dari subwilayah Mikronesia tidak lama setelah Puna terpilih untuk jabatan tersebut. Namun masih ada kemungkinan lima negara yang merasa dirugikan tadi bisa kembali jika ada proses ratifikasi di dalam negeri yang bersangkutan untuk mendukung pengembalian tersebut.

Isu kepemimpinan PIF juga kembali dibahas tidak lama ini, ketika para negara anggota PIF sedang bernostalgia mengenai dan merayakan keberadaan PIF selang 50 tahun terakhir, terutama tentang pemimpin-pemimpin ulung yang telah menumbuhkan regionalisme Pasifik di hari-hari awalnya serta keberhasilan dari regionalisme yang mereka ciptakan.

Setelah memegang kepemimpinan PIFS selama enam tahun dan menilai mengenai persyaratannya yang spesifik, sekjen PIF sebelumnya, Dame Meg Taylor, telah menetapkan dua kualitas kepemimpinan yang penting demi regionalisme Pasifik. Memberikan sambutan dalam webinar Blue Pacific Futures pada 3 November 2020, dia menekankan bahwa “Regionalisme hanya bisa berhasil jika kita punya pemimpin kuat yang berkomitmen penuh pada ideal ini.”

Baru-baru ini, pada Januari 2021, dalam artikelnya ‘The Unfinished Business of PACER Plus’, Profesor Wadan Narsey menyimpulkan: “Saat ini perlu adanya kepemimpinan di Sekretariat PIF yang lebih berkomitmen pada kepentingan negara-negara kepulauan anggotanya.”

Dalam konteks saat komentar ini diumumkan, kata-kata yang jujur seperti ini harus diterapkan pada dua tingkat kepemimpinan – di tingkat teknis dan manajerial PIFS serta di tingkat politik – pemimpin-pemimpin nasional juga tenggelam dalam politik nasionalis mereka sendiri sementara merangkap sebagai pemimpin regional Pasifik di bawah naungan regionalisme Pasifik. Dalam hal ini politik regional dapat dengan mudah dikorbankan demi kepentingan politik nasional.

Dame Meg sendiri telah membuat pernyataan ini dengan pemahaman yang jelas tentang sifat regionalisme Pasifik: ini sifatnya sukarela. Pada dasarnya ini berarti bahwa para pemimpin politik nasional yang membuat keputusan di tingkat regional tidak terikat secara hukum dengan keputusan yang mereka ambil. Namun, mereka dapat terikat oleh hal-hal lainnya – misalnya kepentingan negara dan warga negara yang mereka wakili bagi siapa mereka telah berkomitmen dalam bekerja sama di tingkat regional, bersama-sama demi kebaikan regional bagi semua pihak.

Dari dua tingkat kepemimpinan, dalam tulisan ini saya memilih untuk fokus pada yang kedua yaitu kepemimpinan politik. Kepemimpinan di tingkat PIFS itu bisa lebih mudah dan baik untuk diatur. Perpecahan yang terjadi saat pemilihan sekjen terakhir kemungkinan bisa membuka pintu agar ada analisis internal yang lalu akan membuahkan sebuah proses seleksi yang lebih adil dan lebih transparan untuk sekjen berikutnya. Hal ini diharapkan akan menumbuhkan persatuan diantara negara-negara anggota PIF dan juga dapat membawa solidaritas untuk jangka panjang. Ini juga bisa berarti negara-negara anggota akan bisa mendorong penunjukan sekjen baru yang lebih berkualitas dan netral (secara politik) dalam pemilihan yang berikutnya.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh para pemimpin politik bagi regionalisme Pasifik yang kuat dan berkomitmen juga tidak bisa selalu terjamin. Seorang pemimpin politik yang kuat dan berkomitmen di tingkat nasional, dan yang termotivasi, tegas, dapat meyakinkan, dan persuasif bisa berubah menjadi sosok penghalang dan suka mengintervensi di tingkat regional. Hal ini dapat terjadi jika seorang pemimpin ingin menggunakan pengaruhnya yang juga didorong oleh pertimbangan ekonomi politik, etnis, atau geopolitik. Jika hal itu terjadi, regionalisme Pasifik akan melemah.

Di sisi lain seorang pemimpin politik negara yang berkomitmen dan berhasil sukses dari perolehan suara yang tinggi terus menerus selang pemilu nasional mungkin tidak memiliki waktu dan aspirasi untuk mengerjakan masalah regional, karena jabatan ini belum tentu bisa memenangkan pemilu di dalam negerinya sendiri.

Hal ini yang telah terjadi dalam regionalisme Pasifik selama 50 tahun terakhir. Akibatnya, kita telah melihat adanya ketimpangan yang signifikan dalam penerapan dalam isu-isu regional di tingkat nasional.

Contohnya perjanjian perdagangan bebas, Pacific Island Countries Trade Agreement (PICTA) yang ditandatangani pada tahun 2001 dan mulai berlaku pada tahun 2003. Implementasinya lalu ditunda hingga tahun 2007. Pada 2020, hanya tujuh Negara-negara Kepulauan Pasifik (Pacific Island Countries/ PIC) yang melakukan perdagangan bebas sesuai perjanjian tersebut. Sejak saat itu belum ada peningkatan dalam jumlah negara yang menandatanganinya.

PICTA dimaksudkan untuk mewujudkan pembentukan sebuah kesatuan ekonomi yang telah disepakati oleh para pemimpin pencetus regionalisme Pasifik pada tahun 1971. Pada dasarnya, regionalisme Pasifik telah menghadapi masalah yang satu ini selama 50 tahun terakhir, dan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh PIC.

Dengan adanya konflik kepentingan ini ada satu hal sudah jelas, harapan akan kepemimpinan politik yang kuat dan berkomitmen oleh para pemimpin nasional harus ditempuh dengan cara lain. Saya mengajukan proposal di bawah ini agar dipertimbangkan oleh PIC.

Di tingkat nasional, dua tokoh utama regionalisme Pasifik adalah kantor urusan luar negeri dan kepala pemerintahan. Saya menyarankan agar keduanya membentuk sebuah kelompok konsultasi diantaranya. Pejabat yang dipilih dari dua kantor bisa lalu akan menjadi anggota tetap kelompok itu. Pada saat-saat genting, Menteri Luar Negeri dan Kepala Pemerintahan harus hadir melakukan pemutakhiran dan persiapan sebelum pertemuan-pertemuan regional.

Kelompok konsultasi ini juga harus bekerja atas dasar pendekatan seluruh pemerintah, bila perlu, sebagai sarana untuk melibatkan aktor-aktor pemerintah dan non-pemerintah lainnya dalam membahas isu-isu yang berada di luar lingkup anggota tetapnya.

Kelompok ini harus bekerja atas dasar bahwa, meskipun regionalisme Pasifik bersifat sukarela, ada rasa komitmen yang mendalam di pihak negara-negara anggota untuk bekerja sama dan mengintegrasikan ekonomi dan politik masing-masing, bukan hanya karena lokasi kita mengharuskannya, tetapi yang terutama karena melalui upaya kolektif, kita dapat meningkatkan keuntungannya bagi semua pihak. Keuntungan dan risiko dari regionalisme Pasifik perlu ditelaah dan salinannya didistribusikan ke semua anggota sebagai bacaan penting.

Peran utama kelompok ini adalah untuk memastikan bahwa semua pemimpin nasional yang berpartisipasi dalam isu-isu regional di bawah regionalisme Pasifik itu sepenuhnya memahami dan siap untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara efektif di tingkat regional. Oleh karena itu kerangka acuan yang mungkin bisa diterapkan oleh kelompok tersebut akan mencakup, antara lain: semua aspek pemantauan dan evaluasi isu-isu regional; memadukan isu-isu regional ke dalam proses perencanaan dan penganggaran nasional; melakukan diskusi persiapan untuk pengajuan proposal kabinet dan parlemen yang relevan, contohnya saat penandatanganan dan ratifikasi perjanjian perdagangan dan deklarasi multilateral; dan perumusan umpan balik untuk semua pertemuan kepala negara dan menteri-menteri Kepulauan Pasifik.

Kepemimpinan untuk regionalisme Pasifik itu sangat penting saat ini. Kepemimpinan ini bisa menguatkan atau menghancurkan semua upaya kita dalam menjaga regionalisme Pasifik. PIC tidak punya pilihan lain selain memastikan regionalisme terjalin sebaik mungkin. Regionalisme Pasifik telah bersifat sukarela selama 50 tahun terakhir dan mungkin akan terus berlanjut seperti itu ke depannya. Kita bisa membuat segalanya lebih mudah bagi mereka. Kita dapat membuat dan mengelola skenario formatif di tingkat nasional seperti diatas agar memungkinkan pemimpin regional kita – yang ada sekarang dan yang akan ada nantinya, menjadi lebih kuat dan berkomitmen. Regionalisme Pasifik memerlukan ini untuk 50 tahun ke depan. (Islands Business)

Penulis adalah seorang mantan Duta Besar dan Menteri Luar Negeri Fiji dan memulai perusahaan konsultan di Suva, Fiji.

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply